BAB 1: PERTEMUAN DAN PERPISAHAN
SELAMAT MEMBACA
***
Gadis muda berkerudung coklat itu keluar dari kamar kosnya dengan tergesa-gesa. Baju yang dia kenakan di kancingkan dengan asal, bahkan kerudungnya belum dia rapikan sebagaimana mestinya. Dia hampir terlambat untuk bekerja. Padahal seharusnya dia masuk pagi hari ini. Namun, karena semalam dia pulang sangat larut dan masih harus mencuci baju di kos dia tidur saat waktu sudah lewat tengah malam. Tidak salah jika pagi ini di kesiangan. Gadis berusia 24 tahun itu bernama Kila. Kila Prastika, tinggal seorang diri di tanah rantau membuatnya harus bekerja keras untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Mau berangkat Mbak Kila?" Seorang perempuan paruh baya yang sedang menyapu di depan kos bertanya pada Kila.
Sumarni, atau biasa di panggil Bu Marni. Penjaga kos yang sangat ramah itu bertanya pada Kila.
"Iya Bu. Kesiangan ini." Ucap Kila sambil mengikatkan tali sepatunya dengan asal.
“Sudah sarapan?” tanya Bu Marni lagi pada Kila. Kila hanya mengangguk asal, meski sebenarnya dia belum sarapan. Jangankan sarapan bangun saja dia terlambat tapi itu bukan informasi yang ingin dia bagikan pagi ini. Dia harus segera pergi kerja.
Setelah mengikat tali sepatunya, Kila langsung melesat berlari dengan sekuat tenaga menuju tempat kerjanya. Jangan sampai dia di pecat hanya karena terlambat.
"Hati-hati Mbak," teriak Marni saat melihat kepergian Kila. Bahkan gadis itu tidak lagi menoleh, hanya melambaikan tangannya dengan cepat.
Marni yang melihat hal tersebut hanya bisa menggeleng prihatin dengan kodisi gadis itu. Sering terlambat dan sering mendapatkan teguran di tempat kerjanya. Bahkan uang kos sering telat bahkan nunggak. Marni tidak sampai hati jika harus menagih paksa apalagi sampai mengusirnya.
Dia sudah cukup prihatin dengan kehidupan Kila, gadis itu kerja keras banting tulang tidak peduli siang ataupun malam. Bahkan Marni sendiri jarang melihat gadis itu ada di kosnya, waktunya habis di tempat kerja.
***
"Killlll ..." Kila langsung menoleh saat melihat Yana, temannya memanggil.
"Kenapa?" Tanya Kila masih sibuk dengan sapu di tangannya. Sebelum shift-nya habis Kila bertugas membersihkan toko sebelum pergi. Jadi dia akan menyapu sebentar lalu setelahnya pergi.
"Malam minggu, ke Alun-alun yuk jajan." Ajak Yana pada Kila. Malam minggu seperti ini, Jogja pasti ramai. Tidak malam minggu saja ramai, apalagi malam minggu. Ada banyak penjual makanan murah meriah disana. Dan malam ini Yana mengajaknya untuk pergi, sekalian jalan-jalan sekedar menyegarkan fikiran dari beban pekerjaan yang seminggu ini terasa lebih berat bagi mereka.
"Tidak bisa Yan, aku mau lembur." Ucap Kila dengan nada lesunya.
Disaat pulang kerja rekan-rekannya yang lain bisa nongkrong atau jalan-jalan bahkan tidur istirahat di kos namun berbeda dengan Kila. Dia harus pindah tempat kerja. Selain bekerja sebagai karyawan di toko, Kila juga bekerja sebagai pelayan di sebuah angkringan yang selalu ramai di malam hari. Apalagi malam minggu seperti ini angkringan tempatnya bekerja pasti sangat ramai dan dia bisa mengambil jam lembur hingga menjelang pagi. Bayarannya lumayan untuknya.
Yana yang mengerti dan faham betul bagaimana kondisi temannya itu hanya bisa menepuk pundak Kila dan menyemangati. Tidak ada yang bisa dia bantu, hanya bisa membantu doa agar tubuh gadis itu bisa kuat menahan kerasnya kehidupan.
“Jaga kesehatan ya Kil, jangan terlalu keras sama diri sendiri.” Ucap Yana pada Kila.
