CN-03

1105 Words
Entah untuk keberapa kali Quizer mengembuskan napasnya. Dia hanya mampu mendengar langka kaki dan ucapan orang-orang yang bahkan tidak dia pahami. Salahnya karena tidak mempelajari panduan untuk penutur bahasa asing sebelum menginjakkan kaki di negeri orang. Dia lalu mendengus. Sebal dan bosan, dua kata itu mengikat tubuh dan pikirannya dengan erat. Beberapa kali dia menjeling pada gadis yang berjalan di hadapannya. Gadis itu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Membaca berkas di saat sedang berjalan. Lalu menutup dan kembali berjalan. Terkadang Natsumi mengulangi hal itu lagi. Sungguh menyebalkan. Tidak bisa bagi mereka untuk bicara mengenai apa pun. Quizer bukan orang tepat untuk memulai percakapan. Dia tidak tahu apa pun dan tahu kalau kasus di sana bukanlah topik yang dapat dibicarakan secara bebas. Lagi pula, memikirkan hal itu hanya membuat perutnya semakin mulas dan debaran jantungnya semakin kencang. Dia tidak ingin membahas itu. Tidak. Kondisinya tidak akan baik-baik saja. “Quizer-san, Are you ok?” tanya gadis yang tengah menoleh ke arahnya. Lalu gadis itu kembali berjalan. “Kita akan sampai sebentar lagi. Ini tidak jauh dari tempat kita pergi.” Quizer hanya mengangguk. “Nope. Bukankah kamu bisa melihat wajahku yang pucat? Lagi pula kepalaku sangat pusing karena bisingnya tempat ini.” “Jika kamu benar-benar tidak bisa berjalan lagi, aku akan meninggalkanmu. Hanya itu yang ingin kukatakan padamu,” lanjut Natsumi sambil berjalan lebih cepat dan seolah-olah tidak peduli dengan Quizer. Sungguh tidak dapat dipercaya. Quizer juga tidak habis pikir dengan gadis bermata sipit di hadapannya. Susah ditebak. Padahal selama di Inggris dia sudah melihat berbagai macam orang. Namun, entah kenapa Natsumi jauh sekali dari perkiraanya. Jika bukan karena tidak tahu jalan, Quizer sudah meninggalkan gadis itu sejak tadi. Menyebalkan sekali. Natsumi juga tidak terlihat khawatir meskipun sudah dikatakan jika dirinya pusing dengan kebisingan di tempat ini. Andai telinganya baik-baik saja tanpa perlu mendengar apa yang seharusnya tidak dia dengar. Sungguh Quizer kesal dan tidak paham dengan apa yang orang-orang bicarakan. Ini hanya membuat kepalanya pusing karena terus memikirkan hal serupa. “Good job. Kamu bisa pergi sekarang dan tinggalkan Yamagata sesegera mungkin.” Quizer mendekatkan kedua alisnya. Padahal itu satu-satunya orang yang berbahasa inggris selain Natsumi. Sayangnya Quizer tidak mengerti sama sekali maksud percakapan itu. Dia juga tidak peduli dengan apa yang akan terjadi ke depannya. Jadi segera dia singkirkan percakapan itu. Lagi pula, dia tidak melihat satu orang pun yang berbicara di sini. Mungkin ada di salah satu ruangan atau rumah terdekat di sekitar sini. Quizer benar-benar tidak mengetahuinya. Anehnya, hatinya menolak keinginannya. Dia tetap mencoba mencari tahu. Langkah kakinya mengikuti begitu saja tanpa tahu akan dibawa ke mana. Semakin cepat sebelum suara yang serupa itu lenyap dalam kerumuman suara lainnya. s**l. Kepala Quizer kembali sakit lagi. Dia lalu menutup mata dan menghentikan langkahnya. “Quizer, kamu mau pergi ke mana?” Itu suara Natsumi, dia berteriak dari kejauhan. Refleks Quizer pun segera menengok dan menemukan gadis berambut cokelat panjang itu tengah menyilangkan tangannya. Dia lalu menghela napas. Sepertinya kesal. Dia tidak tahu harus menjelaskan apa kepada gadis ini. Bahkan jarak mereka sangat jauh. Natsumi berdiri di depan rumah, sementara dirinya hampir saja belok ke g**g lain. Quizer menelan ludah. Padahal dia yang meminta Natsumi untuk mengantarnya ke tempat yang dituju. Namun, dia nyaris membuat diri sendiri tersesat lagi. Dengan malu-malu, Quizer segera memalingkan wajahnya. Natsumi mendekatinya, bahkan menarik lengan bajunya ketika dia sedang sibuk. Quizer sangat tidak ingin dimarahi oleh orang yang baru dia kenal dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Mereka tidak cukup dekat untuk saling menegur kesalahan satu sama lain, kan? Jadi Quizer memutuskan untuk ikut ke mana Natsumi membawanya. “Kamu mau membuat dirimu hilang lalu masuk ke kantor polisi? Oh ya ampun, sebegitu tidak percayanya kamu dengan diriku?” balas Natsumi dengan tatapan tajam dan wajah memerah. Quizer tahu gadis ini marah, tetapi dia tidak dapat mendengar perubahan ritme jantung dari Natsumi. Seakan-akan gadis di hadapannya memang pintar menjaga sikap. Mungkin dia kesal, tetapi jauh di dalam pikirannya, gadis ini biasa saja. Atau bahkan tidak peduli? “Are you hear me?” tanya Natsumi lagi. Quizer mengangguk. “Syukurlah. Sekarang percayakan padaku. Aku akan membawamu pulang.” Natsumi kembali menarik tangannya dan mulai membawa Quizer ke pekarangan rumah. Halannya hijau dan terdapat kolam ikan yang cukup kecil di pojok rumah. Sementara itu, dia juga melihat beberapa tanaman terawat dengan sempurna. Dia yakin melihat sebuah bel dan harus menekannya. Namun, Natsumi langsung membukanya begitu saja. Tanpa menekan atau mengetuk pintu terlebih dahulu. “Hey!” omel Quizer, tetapi dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Natsumi segera masuk lalu melepaskan sepatunya sambil mengucapkan, “Tadaima [Aku pulang].” “Apa yang kamu lakukan, Natsumi? Kita tidak bisa sembarangan masuk saja ke dalam rumah seseorang!” omel Quizer terlebih ketika Natsumi menginjakkan kaki di atas papan kayu dengan wajah cukup menyebalkan. Natsumi lalu tersenyum. “Ini rumahku, Quizer-san.” “Dan aku meminta kamu untuk membawaku ke alamat ini,” lanjut Quizer sambil menunjukkan kertas berisi alamat yang sama dengan yang dia tunjukkan ketika mereka berada di kafe. Natsumi mendengus, tidak, dia tertawa tapi menahannya. Lalu, Quizer melihat gadis berkacamata itu menggelengkan kepala. Dia segera naik ke tangga yang tidak berada jauh dari tempat mereka berada. Natsumi benar-benar tidak menanggapi apa yang Quizer omelkan. Oh ayolah, sekarang dia merasa gadis itu menjebaknya atau malah tidak sepandai itu dalam berbahasa inggris. Quizer bingung harus melakukan apa selain berjalan bolak-balik. Apa dia harus pergi saja dari tempat ini? Lalu dia akan ke mana? Apa Natsumi hanya pergi untuk berganti baju lalu akan mengantarnya ke tempat yang dituju? Quizer benar-benar tidak paham cara pemikiran gadis itu. Bahkan rasa takut jika dia akan dijadikan target sebagai penjualan organ tubuh ilegal pun muncul. Akhirnya Quizer memutuskan untuk duduk di atas papan kayu sambil menopang dagu. Menunggu Natsumi kembali turun. Tampaknya gadis itu tidak kunjung turun ke lantai bawah juga. “Sudahlah! Sepertinya aku harus pergi sendiri. Seharusnya aku meminta salah satu polisi itu untuk mengantarku,” ucap Quizer tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi ke depannya. Dia lalu berjalan mendekati pintu dan segera membukakan pintu tersebut lebar-lebar. Menunggu Natsumi terlalu lama dan mulasnya muncul lagi. Ayolah. Dia benar-benar butuh beristirahat di rumah yang dia kenal. Bukan di rumah asing milik seorang gadis. Bukankah itu tidak baik? Apalagi ketika menyadari tidak ada orang di rumah gadis itu. Tepat setelah keluar dari rumah dia dapat mendengar suara langkah kaki mendekat. Dia buru-buru menghampiri. Nyatanya wanita tua sekitar tiga puluh tahun ke atas muncul dari sana sambil membawa tas belanja. Wanita itu melihatnya agak bingung. Wajar, karena dia baru saja keluar dari rumah orang. “Maaf, apa kamu bisa membantuku mencari alamat ini?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD