Tepat pukul delapan pagi, Keisya sudah tiba di rumah sakit. Pada hari ini, wanita itu sudah bisa mengenakan snelli, seragam yang menjadi kebanggaan semua dokter di dunia.
Keisya L yang tersulam pada seragam putihnya itu berhasil membuat Keisya tersenyum bangga.
"Pagi, Dok!"
"Iya, pagi, Semuanya!" jawab Keisya, "Sus, pasien yang kemarin itu gimana?" tanya Keisya pada kepala perawat.
"Pasien yang atas nama …."
"Sania Alendra," balas Keisya cepat.
"Oh, pasien yang itu, kemarin sudah dioperasi oleh Dokter Adam dan tim orto, sekarang sudah di pindahkan ke kamar rawat inap," jawab Lily, sang kepala perawat IGD.
Keisya mengangguk tanda paham. Setelah mengucapkan terima kasih pada Lily, dokter cantik itu lantas melakukan kunjungan ke pasien yang baru saja usai mendapatkan perawatan dari dokter magang.
"Pasiennya mengalami luka ringan karena jatuh dari motor," jelas dokter magang itu pada Keisya tanpa dipinta dan lantas menyerahkan laporan medis yang baru saja ditulisnya.
"Apakah dadanya ada terbentur pada stang motor?" tanya Keisya.
"Ada, Dok, sebelum saya jatuh tadi, d**a saya terbentur stang motor," jawab pasien itu.
Keisya lantas mengenakan stetoskop, kemudian memeriksa d**a pasien, mendengarkan bunyi paru-parunya. "Tarik napas!" perintah Keisya, "oke ..., embus pelan, apakah terasa nyeri?"
"Sedikit, Dok," jawab pasien itu.
"Oke… lakukan rontgen, kemudian lihat hasilnya. Kalau aman dan tidak terjadi cedera dalaman, pasien sudah boleh pulang," perintah Keisya.
"Kei… sibuk?" tanya Dokter Adam yang tiba-tiba muncul dan berdiri di sampingnya, menyentuh lembut lengan Keisya.
"Sudah selesai, kok, ada apa?" Keisya langsung melontarkan pertanyaan setelah menjawab pertanyaan Adam barusan.
"Apa masih ada pasien yang belum ditangani?" Kali ini pertanyaannya Adam lemparkan pada kepala perawat IGD.
"Sepertinya sudah tidak ada, Dok. Masih pagi dan seperti biasa, situasi masih aman," jawab Lily mantap.
"Baik! Kalau ada situasi urgent, kalian cepat hubungi saya atau Dokter Keisya segera, ya!" titah Adam, kemudian menarik Keisya pergi dari sana.
"Baik, Prof!"
"Dokter Adam saja!" Sempat-sempatnya Adam membenarkan cara panggilan bawahannya.
"Dok! Ini saya mau dibawa ke mana?" tanya Keisya setelah posisi mereka agak menjauh dari ruang IGD.
"Pasien yang kemarin itu mau ketemu sama kamu."
"Mbak Sania?" tanya Keisya aneh.
Adam menghentikan langkahnya, kemudian berpaling menatap Keisya sambil mengangguk pelan, "Hei, Gadis Bodoh, apa kita boleh temanan?" tanya Adam to the point tanpa basa-basi.
Keisya tampak mengerutkan keningnya, "Ngapain ngatain saya bodoh segala!" protesnya dengan nada rendah.
"Itu karena kamu yang bodoh dan buta karena cinta," sarkas Adam sambil menatap lekat wajah cantik di depannya.
"Udah nggak, ya, please, deh! Orang juga udah move on," cicit Keisya yang sedikit kesal karena lagi-lagi Adam mengungkit tentang situasi yang memalukan itu.
"Bagaimana?" tanya Adam sambil memainkan kedua alisnya.
"Bagaimana apa, Dok?" balik Keisya bertanya dengan tampang bodohnya. Ia melupakan pertanyaan Adam sebentar tadi.
"Kamu mau jadi temanku?"
"Apa boleh?" tanya Keisya lagi dengan perasaan gamang.
"Kenapa tidak boleh?" Adam mengulurkan tangan.
"Iya sudah!" Keisya menyambut uluran tangan Adam yang mengajaknya jabatan, "Friend!" ucap Keisya lagi.
"Ayo!"
Kedua dokter itu kembali melangkah menyusuri jembatan layang yang akan membawa mereka ke gedung sebelah, kamar rawat nya Sania berada.
Setelah tiba di bagian ortopedi, Adam mengajak Keisya masuk ke dalam bangsal pasien.
"Kemarin sebelum operasi, suster bilang dia mencarimu, sekarang bicaralah. Biarkan aku mengecek laporan medis," bicara Adam, kemudian mengambil padnote di atas meja, samping brankar pasien.
"Keisya …," lirih Sania yang baru sadar akan kehadiran Keisya di sana.
"Mbak Sania, hei … kenapa menangis? Apa ada yang sakit, hmm?" tanya Keisya lembut.
Jujur saja selama pacaran dengan Dimas sampai mereka tunangan, Sania tulus sayang sama Keisya dan melayani Keisya dengan baik. Makanya Keisya sayang dan peduli terhadap Sania, meskipun sikap tante Marissa padanya sangatlah tidak baik.
"Mbak Sania kenapa bisa kecelakaan, sih? Aku tau Mbak Sania orangnya hati-hati berkendara," imbuh Keisya. Ia menggenggam erat telapak tangan Sania sambil tangan sebelahnya terangkat untuk mengusap pipi wanita itu. Air mata wanita itu semakin deras mengalir menuruni pipinya yang cekung.
"Itu karena Mbak yang mau bunuh diri," jawab Sania cepat.
Deg!
‘Enggak mungkin Mbak Sania mau bunuh diri meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil,’ cengang Keisya dalam batinnya.
“Shhh … gak boleh ngomong kayak begitu, Mas Alif mana?" tatapannya Keisya diedarkan ke sekeliling untuk mencari keberadaan suaminya Sania.
"Jangan disebut, Kei! walaupun dia datang, Mbak pasti usir dia," nada Sania berubah kesal, membuat Keisya urung bertanya lebih lanjut, meskipun rasa penasarannya sekarang ini begitu besar.
"Iya, sudah…."
Klek!
Pintu bangsal Sania dibuka dari luar. Muncullah Marissa bersama dengan calon menantunya yang putri konglomerat itu.
"Heh! Kamu! Ngapain kamu di sini? Mau mencuci otak putri saya, iya!" tuding Marissa saat melihat Keisya berada di dalam kamar rawatnya Sania.
"Maaf, Tante, saya hanya …."
"Jangan ngeles kamu!"
"Apakah salah jika seorang dokter melakukan kunjungan ke pasien? Apakah Anda bisa menyembuhkan sendiri putri Anda yang masih terlantar di brankar, hmm?" tanya Dokter Adam menimpali. Kalimat bernada dinginnya itu sukses membungkam bibir Tante Marissa.
"Dokter Keisya, sudah selesai?" Kali ini tatapannya Adam alihkan pada Keisya sambil mengedipkan sebelah mata. Mengerti akan kode yang disampaikan oleh Dokter Adam, Keisya langsung mengangguk.
"Sudah, Dok!" jawab Keisya cepat menanggapi pertanyaan dari Dokter Adam dengan cepat.
"Ayo, kita kembali ke IGD!" ajak Adam, "nanti akan ada ahli gizi yang datang melakukan kunjungan, pastikan ikuti semua perintah mereka agar luka operasi cepat sembuh," pesan Dokter Adam pada Sania sebelum menapak keluar dari kamar rawat VIP itu.
Namun, belum sempat Keisya menolak gagang pintu.
"Mending Mama tidak usah datang kalau sama perempuan ini!" Itu adalah suara Sania.
"Kenapa, San? Kenapa sih, kamu itu benci sekali sama Elya? Padahal Elya itu jauh lebih cocok buat adik kamu ketimbang perempuan sok dokter itu!" Sengaja menekan kalimat 'sok dokter' agar Keisya mendengarnya.
"Ma! Ini tidak ada hubungannya dengan Keisya, ini semua karena …."
"Karena apa, San? Ayo, ngomong," desak Marissa.
Sementara pasangan ibu dan anak itu terlibat percekcokan kecil, Adam mencubit lengan Keisya.
"Ayo, jangan menguping pembicaraan orang lain," bicara Adam.
Keisya hanya nyengir dan lantas melanjutkan langkahnya.
Menit berselang, keduanya mulai melangkah laju menuju jembatan layang untuk kembali ke IGD.
"Malam ini kamu yang jaga?" cetus Adam.
"Yess! Ini sif pertama aku jaga malam. I am so excited! Untuk memulai jaga malam yang pertama" balas Keisya penuh gairah.
"Sorry, malam ini aku punya urusan dan tidak bisa menemani kamu jaga malam."
"Kan, belum jadwalnya kamu buat jaga malam. Tidak usah minta maaf, kali." Gadis itu terkekeh di ujung kalimatnya.
Sementara Dokter Adam, pria tampan itu hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.