Kila mengangguk mengerti sambil tersenyum. Sungguh, dia juga sebenarnya tidak ingin bekerja sekeras ini tapi mau bagaimana lagi tuntutan hidup dan beban yang di limpahkan padanya sungguh besar. Jika boleh egois Kila juga ingin memiliki jam kerja normal, libur di hari libur dan tidur di jam saat orang-orang tidur. Tapi bagaimana dengan semua tanggungannya jika dia menjalankan hidup dengan senyaman itu. Ahhh sudahlah, selagi dia masih muda dan dia bisa melakukan semuanya. Kila akan mencoba menjalaninya tanpa banyak mengeluh. Apa juga yang dia harapkan dari keluhannya itu. Orang lain tidak akan peduli justru akan menertawakan saja jika seperti itu.
“Kamu pergi saja sendiri, atau dengan teman yang lain.” Ucap Kila pada Yana. Yana pun mengangguk setuju.
"Yasudah kalau begitu Kil, mungkin lain kali kita bisa jalan berdua." Ucap Yana pada Kila. Kila hanya mengangguk lalu membiarkan temannya itu pergi.
***
Sedangkan di tempat lain, lebih tepatnya di negara bagian tengah. Di salah satu pulau besar di Indonesia, Kalimantan. Seorang laki-laki dewasa, baru saja keluar dari ruangan atasannya dengan tersenyum lega. Akhirnya setelah sekian lama, pengunduran dirinya di setujui. Dia baru saja menyelesaikan seluruh prosesnya.
"Pak Kama betulan mau berhenti kerja? Atau justru dapat tawaran di tempat lain?" Tanya seorang pemuda yang sejak tadi menunggu di luar ruangan.
Aldo, salah seorang karyawan yang sudah menjadi anak didiknya sejak masa magang dulu. Dia berat rasanya, ketika mendengar rekan sekaligus mentornya selama ini akan mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Laki-laki yang di panggil Kama itu pun tersenyum sambil menepuk pundak Aldo pelan.
“Saya tidak mendapatkan tawaran di tempat lain Do, saya memang ingin berhenti.” Jawab Kama dengan santainya.
“Kenapa berhenti Pak?” tanya Aldo masih dengan penasarannya. Sebab dia belum mengetahui pasti alasan mentornya itu tiba-tiba berhenti. Meski kabarnya sudah berhembus sejak lama namun, Aldo mengira itu adalah kabar angin namun ternyata sungguhan.
“Saya ingin istirahat.” Jawab Kama.
“Kan bisa cuti Pak, tidak harus berhenti kerja. Lalu setelah ini Pak Kama mau kerja apa?” ucap Aldo dengan beruntun.
Kama lagi-lagi tersenyum.
“Kamu berat sekali ya mau pisah sama saya.” Kekeh Kama pada Aldo.
“Saya serius Pak,” ucap Aldo lagi.
Kama lalu duduk di kursi Panjang di depan office, meminta Aldo pun duduk di sebelahnya. Sepertinya pemuda itu memiliki banyak hal yang ingin di katakan. Jadi sebelum dia pergi lebih baik di jelaskan agar tidak semakin membuat Aldo penasaran.
“Kamu sudah kerja seperti ini berapa tahun Do?” tanya Kama pada Aldo.
“Dua tahun Pak,” jawab Aldo.
“Capek tidak kerja seperti ini?”
“Ya capek Pak. Orang lain pergi kerja jam 7, kita jam 5 sudah harus naik bus kelokasi tambang. Orang lain pulang kerja jam 4 kita jam 7 malam baru sampai mes. Orang lain pulang kerja bertemu keluarga kita kalau mau ketemu keluarga nunggu cuti dulu. Capek ya capek Pak,” jawab Aldo dengan panjang lebar.
“Itu kamu baru dua tahun kerja saja sudah bilang capek. Saya sudah menekuni pekerjaan ini sejak lulus kuliah Do. Berarti sekitar 15 tahun lamanya. Saya hidup hanya untuk bekerja. Bahkan sampai sekarang saya belum berubah tangga. Usia saya sudah hampir 36 tahun semua karena apa. Saya sibuk bekerja. Juga pekerjaan yang kita lakukan ini beresiko. Ketika hujan dan kamu salah memijak tanah, disposal yang tidak stabil itu bisa kapan saja menguburmu di sana. Setiap saat resiko mengancam. Jujur saya lelah hidup seperti ini.” Jelas Kama pada Aldo. Berharap setelah ini pemuda itu akan faham dan bisa meneruma kepergiannya.
“Lalu setelah ini Bapak mau kerja di mana?” tanya Aldo lagi.
“Saya tidak akan bekerja. Saya benar-benar akan berhenti. Saya punya bisnis kecil-kecilan yang saya rintis selama ini. Saya akan pulang kampung dan mengurus bisnis saya.” Ucap Kama dengan hembusan nafasnya yang pelan.
“Bapak mau menikah ya?” Aldo masih bertanya sepertinya pemuda itu masih belum puas dengan jawaban Kama.
“Maunya seperti itu. Teman-teman saya semuanya sudah menikah, mereka sudah punya anak. Saya belum, saya juga mau membangun keluarga saya. Dan menghabiskan waktu saya bersama mereka.” Jawab Kama dengan senyum lebarnya.
Akhirnya setelah itu Aldo tidak lagi bertanya. Baiklah, meski dengan berat hati namun dia tidak bisa menahan mentornya itu untuk tidak berhenti bekerja.
Setelah merasa cukup bicara, Kama lalu bangun dari duduknya. Kakinya berjalan menuju ruang kerjanya.
Dia memasuki ruangan dingan tulisan 'Dept Enginering' di atasnya. Kama meletakkan helm dan sepatu safety di tempat yang sudah di sediakan. Karena ketika memasuki kantor sepatu harus di lepas.
Sepatu safety biasanya akan penuh dengan lumpur saat di gunakan meninjau site apalagi ketika hujan. Site penuh dengan lumpur. Jadi untuk menjaga office tetap bersih sepatu harus di lepas di luar.
"Sudah Bang urusannya sama Pak Franc?" Tanya Heri, rekan Kama yang lain ketika laki-laki itu baru saja memasuki Office.
"Sudah Ri," jawab Kama dengan tenang pada Heri.
"Abang ini mau berhenti kerja, tidak ada sedih-sedihnya sama sekali malah kelihatan senang." Ucap Heri dengan heran.
"Dia ini memang sudah rencana pensiun dini sejak dua tahun yang lalu Her. Jadi kalau sekarang terwujud ya pasti senang," tiba-tiba laki-laki paruh baya muncul dari ruang radio yang kebetulan terhubung dengan ruang Dept Enginering.
"Pak Mahmud, bakal kehilangan teman dong." Ucap Heri.
"Ahhh tidak papa. Nanti kan bisa bertemu lagi. Nanti kalau pas cuti saya main ke Jogja. Iya kan Kam," tanya Pak Mahmud pada Kama.
Kama hanya mengangguk sambil terus membereskan barang-barangnya.
Hari ini adalah hari terakhirnya on site atau masuk kerja. Segala urusan administrasi dan pengundurannya sudah selesai di urus. Serah terima pekerjaan juga sudah. Pengganti dirinya juga sudah ada dan sudah dia siapkan selama tiga bulan ini.
Jadi Kama bisa meninggalkan pekerjaannya dengan tenang.
Kama adalah seorang Engineering di salah satu perusahaan kontraktor pertambangan batubara besar di Kalimantan Selatan. Dia adalah seorang head Section atau istilah mudahnya ketua bagian dari Short Term Mine Plan yaitu perencana tambang jangka pendek. Posisi dan bagian penting didalam perusahaan. Tidak heran jika pengunduran dirinya lama karena harus mencari pengganti yang benar-benar cocok dan pas.
Ketika waktu hampir menunjukkan pukul lima sore, semua karyawan bergegas untuk pulang. Bus yang menjemput mereka dari site menuju mes untuk beristirahat sudah datang.
Sekali lagi Kama mengucapkan perpisahan dan bersalaman dengan rekan-rekan kerja yang sudah seperti saudara baginya itu.
Sebenarnya sedih sekali ingin berpisah dari nereka. Bertahun-tahun bersama, dan kini harus berpisah. Namun, dinamika kehidupan memang seperti itu kan. Di setiap pertemuan akan ada sebuah perpisahan. Dan disini Kama sendiri lah yang memilih berhenti bekerja jadi mau tidak mau dia yang memutuskan pergi dari teman-temannya.
Saat sudah berada didalam bus, sekali lagi Kama memandang kearah Office tempatnya bekerja selama ini. Entah akan bertemu lagi atau tidak nantinya. Tapi inilah pilihannya dan dia merasa lega bisa mewujudkan impiannya.
Berhenti dari pekerjaan yang cukup berbahaya dan melelahkan. Beristirahat di kampung halamannya dan mengurus usaha kecil-kecilannya.
Sekali lagi Kama tersenyum saat membayangkan kehidupannya yang akan datang. Betapa damainya hidup yang sudah dia susun.
"Selamat tinggal site, selamat tinggal Office dan selamat tinggal rekan-rekan. Terimakasih telah memberi banyak cerita dan pengalaman. Terimakasih telah membersamai perjalananku selama ini." Ucap Kama dengan lirih.
Perlahan bus mulai berjalan pelan meninggalkan area site.
***