CN-14

1051 Words
akan dia yang membantu laki-laki itu ketika mengamuk atau hal lainnya. Namun dia tidak mau memikirkan hal itu lebih dari hari ini. Apa yang dia ucapkan sudah cukup fatal. Cukup bagus jika laki-laki itu tidak menyadarinya. Natsumi lalu memainkan kembali ponselnya. Jari-jemarinya melompat-lompat dari papan huruf yang tertampil dengan cepat. Setelah memastikan pesannya cukup. Dia lalu mengirimkan pesan tersebut ke si penerima. Tidak lupa dia memotret hasil tugas Quizer yang berhasil memecahkan semua teka-teki dengan sangat cepat. Cukup mengesankan untuknya. Tidak lama, sebuah pesan lainnya masuk. Natsumi menelan ludah. Setela membaca pesan tersebut. Issho ni aimashou ka? Natsumi tidak tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Namun dia dapat menduga beberapa. Ini sudah cukup malam dan Bibi Minami tentu tidak akan mengizinkannya untuk keluyuran. Terlebih dengan kondisinya saat ini. Sudah jelas bibinya tidak akan memberikan izin barang sejenak sekali pun. Jadi dia membalas ajakan bertemu yang terkirim pada nomornya. Dare ka? Kamu tahu siapa aku, Natsu. Kita sudah mengenal sejak masih kecil. Bagaimana bisa kamu melupakanku begitu saja? Natsumi tersentak. Dia tidak mungkin lupa dengan teman masa kecilnya. Segera dia menggenggam erat ponselnya. Sementara matanya menatap nyalang ke balik pintu. Semakin erat pegangan, semakin besar pula kekesalan yang Natsumi pendam. Namun, buru-buru dia mengatur napasnya. Kali ini dia tidak bisa melarikan diri. Dia harus menemui orang itu. “Gomenasai, Minami-Baasan, [Maafkan aku, Bibi Minami]” ucap Natsumi dengan lirih. Natsumi> Baiklah, di mana kita akan bertemu? Mengirim alamat padamu Gadis berambut cokelat sebahu itu pun segera menghampiri meja belajarnya. Menarik salah satu laci dan meletakkan menukar ponselnya  dengan ponsel yang lain. Tidak lupa dia mengikat rambut dan melepaskan kacamatanya. Beberapa dokumen dia keluarkan pula, membacanya sekilas, lalu menyimpan kembali ke dalam laci. Ini memang sudah keinginannya dan dia tidak mau Bibi Minami mengetahui bahkan melarangnya untuk melakukan itu. Dia mengambil jaket yang berada di kamarnya, lalu membuka jendela kamarnya. Segera dia keluar dari jendela setelah yakin jika pintu kamarnya telah terkunci. Natsumi pergi ke tempat yang tidak jauh dari rumahnya. Meski ini terlalu beresiko, tetapi Natsumi tidak mungkin membuang kesempatan ini dengan mudahnya. Dia lalu mengembuskan napas. Dia harus tenang, tidak boleh gentar di tengah jalan seperti ini. Tubuhnya merinding, bukan karena dingin. Perasaan takut dan trauma masa lalu membuatnya cukup takut dengan apa yang akan terjadi nanti. Di persimpangan distrik terdapat supermarket yang buka selama 24 jam. Tempat pertemuan mereka. Natsumi melihat seorang laki-laki dengan jubah hitam panjangnya tengah duduk pada bangku toko. Ada kopi dengan uap dan Natsumi tahu itu artinya dia pun baru saja sampai. Lagi-lagi dia ragu untuk melangkah. Jadi dia memilih untuk memeriksa keadaan. Memastikan tidak ada kelompok bersenjata satu pun, dia segera mendekati laki-laki tersebut. Duduk berhadapan dengan laki-laki itu. Tanpa ekspresi dia pun bertanya, “Apa yang kamu inginkan?” “Beginikah caramu menyapa teman lama, Natsumi? Apa kamu tidak menyapaku lebih dulu?” Natsumi memalingkan wajahnya. Tidak peduli dengan apa yang laki-laki itu katakan. Kedua tangan dia sembunyikan dia bawah meja, sesekali menggenggam erat ujung jaketnya sendiri. Andai laki-laki itu melihatnya, Natsumi pasti sudah ditertawakan sekarang. “Kamu tidak menjawabku, Natsumi,” ucap laki-laki tersebut. Natsumi mengembuskan napas. “Maaf, sepertinya kita tidak sedekat itu lagi. Tidak sepantasnya kamu memanggil nama depanku begitu saja. Cepat katakan karena aku akan segera pulang ke rumah. Aku tahu kamu tidak mungkin datang ke sini dengan baik-baik.” “Aku hanya ingin bertemu denganmu. Tampaknya kamu tidak baik-baik saja. Aku sudah menduga, ada sesuatu yang terjadi hingga kamu terlihat berantakan seperti ini,” ucap laki-laki tersebut. “Cukup, Kazuhiko!” teriak Natsumi dengan mata yang menatap lawan bicaranya dengan ganas. “Apa maumu?” Kazuhiko, laki-laki dengan jubah itu mengangkat kopinya. Meminum dengan tenang seolah tidak terjadi apa pun. Natsumi ingin pergi begitu saja, tetapi kakinya tidak mau menurut. Dia memang tahu jika Kazuhiko adalah orang yang sangat menakutkan. Tidak ada satu detik pun laki-laki itu meninggalkan diri tanpa membawa s*****a sebagai perlindungan. Bahkan mungkin anak buahnya ada di sekitar sini, tetapi dia tidak dapat menemukannya. “Kamu tahu kemampuanku masihlah lebih hebat ketimbang dirimu, Natsumi. Sekarang kamu terluka dan aku tahu siapa pelakunya. The Paradoks bukan?” tukas Kazuhiko setelah meminum kopinya. Natsumi mengembuskan napas. Meski sebagian besar benar. Dia tidak ingin mengakuinya. Luka ini berkat The Paradoks dan Quizer. Namun untuk apa seorang Kazuhiko, mafia eklusif muda itu mengkhawatirkan keadaannya? Dia tidak habis pikir sama sekali. Lalu dia pun mendengus dan menatap Kazuhiko dengan seksama. “Kamu salah,” ucap Natsumi dengan lembut dan pelan. Dia mencoba senatural mungkin mengucapkan hal tersebut. Kazuhiko menyeringai, lalu mendekatkan diri dengan menopang dagu dengan kedua tangannya. “Natsumi Nakagawa terluka pada pagi hari ketika dia berusaha menangkap anggota The Paradoks, lalu pada siang hari dia kembali terluka karena seseorang, tepatnya terbentur pada meja. Analisaku tidak mungkin salah, Natsu.” “Kamu!” Natsumi berhenti mengucapkan apa pun. Dia tahu betul laki-laki ini tidak mungkin menaruh mata-mata sampai tahu sedetil itu. Dia tidak akan pernah melupakan kemampuan analisa laki-laki itu. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan, Kazuhiko? Apa yang sedang kamu rencanakan?” “Bagus jika kamu masih mengingat apa kemampuanku, Natsumi. Aku tahu, kamu juga sedang memerlukan bantuan tentang penyelidikan The Paradoks, sama denganku,” ucap Kazuhika dengan senyumnya yang aneh. “Kamu bisa menebak penjelasanku selanjutnya.” “Kamu ingin mengajakku bekerja sama untuk menghentikan The Paradoks? Tapi bukankah mereka tidak menganggu kelompok Mafia sepertimu. Wilayahmu bukan di Yamagata. Jadi untuk apa kamu menyelediki The Paradoks?” balas Natsumi pelan. “Singkat saja, aku mencurigai The Paradoks masihlah kelompok Mafia. Jadia aku akan membantumu untuk menyelidiki The Paradoks. Aku tahu kamu memiliki undangan untuk bergabung dengan mereka,” jelas Kazuhiko. “Kamu ingin menghancurkan kelompok mafia pada The Paradoks? Lalu apa yang membuatmu ingin bekerja sama denganku?” balas Natsumi cukup bingung. Kazuhiko kembali tersenyum miring. Dia lalu beranjak dari bangku dan berjalan ke belakang Natsumi. Laki-laki itu mendekatkan wajah pada telinga kanan Natsumi. “Aku akan melindungimu dari The Paradoks dan dengan mudahnya masuk ke sana. Bukankah ini menarik? Akan kupastikan kamu tidak menolak ini semua, Natsumi.” “Kamu benar-benar orang gila dan aku menolak untuk bergabung dalam rencanamu. Maaf, aku punya jalanku sendiri,” balas Natsumi yang lalu berdiri. Dia baru akan beranjak, tetapi tiba-tiba Kazuhiko memeluknya dengan erat. Tidak. Natsumi mencoba menarik kembali kesadarannya. Dia harus meninggalkan tempat ini.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD