CN-05

1041 Words
Natsumi meregangkan badannya setelah beres mengerjakan beberapa soal di kamarnya. Kadang dia terpikirkan tentang anak laki-laki yang baru datang dan singgah di rumahnya. Tepatnta tentang asumsi yang Quizer katakan saat itu. Sebuah roti dengan racun. Pembunuhan yang unik dan tidak diketahui siapa yang bersalah. Teror The Paradoks. Natsumi mengembuskan napasnya. Dia lalu menarik laci pada meja belajarnya. Mengambil map yang dia bawa sebelumnya. Namun, dia tidak ingin membuka atau membaca kasus lagi. Sudah cukup seharian dia menguras otaknya. Lagi pula, ada hal lain yang perlu dia lakukan. Belajar. Natsumi masih meletakkan map itu, belum ada niatan untuk mengembalikannya ke dalam laci. Baru dia akan menarik buku latihan, tetapi ponselnya berdering. Dia mengembuskan napas. Terlalu malas untuk mengangkatnya. Namun, dia tidak boleh seperti ini. Mungkin Pak Wakamatsu sudah berhasil menangkap penjahat dan hanya berniat untuk memberikan laporan. Jadi dia mengambil ponselnya di atas nakas. Matanya membelalak dan dia membenturkan kepalanya sendiri ke meja seraya mengangkat telepon. “Wakatta. [Aku mengerti] jangan telepon lagi. The Paradoks belum muncul lagi, jadi aku tidak bisa mendapatkan informasi. Akan kuhubungi lain kali dan memastikan Quizer baik-baik saja,” ucap Natsumi yang lalu menutup teleponnya. Matanya lalu menatap nanar pada buku tulis yang ada di meja. Natsumi segera berjalan ke luar kamar dan berniat untuk mengambil minum. Dia perlu air segar untuk menjernihkan kepalanya yang kusut. Bibi Minami mungkin sudah tidur dan Quizer masih bangun. Natsumi tahu jika laki-laki itu tidak akan mudah beradaptasi dengan mudah di Jepang. Dia lalu menarik kursi meja makan dan duduk di sana. “Apa yang harus aku lakukan untuk tidur?” ucap seorang laki-laki yang tengah menuruni anak tangga. Natsumi tersenyum. Dugaannya benar. Quizer mungkin berniat untuk mengambil minuman atau mungkin s**u. Menunggu semua orang tidur agar dia bisa melakukannya diam-diam. Hal yang sangat wajar. Natsumi hanya diam menatap ke depan, menunggu Quizer benar-benar turun. Perlahan suara langkah kaki yang menuruni anak tangga pun tidak terdengar lagi, tetapi kini dia bisa melihat rambut pirang mencolok itu berantakan. Di saat bersamaan, Quizer membalikkan badan dan melangkah ke dapur. Dia menguap, pertanda ingin tidur. Namun sulit untuk tidur di rumah orang lain. Tampaknya laki-laki itu belum menyadari keberadaan Natsumi di dapur sehingga bisa berjalan dengan tenang. Natsumi juga  tidak mempermasalahkannya dan memilih untuk diam saja ketimbang menyapa Quizer. Dia memutuskan untuk melanjutkan tujuan awalnya. Sementara itu, Quizer fokus membuka lemari es dan mencari sekotak s**u. Untungnya Bibi Minami sudah mengatakannya setelah makan malam. Ini akan membantunya untuk tidur dan sedikit melupakan kejadian tadi siang. Itu tidak hanya membuatnya kesulitan tidur. Terlebih tadi Natsumi mengucapkan namanya. Entah bicara dengan siapa. Dia juga tidak paham apa yang mereka bicarakan. “Sebaiknya aku bicara dengan Natsumi sebelum tidur,” gumam Quizer sambil menarik kotak s**u keluar dari lemari es. Natsumi yang mendengar namanya dipanggil pun meletakkan gelas di atas meja sebelum menimpali ucapan Quizer. “Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?” Quizer refleks menengok ke tempat suara itu berasal. Dia melihat gadis berambut cokelat juga tengah menatapnya. Dia tampak berbeda karena tidak menggunakan kacamata seperti tadi siang. Namun, lebih dari itu dia menjatuhkan kotak s**u hingga menimpa kakinya. “Kamu?! Hei! Bagaimana bisa kamu ada di sini?” ucap Quizer agak meninggikan suaranya. Gadis itu menggeleng sambil tertawa pelan. Dia lalu berdiri dari tempatnya dan mengambil kotak s**u yang jatuh. Untungnya tidak tumpah. Natsumi pun segera mengambil gelas. Tidak lupa dia tuangkan s**u pada gelas tersebut sebelum menyerahnya pada Quizer. “Gomen ne [Maafkan aku], kamu sepertinya tidak sadar jika aku sudah berada di sini sejak tadi. Wajar saja, kamu mengantuk tapi kesulitan untuk tidur. Jadi ada apa?” tanya Natsumi sambil tersenyum. “Aku ... bagaimana harus mengatakannya ya? Aku mendengarmu bicara tentangku. Apa itu dari keluarga ayahku?” balas Quizer ragu-ragu. Dia tidak yakin untuk menceritakannya pada Natsumi. Sementara gadis itu bungkam. “Aku yakin betul kamarku kedap suara. Bagaimana kamu bisa mendengar percakapan dari luar?” Quizer menelan ludah ketika melihat kedua mata Natsumi memandangnya serius. Salahnya karena dia menceritakan hal itu. Tamat sudah. Lalu tidak lama Natsumi tertawa, melepaskan ketegangan yang ada di antara mereka. Meski, Quizer masih tegang dan wajahnya pucat. Tangannya bahkan bergetar sambil meminum segelas s**u, dia menyembunyikan kegugupannya. “Aku bercanda. Kamarku tidak kedap suara. Yeah, walimu di sana menanyakan kabarmu. Tampaknya keluargamu bisa berbahasa Jepang, jadi aku menjelaskannya dalam bahasa Jepang. Beliau takut jika kamu akan dijadikan target oleh The Paradoks,” jelas Natsumi dengan tenang. “Bagaimana mungkin keluarga ayahku tahu soal ... itu?” tanya Quizer agak aneh dengan hal itu. “Pamanmu pernah menjalankan perjalanan bisnis ke sini. Saat itu ada kasus pembunuhan yang bersangkut paut dengan The Paradoks. Aku sudah menjelaskan kalau tempat ini tidak cocok untukmu. Namun, Pamanmu memaksa untuk membiarkan kamu tinggal di sini,” jawab Natsumi tanpa ragu. “Apa kamu tahu alasan kenapa aku dibuang ke sini? Melihat dari sikapmu, sudah kuduga ... aku benar-benar dibuang oleh keluarga ayah. Lupakan saja, aku akan segera tidur,” balas Quizer yang lalu meletakkan kasar gelas di atas meja. Dia baru beranjak, tetapi tangan gadis itu menahannya. Quizer tahu kalau tenaganya lebih besar ketimbang Natsumi. Namun, pegangan ini malah membuatnya lebih tenang, meski sedikit. Dia tidak habis pikir karenanya dan ingin menangis karena hal seperti ini dapat terjadi. “Matte yo! [Tunggu!] Aku juga tidak tahu apa tujuan pamanmu menitipkan kamu pada kami. Bibi Minami adalah teman baiknya dan dia percaya kalau menempatkan kamu di Jepang adalah yang terbaik. Jadi aku mohon jangan merasa kalau kamu dibuang oleh keluargamu,” jelas Natsumi. Quizer berbalik dan mengembuskan napas kasar. Dia melihat gadis itu menatapnya sendu, tetapi masih tersenyum. Dia tidak tahu apa yang Natsumi pikirkan sehingga mengucapkan semua itu. Namun, dia sulit untuk percaya. “Natsumi, kamu tidak mengenalku dengan baik. Jangan berkata seolah kamu adalah teman baikku. Paman dan Bibi dari keluarga ayahku memang tidak menyukaiku. Jadi, aku akan pergi sekarang,” ujar Quizer sambil melepaskan pegangan Natsumi padanya. “Aku mengerti. Kita hanya teman satu atap mulai sekarang. Pergilah tidur karena besok kamu harus mendaftarkan sekolah dan kursus khusus. Berbicara Bahasa Inggris terus-menerus itu melelahkan. Gomen ne ... oyasuminasai. [Maafkan aku ... selamat tidur]” Natsumi segera mengambil gelasnya dan gelas Quizer. Dia memberihkan kedua gelas itu, sementara Quizer melangkah ke kamarnya. Tidak ada percakapan lain. Hanya ada penyesalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD