BAB 4: KILA LELAH

1215 Words
SELAMAT MEMBACA *** Kila keluar dari kosnya masih dengan wajah mengantuknya. Selalu seperti itu setiap pagi. Untungnya pagi ini dia tidak terlambat kerja. Bisa sedikit santai dan tidak harus lari pagi. Kila melihat jam di pergelangan tangannya, pukul setengah tujuh pagi. Sedangkan jam kerjanya akan di mulai pukul tujuh pagi. Masih ada waktu setengah jam untuknya sebelum masuk kerja. Kila merentangkan tangannya sambil mengumpulkan nyawanya yang masih belum seratus persen. Menghirup udara pagi yang terasa segar. Jarang-jarang dia seperti itu. Biasanya dia akan kejar-kejaran dengan waktu di pagi hari. "Pagi Mbak Kila," mendengar suara orang menyapa Kila langsung menoleh. "Pagi Pak Kama. Dari mana ini?" Tanya Kila sopan. Tidak menyangka siapa yang menyapanya pagi-pagi, ternyata Bapak Kos nya. Baru datang entah dari mana, masih menggunakan trening panjang dan sebuah handuk kecil di lehernya. "Olahraga pagi. Sudah mau berangkat Kerja?" Tanya Kama lagi saat melihat Kila sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Mendengar pertanyaan Kama, gadis itu mengangguk. "Saya berangkat dulu Pak Kama kalau begitu. Takut terlambat," pamit Kila pada Kama. "Oiya, silahkan." Ucap Kama. Kila pun pergi bekerja, sedangkan Kama langsung masuk kedalam rumah. *** "Kamu gimana to Kil, kok angsurannya sampai telat Bulik di telpon sama Bank nya. Malu Kil." Kila mendengarkan serentetan kalimat dari buliknya di telpon dengan pasrah. "Iya Bulik. Maaf, uangnya belum terkumpul jadi belum bisa setoran," ucap Kila dengan sabar. "Kamu kan tau, angsuran bank itu penting. Kenapa tidak di fikirkan dari jauh-jauh tanggal. Kalau sudah seperti inikan Bulik malu. Apalagi kalau nanti petugas bank datang kerumah." Sejak tadi Kila hanya menghela nafas dengan pelan sambil terus mengucapkan sabar. Mendengar omelan Buliknya yang tidak ada habisnya. Jujur dia merasa lelah, selalu seperti ini. Dia harus membantu biaya kuliah adik sepupunya, membantu buliknya dan yang paling berat menurut Kila adalah dia juga yang harus membayar angsuran bank milik Buliknya. Bahkan, semua hasil kerjanya di berikan untuk keluarga buliknya. Dia yang lelah, namun sama sekali tidak bisa menikmati hasil kerja kerasnya. "Lha uangnya kemana, wong kamu kerja setiap hari kok uangnya belum terkumpul." Yanti, bulik dari Kila sepertinya belum cukup puas dengan alasan keponakannya itu. "Kan kemarin habis buat bayar SPP nya Nur Bulik. Katanya uang SPP nya kurang dua juta, jadi jatah angsuran Kila kasih dulu ke Nur." Kila masih berusaha sabar menghadapi buliknya yang kadang sedikit keterlaluan itu. Hanya karena dia merasa berjasa dalam merawat Kila sejak kecil, jadi merasa Kila berhutang budi pada keluarganya. Baiklah, keluarga buliknya memang merawat dan menyekolahkan dirinya sejak kecil. Andai tidak ada keluarga buliknya mungkin saja Kila sudah tidak tau jadi apa sekarang. Kedua orang tua Kila meninggal sejak gadis itu masih kecil, dan Kila pun di rawat oleh bulik dan pakliknya. Kila tidak bisa mengelak jasa mereka dalam membesarkan dan merawat dirinya, sungguh Kila berterimakasih. Namun, apakah semua beban ekonomi mereka harus Kila yang pikul. Keluarga buliknya bekerja sebagai petani yang hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Sawah mereka tidak lebar. Paklik Kila meninggal 6 bulan yang lalu karena jantung. Setelahnya Bulik Kila lah yang sekarang ini menjadi tulang punggung keluarga. Di samping bertani, Bulik Kila juga masih kerja serabutan. Hal tersebut di lakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan dan merawat kedua anaknya yang satu baru saja masuk SMP sedangkan si sulung duduk di bangku kuliah semester 3. Bagi keluarga seperti mereka yang hidup serba pas-pas an, biaya mengenyam pendidikan tinggi itu sedikit berat jujur saja. Sejak awal Kila sudah membicarakan ini dengan Buliknya, untuk memikirkan kembali tentang rencana memasukkan anaknya ke perguruan tinggi. Karena Kila tau, pasti biayanya tidak sedikit. Namun bulik Kila tetap ngotot agar anak sulungnya tetap kuliah. Meski harus menggadaikan surat tanah ke bank, demi membayar uang gedung saat awal masuk sampai mereka lakukan. Dan lihat sekarang, juga Kila yang harus menanggung semuanya. Kila hanya lulusan SMP, dengan ijazah SMP di kota besar kira-kira pekerjaan apa yang bisa dia tekuni selain karyawan biasa dengan gaji cukup-cukup untuk biaya hidup. Lantas harus bagaimana Kila memenuhi semua tanggung jawabnya. "Yowes pokoknya gimana caranya segera carikan uang angsuran itu. Sawah belum panen juga Kil, Bulik sampai pusing ini. Nur juga minta uang, katanya uang jajannya sudah habis. Kalau kamu ada kasih dulu ke dia dua atau tiga ratus buat pegangan." Kila hanya bisa memejamkan matanya sebentar. Menahan gejolah di hatinya yang hampir meluap. Jangan sampai dia mengamuk disana karena pasti akan jadi tontonan bannyak orang. Yana yang sejak tadi duduk di sebelah Kila hanya bisa mengusap pundak temannya itu. Berusaha memberinya kekuatan. Sejak tadi Yana mendengar semua obrolan antara Kila dengan Buliknya. Dia saja yang bukan Kila merasa kesal, apalagi jika dia menjadi Kila. "Bulik, Kila harus balik kerja. Jam istirahat sudah habis, nanti Kila telpon lagi." Ucap Kila pelan. Sungguh, dia tidak bisa lagi mendengar serentetan kalimat tuntutan dari Buliknya. "Yowes kalau begitu, pokoknya kamu usahakan sesegera mungkin." Kila hanya mengangguk, meski anggukannya tidak akan bisa di lihat oleh buliknya. Kila langsung menyimpan ponselnya setelah mematikan sambungan telpon dengan buliknya. Tes... Tiba-tiba saja setetes air mata Kila berhasil jatuh. Buru-buru Kila menghapusnya. Singguh dia tidak ingin menangis dan terlihat lemah. Kalah dengan keadaan yang menghimpitnya. Tapi air matanya tetap saja turun tanpa di minta. Mungkin saja itu ungkapan tidak langsung hati Kila yang paling dalam. Dia lelah ... "Sabar ya Kil, sabar. Pasti ada jalan keluarnya kok." Ucap Yana menenangkan Kila. "Terimakasih Yan," jawab Kila dengan senyum yang ketara sekali di paksakan. *** "Totalnya 55 ribu Mbak," ucap Kila pada pelanggan di toko tempatnya bekerja. Setelah memberikan uang kembalian dan belanjaanya pada pelanggan Kila kembali sibuk membersihkan rak permen di depannya. "Mau bayar Mbak," ucap seseorang tiba-tiba. "Lohh Pak Kama," ucap Kila dengan kagetnya. Tidak menyangka akan bertemu dengan Kama di tempat kerjanya. "Ooo kamu kerja disini ternyata?" Ucap Kama dengan santainya. "Iya. Pak Kama ngapain disini?" Tanya Kila lagi. "Saya cuma mau beli minum untuk bekal perjalanan," jawab Kama sambil mengangkat minuman botol di tangannya. Dia lalu menyerahkan uang dan belanjaannya pada Kila. Kila pun langsung membungsunya. "Pak Kama mau pergi kemana?" Tanya Kila lagi. Bukan dia bermaksud ingin tau urusan bapak kosnya itu. Tapi bukankah responnya termasuk wajar. "Mau pulang ke Wonogiri. Kenapa? Mau ikut?" Tanya Kama tanpa di sangka oleh Kila. Apa bapak kosnya itu baru saja mengajaknya bercanda. Ternyata bisa juga dia bercanda. Kila langsung menggeleng. "Tidak Pak, terimakasih." Kila menyerahkan uang kembalian Kama yang di gunakan untuk membayar minumannya. Tak lupa dengan minuman yang di beli Kama. "Yasudah kalau begitu." Jawab Kama sambil berlalu pergi. "Hati-hati di jalan Pak Kama," ucap Kila lagi. Pesan yang umum di sampaikan pada seseorang yang hendak bepergian. "Siapa Kil?" Tanya Yana yang berdiri di meja kasir sebelah Kila. "Bapak kosku," jawab Kila. "Loh, kamu pindah kos?" Kila langsung menggeleng. "Bukannya Bu Marni yang punya kos di tempatmu?" Tanya Yana lagi. Dua atau tiga kali dia main ke kosnya Kila. Dan tidak pernah melihat bapak kos yang di katakan Kila barusan. "Bu Marni itu penjaga kos. Kalau pemiliknya ya Pak Kama itu. Orangnya jarang datang, kerja jauh." Yana hanya mengangguk faham kemudian tidak lagi bertanya. "Sudah punya istri Kil?" Tanya Yana lagi tiba-tiba dengan suara yang berbisik. "Katanya sih belum," jawab Kila dengan santai. "Pepet Kil, lumayan kan jadi ibu kos." Ucap Yana dengan tawa renyahnya. Kila hanya tertawa sambil menggeleng. "Kebanyakan baca n****+ kamu Yan," ucap Kila lagi. "Ya halu-halu sedikit boleh kan?" "Terserahmu saja Yan." Ucap Kila pada akhirnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD