CN-08

1050 Words
Quizer meyakinkan diri jika apa yang dilakukannya saat ini bukanlah karena Natsumi. Khawatir pada Bibi Minami yang akan pergi keluar di saat para pembunuh sedang beraksi. Kapan dan di manapun, wanita di hadapannya dapat menjadi tawanan jika tidak ada perlindungan sedikit pun. Maka dari itu Quizer ingin melindungi Bibi Minami. Bibi Minami membawa tas belanja sambil memeriksa sebuah kertas kecil di sana. Quizer tahu isi di dalamnya pasti barang-barang yang perlu mereka beli atau mungkin bermacam buah. Sambil menunggu, Quizer menengadah ke langit-langit. Dia mengira-ngira bagaimana Natsumi sedang menangani kasus di luar sana. “Ah, Quizer, maaf. Ayo kita pergi membeli buah,” ajak Bibi Minami yang lalu melipat kertas belanjaan ke dalam saku baju. Quizer lalu mengangguk dan turut mengikuti ke mana Bibi Minami pergi. Tidak ada salahnya bagi dirinya. Terlebih di sekitarnya terdapat banyak g**g dan dia sulit untuk menghapal karena belum memahami Bahasa Jepang. Jadi dia harus melihat bentuk, mengingatnya dengan baik. Di saat-saat seperti ini, dia lebih berharap memiliki daya ingat yang lebih baik. Ah, tidak-tidak. Bukankah akan menyakitkan jika dia tidak dapat melupakan masa lalu yang menyakitkan? “Quizer-san, apa kamu kesulitan untuk mencari rumah ini? Aku tidak dapat membayangkan bagaimana jika kamu dan Natsu-chan tidak bertemu kemarin,” ucap Bibi Minami membuka pembicaraan. “Yeah, (suatu hari yang s**l). Andai dia tidak menabrak, aku tidak akan pernah sampai ke rumah. Mungkin berujung di kantor polisi atau mati oleh para berandal,” jawab Quizer acuh tak acuh. Bibi Minami mengangguk dan tersenyum. Sepertinya keluarga Nakagawa memang sering tersenyum walaupun tidak ada yang perlu mereka senyumkan. Dia tidak suka tersenyum, bahkan Quizer tidak dapat mengingat kapan hari terakhir dirinya tersenyum pada seseorang. Lagi pula, tidak ada hari-hari menyenangkan untuknya. “Pasti sulit bagimu untuk pergi ke sini tanpa persiapan. No problem, aku yakin jika kamu bisa mengatasi semua ini. Kudengar dari pamanmu, kamu cukup jenius,” balas Bibi Minami, “I know you can do it.” “Paman terlalu berlebihan, Bibi. Aku tidak sepandai itu, apalagi berbicara bahasa asing. Sayangnya jika aku gagal dalam tantangan ini, maka aku sama saja kalah dari paman,” elak Quizer yang merasa dirinya tidak sepintar itu hingga layak untuk dipuji-puji oleh Bibi Minami. Namun, wanita Jepang satu ini malah tersenyum lagi pada Quizer. “Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, kadang kamu memerlukan istirahat dan mengingat jika di sampingmu ada orang yang dapat membantu,” ucap Bibi Minami sambil menepuk pundak Quizer. Quizer merasa canggung dan dia mulai menyembunyikan tangan di belakan leher. Memijat pelan sambil menggigit bibir bawahnya. Kecanggungan ini benar-benar menyiksanya. Sayangnya dia tidak memiliki pembahasan apa pun yang berkaitan dengan kedatangannya. Rasa tidak enak juga muncul karena dia terus berbicara Bahasa Inggris. Sepertinya dia harus belajar dengan cepat dan bersungguh-sungguh jika mau bertahan hidup di tempat ini. Meski Bibi Minami mengatakan padanya untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Terlalu keras memarahi diri karena tidak dapat berbaur dengan cepat. Bisa saja karena dia terlalu memaksakan diri untuk merasakan jika dirinya pergi ke Jepang karena dibuang. Apa pun itu, banyak kemungkinan dan dia tidak tahu apalah itu. Quizer lalu memanfaatkan keheningan ini untuk mengagumi tempat tinggalnya. Di  persimpangan, banyak sekali orang yang berkumpul dan Quizer dapat mendengar jika mereka berbicara pelan, ketakutan. Detak jantung mereka juga dapat terdengar olehnya, cukup kencang. Ada beberapa hal yang bisa dia duga. Salah satunya adalah pembunuhan oleh The Paradoks yang Natsumi katakan kepadanya. Namun dia tidak tahu pasti saat itu.  Sambil mengintip sedikit, Quizer mencoba meyakinkan diri. Dia tidak akan terlibat dengan sekedar melihat saja. “Bibi, apa yang terjadi di depan sana?” ucap Quizer memancing Bibi Minami untuk mengatakan apa yang mereka bicarakan. Dalam jarak yang dekat, Bibi Minami pasti bisa mendengar sepatah atau dua patah kata. Baginya itu cukup untuk menerka apa yang terjadi. “Korban kedua. Kemungkinan begitu,” jelas Bibi Minami, “ini sudah tidak aneh. Biasanya The Paradoks tidak hanya membunuh satu orang. Paling banyak lima orang.” “Aku heran, kenapa mereka begitu suka membunuh. Maksudku, apakah mereka tidak memikirkan berapa banyak populasi warga di tempat ini? Mereka benar-benar pembunuh yang k**i. Aku tidak habis pikir karenanya,” gerutu Quizer panjang lebar. Bibi Minami lekas menjawab dengan suara yang begitu lirih. Tepat di mana mereka berhenti melangkah di dekat TKP. “Bagi orang-orang seperti mereka. Membunuh tidaklah sekedar pekerjaan, tetapi hobi juga. Pernah mereka membunuh lima orang di titik kordinat yang berbeda. Ada pula yang mengambil beberapa bagian tubuh. “The Paradoks bukan hanya berisi pembunuh, tetapi orang-orang seperti psikopat dan sosiopat pun ada di dalam sana. Apa pun yang terjadi jangan sampai berurusan dengan mereka.” “Bibi, aku tidak mungkin bisa berdekatan dengan mereka. Bukankah seharusnya Bibi mengkhawatirkan Natsumi yang notabenenya adalah keponakan Bibi?” tangan Quizer mencoba meyakinkan wanita di sampingnya. “Natsumi sudah cukup mampu untuk melindungi dirinya sendiri. Dia juga selalu berada di dalam jangkauan para polisi. Jadi aku tidak begitu cemas dengan keadaannya. Justru, karena kamu masihlah pendatang baru di sini ... aku dan Natsumi akan mengkhawatirkanmu,” lanjut Bibi Minami. Quizer mendengus kesal. Rona kemerahan muncul ketika ucapan terakhirnya membuat hati menghangat. Dia tidak pernah menyangka jika ucapan simpel seperti itu saja dapat membuat senang. Apa karena dia jarang sekali mendengar kata-kata itu muncul setelah bersama dengan Paman dan Bibinya? Tidak. Paman dan Bibi selalu mengucapkan itu. Berulang kali dan dia tahu jika itu adalah kepalsuan. Mereka tidak benar-benar khawatir tentang keadaan Quizer yang sesungguhnya. Dia dipertahankan karena satu-satunya anak jenius di kelauarganya. Akan sangat mengerikan jika Quizer malah menggulingkan keadaan ketika dewasa nanti. “Ah, Natsu-chan! Kamu terluka,” ucap Bibi Minami yang sukses membuat Quizer kembali fokus. Dia melihat gadis berambut cokelat itu memiliki bercak darah di tangan, baju dan kepalanya. Cukup mengerikan dan dia mulai terasa mulas. Semua yang berkaitan dengan pembunuhan membuatnya tidak tenang sama sekali. Maka Quizer pun memalingkan wajah, tanpa dia sadar itu malah membuatnya melihat yang lebih parah. Seorang pria terluka parah dan darah yang keluar lebih banyak daripada Natsumi. Oh s**l, perutnya sakit dan wajahnya sangat pucat saat ini. “Bibi, ini bukan darahku. Tolong tenanglah, karena ini daras dari salah satu anggota The Paradoks yang berhasil kami tangkap,” ucap Natsumi dengan senyum yang cukup membuat Quizer takut hanya dengan melihatnya. Apa benar gadis di hadapannya baik-baik saja? Kenapa dia tidak yakin sama sekali?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD