CN-12

1088 Words
“Maafkan aku Natsumi. Aku benar-benar menyesal karena sudah menendangmu cukup keras. Harusnya kamu tidak perlu menghampiriku,” ucap anak laki-laki yang tengah membantu Natsumi untuk mengobati luka di bagian kepala. Natsumi menggeleng. “Sudah aku katakan, ini bukan karenamu. Ini karena menangkap salah satu anggota Paradoks. Aku memang baru sadar kalau ada yang terluka, pantas saja perih saat aku mencuci rambut. Jadi tolong jangan salahkan dirimu lagi, Quizer-san.” Meski Natsumi mengucapan begitu, Quizer tidak menyetujuinya. Jika dia tidak menendang, gadis itu tidak akan separah sekarang. Agak aneh karena Natsumi tidak terlihat kesakitan sedikit pun. Apa dia memiliki kelainan? Quizer bertanya-tanya tetapi tidak mampu untuk mengucapkan. Akhirnya itu hanya bisa tertimbun di dalam pikirannya saja. Quizer tidak bisa menggunakan perban meski terlihat mudah jika menonton film. Beberapa kali Natsumi memarahinya dan berujung meminta Quizer membantunya ke dekat kaca. Bercermin di sana sambil membenarkan perban yang seharusnya terpasang. Padahal gadis itu melakukannya sendiri meski agak sulit, tetapi lebih rapi daripada Quizer. “Kamu tidak bagus dalam membalut, Quizer-san. Terima kasih untuk pengobatannya. Sekarang kamu istirahatlah karena hal-hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi secara tiba-tiba,” jelas Natsumi sambil menyilangkan tangan di depan d**a. Quizer tidak ingin menanggapi, pikirannya terlalu runyam untuk tidur. “Tidak ... aku tidak bisa tidur. Sejujurnya ada yang sedang mengganggu pikiranku hari ini,” ucap Quizer yang lalu mengembuskan napasnya. “Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu?” “Apa kamu masih kesal karena terjadi pembunuhan di tempat ini, sementara kamu ingin menghindari semua hal yang berkaitan dengan itu? Quizer-san, katakan saja,” balas Natsumi dengan lirih dan takut akan membuat laki-laki itu syok. Sesuai dugaan, Quizer membelalak, dia tidak tahu bagaimana Natsumi mengetahui hal tersebut. Oke, itu memang aneh. Semua yang pernah terjadi sejak dia pertama kali bertemu dengan Natsumi itu memang aneh. Dia lalu melihat tatapan gadis berambut cokelat dengan kacamata itu dengan seksama. Penuh selidik dan mencari tahu apa yang terjadi. Keheningan ini menyiksa kedua belah pihak. Mereka sama-sama tidak bersuara lagi. Hanya suara angin dan jam dinding saja sebagai latar suasana. Natsumi tidak tenang dan ingin mengatakan semuanya, tetapi ini bukanlah waktu yang tepat. Lalu gadis itu tersenyum pada Quizer. Sekali lagi dia meminta agar Quizer untuk istirahat, tetapi laki-laki itu menolaknya. “Apa yang sebenarnya kamu ingin tanyakan, Quizer?” balas Natsumi. “Ini ....” “Tadaima! [Aku pulang]” Quizer berheti berbicara ketika mendengar suara lainnya muncul. Kedua orang tersebut sama-sama menoleh ke asal suara dan mereka menemukan Bibi Minami. Wanita tersebut membawa buah cukup banyak. Segera saja Natsumi bangkit dan menghampiri Bibi Minami. Membantu wanita tersebut untuk membawa sebagian barang belanjaan. Sayangnya niat baik itu ditolak mentah-mentah oleh sang Bibi. Natsumi masih sakit dan tidak cukup sehat untuk melakukannya. Maka, Quizer pun berinisiatif untuk menggantikannya. Natsumi sangat baik-baik saja, dia tidak merasa ada yang salah dalam tubuhnya. Lantas kenapa Quizer dan bibirnya berucap seperti itu. Oke, memang ada beberapa luka, tetapi tidak fatal. Dia juga masih punya cukup tenaga jika hanya membawa keranjang buat dan menatanya di lemari es. Namun, lagi-lagi Bibi Minami menolak ketulusannya. “Bibi tidak percaya kalau kamu baik-baik saja, Natsumi. Semua tugas yang kamu lakukan hari ini sangat berbahaya. Jadi cukup. Pergilah beristirahat sekarang juga,” titah Bibi Minami. Sebenarnya ada keuntungan dari apa yang Bibinya ucapkan. Quizer tidak dapat bertanya yang macam-macam padanya. Namun, dia juga tidak mau beristirahat sekarang. “Bibi, kamu tahu aku sangat baik-baik saja. Luka kecil ini akan sembuh, tidak butuh waktu lama. Aku ingin membantu para polisi bekerja. Demi Yamagata itu sendiri.” Jawaban yang Natsumi lontarkan membuat Quizer tertegun. Dia tidak menyangka jika gadis itu rela mengorbankan nyawa meski dia tahu itu sama saja dengan membunuh diri sendiri. Terlalu mengagumkan dan menginspirasi. Tidak seperti dirinya yang memilih untuk kabur dari kenyataan. Quizer agak tersindir kalau boleh jujur. “Natsumi Nakagawa!” sentak Bibi Minami sambil berkacak pinggang. “Aku sudah menang ini sejak lama. Lebih baik kamu tidak perlu berurusan lagi dengan The Paradoks. Biar orang dewasa yang mengurusnya. Kamu terlalu berharga untuk dikorbankan.” “Tunggu, kenapa dikorbankan?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut Quizer begitu saja ketika dia menyadari ada yang aneh dengan percakapan Natsumi dan Bibi Minami. Gadis berambut cokelat itu segera melepaskan kacamatanya dan memudarkan senyum. Aneh juga jika Quizer tidak melihat Natsumi tersenyum. Lesung pipit gadis itu lebih indah daripada wajah datar dan tatapan tajam yang mengarah pada Bibi Minami. Bolehkah seorang anak bersikap seperti itu pada orang yang lebih dewasa. Quizer yakin dia melihat ekspresi itu untuk pertama kalinya. Namun, dalam satu kedipan, Natsumi kembali tersenyum sambil melihat ke arahnya. “Bibi Minami hanya sedang emosional. Ini sering terjadi jika aku pulang dengan darah. So, don’t be afraid.” “Aku jadi berpikir ulang kenapa kamu harus mengawasi Quizer-san. Bagaimana pun jika kamu sedang pergi menjalankan tugas, Quizer-san akan kesulitan mencarimu. Apa kamu pernah memikirkan hal itu Natsumi?” ucap Bibi Minami dan itu juga sukses membuat Quizer berpikir hal serupa. Bagaimana jika dia akan membutuhkan gadis itu sebagai penerjemah sewaktu-waktu. Tidak mungkin dia ikut pergi bertugas. “Akan kupastikan The Paradoks berhenti beroperasi sebelum Quizer-san masuk ke sekolah Bibi. Jadi tidak perlu khawatir. Saat ini, yang aku perlukan hanyalah mencari ketua dari kelompok pembuhan ini,” ujar Natsumi  dengan senyumnya. Bibi Minami mengembuskan napas, lelah berdebat dengan Natsumi. Kedua gadis terpaut umur yang berbeda jauh itu terlihat sedang berunding bagi Quizer. Mereka menggunakan Bahasa Jepang-Inggris bersamaan. Jadi agak sulit untuk mencerna percakapan. Meski begitu kadang Natsumi menjelaskan kembali apa yang tengah dibicarakan. “Natsumi, aku penasaran kenapa kamu yakin sekali jika mereka tidak akan beroperasi lagi ketika aku sudah masuk ke sekolah?” ucap Quizer penuh curiga. “Saat ini, fokus mereka adalah mencari anggota baru, tidak akan ada pembunuhan berantai lebih dahulu. Sebelum mereka menemukan anggota baru, aku akan menghalaunya. Tentu, polisi juga tidak mengetahui. Sebaiknya kamu juga tutup mulut.” Jelas Natsumi dengan menopang dagu dengan kedua tangannya. Quizer pucat. Dia memang tahu jika ini pembicaraan serius, tetapi dia tidak menyangka akan sampai serius itu. Dia lalu menelan ludah dan mengangguk setuju. Lagi pula, tidak ada untungnya bagi dia memberitahu orang lain tentang The Paradoks. Bahkan dia sudah bersumpah untuk tidak terlibat lagi dengan pembunuhan. Tidak dan tidak mau. Quizer hanya ingin hidup tenang sebagai manusia biasa. “Tapi Quizer-san, aku memerlukan bantuanmu,” ucap Natsumi dengan tatapan tajam dan penuh intimidasi. Quizer tidak mengerti perasaan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Namun, tekanan dari gadis itu begitu kuat sampai dia pun menelan ludahnya. “Aku ... harus apa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD