CN-17

1041 Words
“Aku tidak menyangka kamu benar-benar datang, Kazuhiko,” ucap Natsumi sambil membanting lawannya hingga pingsan. Tidak sampai di sana Kazuhiko kembali menembaknya dengan tiga buah peluru. Natsumi membelalakkan mata. Jika itu hanya untuk memperlambat, dia tidak akan sekaget ini. Namun, Kazuhiko menembakkan tiga peluru tepat di jantung si polisi gadungan. Natsumi menggelengkan kepala, tidak menyangka ini tidak akan terjadi begitu cepat. Sontak dia pun menatap nyalang pada anggota eksklusif muda dari kelompok mafia satu itu. “Mereka pantas mati. Jika mereka melihatku, semuanya akan berantakan. Sebagai perencana yang baik, bukankah kamu setuju dengan ucapanku ini, Natsumi?” ucap Kazuhiko yang menyimpan kembali pistolnya ke dalam jubah. “Aku tidak mau terlibat dengan masalahmu, Kazuhiko. Sepertinya kita harus berpisah di sini. Arigatou [terima kasih] untuk bantuanmu hari ini. Maaf, aku harus pergi ke rumah sakit,” ucap Natsumi yang lalu berjalan, tetapi laki-laki itu tidak menahannya. Cukup aneh. Aneh sekali karena seorang Mafia tidak mungkin meloloskan detektif swasta sepertinya begitu saja. Tidak disangka, Kazuhiko malah berjalan bersamanya. Dia memang tidak berharap begitu, jadi dia berhenti melangkah. Membiarkan laki-laki itu berjalan lebih dulu. Sayangnya, Kazuhiko malah ikut berhenti. Apa laki-laki ini tidak ingin membebaskannya? Lalu apa maunya? Natsumi sebenarnya bisa menerka, tetapi entah kenapa terlalu malas untuk melakukannya. Kali ini dia merasakan pusing menyambar. Sepertinya karena pertikaian tadi cukup memakan tenaganya. Harusnya tidak sampai sepusing ini. Natsumi memperlambat jalannya sambil memikirkan cara untuk terlepas dari Kazuhiko. Mafia satu ini sangat berbahaya. Bukan hanya untuk orang lain, tetapi untuknya juga. Dia tidak mau dijadikan target hanya karena dekat dengan laki-laki tersebut. “Kamu kekurangan istirahat setelah kejadian semalam. Aku tahu kamu ke rumah sakit bukan untuk mengobati diri. Jadi aku punya satu permintaan untukmu,” ucap Kazuhiko yang berhenti di sampingnya. Natsumi melirik pada laki-laki itu. “Apa kamu memintaku untuk menghabisi anggota The Paradoks yang ada di rumah sakit? Itu tidak mungkin aku lakukan! Orang itu adalah satu-satunya saksi yang polisi miliki.” “Aku tahu, tetapi dugaanmu salah. Sebaiknya kamu lebih banyak belajar daripada menyimpan dendam. Hatimu akan semakin meradang jika kamu melakukannya,” jelas Kazuhiko yang balas menatapnya dengan tajam. Natsumi pernah mengagumi ucapan dan tatapan itu, tetapi kini dia membencinya. Sangat tidak menyukainya. “Kali ini apa yang kamu inginkan, Kazuhiko Kuroshita?” tanya Natsumi. “Pergilah berobat. Kamu tidak akan bertahan sampai hari pengecekan. Ah, iya ... kamu tidak bisa memeriksa ke sembarang orang. Jadi aku sudah melakukan reservasi dengan dokter Kagaya. Tunggu di sini, anak buahku akan mengantarmu,” ucap Kazuhiko yang lalu meninggalkannya begitu saja. Permintaan laki-laki itu lebih aneh daripada yang dia duga. Natsumi pun menurut. Untuk kali ini dia tidak mau menimbulkan pertikaian dengan mafia. Dia tidak ingin terlibat apa pun. Kazuhiko mungkin pergi untuk membereskan mayat yang berserakan. Lalu bagaimana keadaan Bibi Minami dan Quizer? Satu hal lagi yang dia takutkan. The Paradoks menemukan di mana Quizer dan membawanya pergi. Dia tidak mau khawatir karena Bibi Minami juga bisa mempertahankan diri, tetapi dengan jumlah anggota yang tidak diketahui, Natsumi cukup ragu mereka akan selamat. Sambil menunggu dia pun membuka ponselnya. Mengirim pesan kepada Bibi Minami. - - - - - - - - - - - - - - “Aunty, are you ok?” tanya Quizer di dalam perjalanan mereka ke tempat les khusus agar dirinya bisa mulai bersekolah. Bibi Minami terlihat sangat pucat, sudah pasti khawatir pada gadis sepahit Natsumi. Harusnya gadis itu menurut saja dengan apa yang Bibi Minami inginkan, tetapi dia enggan untuk diperiksa. Quizer tidak paham kenapa Natsumi memilih untuk sakit daripada sembuh. Tidak ada yang menyukai rasa sakit, termasuk dia. Bahkan jika boleh, dia tidak mau merasakan sakit. Quizer benci itu. Bibi Minami hanya tersenyum tanpa menanggapi. Wanita berkepala tiga ini pasti sedang bertarung dengan pikirannya sendiri. Quizer tidak bisa banyak membantu. Dia tidak bisa melakukan apa pun selain menanyakan keadaanya. Walau begitu, Quizer cukup tidak tenang karena Bibi Minami kadang-kadang terlihat sangat khawatir. “Bibi, jika Natsumi pingsan, pasti akan ada orang yang menghubungi Bibi dan membawanya ke rumah sakit bukan?” ucap Quizer mencoba menenangkan. Bibi Minami mengembuskan napas. “Natsumi pergi bersama polisi, aku rasa ini bukan kesaksian. Dia kadang-kadang berbohong untuk hal yang sangat parah. Maka dari itu aku curiga jika Natsu-chan sedang beraksi. Dia itu belum sehat betul.” “Aku jadi berpikir jika Natsumi adalah robot yang tidak kenal lelah. Bagaimana mungkin dia melakukan pekerjaan bahkan ketika dia sedang sakit sekali pun?” gerutu Quizer. Jujur saja Quizer tidak mengerti dengan Natsumi. Gadis itu seperti kotak paradoks yang sulit untuk dimengerti, terlalu berbahaya untuk didekati. Bibi Minami juga dibuat pusing karena tindakan Natsumi. “Kamu memang benar, Quizer-san. Natsumi adalah orang yang terlihat seperti robot. Dia memang mengerikan karena kerja di saat sakit. Seandainya aku bisa melepaskan gadis itu dari pekerjaannya yang sekarang,” bisik Bibi Minami, “tetapi itu tidak mungkin.” “Kenapa tidak mungkin, Bibi? Maksudku, ini memang pekerjaan berbahaya bahkan untuk seorang anak perempuan seperti Natsumi,” jelas Quizer sambil memiringkan kepalanya. Bibi Minami celingukan lalu menarik tangannya ke bangku taman. Mereka tidak melanjutkan perjalanan ke tempat les. Taman ini cukup ramai oleh anak-anak yang sedang bermain. Quizer merindukan masa kecilnya, meski itu cukup menyebalkan untuk diingat-ingat. Dia lalu fokus pada Bibi Minami yang masih kalut. “Natsumi mengambil pekerjaan ini untuk membantu orang lain, sama seperti tujuan orang tuanya. Orang-orang juga memerlukan Natsumi karena dia cukup cerdas. Namun, dia tidak pernah peduli pada dirinya sendiri. Quizer-san, tolong jangan jadi seperti dia. Aku takut ini karena aku yang salah saat mendidiknya,” jelas Bibi Minami cukup panik. “Bibi tenanglah. Aku tidak mungkin seperti Natsumi. Aku bukan detektif sepertinya,” ucap Quizer pelan. Bibi  Minami melihatnya dengan tatapan yang tidak dapat dipahami. Quizer mencoba untuk tidak membuat wanita itu khawatir. Lagi pula, itu memang fakta bahwa dia tidak akan menjadi seperti Natsumi. Mungkin dia pernah, tetapi dia tidak akan menapak kembali ke tempat yang sama. Itu hanya membuat luka yang tertutup menjadi terbuka lebar. Tiba-tiba  Bibi Minami merogoh ponsel dalam tasnya. Dia lalu memeriksa isi di dalamnya dan  kembali membebalak. Quizer tidak paham dan meminta penjelasan pada Bibi Minami. “Kita tidak bisa pergi lewat sini, Quizer. Natsumi berkata jika di sekitar sini ada anggota The Paradoks. Jadi apa pun yang terjadi. Jangan pergi seorang diri.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD