CN-11

1025 Words
Quizer yakin betul jika dia sebelumnya mendengar Natsumi tengah berbicara. Sayangnya tidak cukup jelas karena suara dari air yang cukup deras. Jadi dia hanya bisa menangkap informasi seperti luar dan diaktifkan. Dia tidak tahu apa yang sedang gadis itu bicarakan. Daripada memikirkan itu, Quizer memilih untuk menegak habis susunya. Perempuan itu selalu lama dalam mandi. Quizer cukup yakin karena di London, bibi dan saudara perempuannya cukup lama dalam mandi. Kadang pula berendam. Jadi dia tidak mau menunggu Natsumi dan kembali ke kamarnya sambil menenangkan pikiran. Sejujurnya dia agak tidak suka di kamar. Terlalu sempit dan hanya muat untuk meja belajar, kasur dan lemari baju saja. Dia lalu mengambil laptop yang sempat dibawa dan menyalakannya. Dia tidak pernah menggunakan kata sandi untuk barang pribadi, karena memang tidak pernah ada yang berani untuk sekedar menyentuh barang miliknya. Namun, sepertinya dia harus mempertimbangkan hal itu karena teman satu rumahnya cukup sulit diprediksi. Bahkan dia harus mengunci kamar demi melindungi diri sendiri. “Aku lupa kalau permainan yang kumainkan semuanya harus berada dalam jaringan. s**l. Aku tidak bisa melakukan apa pun jika belum memiliki kartu perdana,” bisik Quizer yang lalu membenturkan kepalanya dengan ditahan dengan telapak tangan. Quizer lalu menengadah, sekali-kali melirik ke samping. Tepat di mana dia melihat ke arah pintu. Suara gedoran pintu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Dia tidak takut, tetapi hal ini cukup membuat masa lalunya ditarik kembali. Tidak lama muncul suara besi yang saling bergesekan pada lantai. Ini menakutkan dan dia berharap hanyalah ilusi. Langkah kaki berat dengan getaran yang cukup membuat Quizer menelan ludah. Frekuensi yang selalu menghantuinya. “Tidak ... tidak, lupakan Quizer, itu hanya masa lalu saja,” bisik Quizer pelan sambil menutup telinga kuat-kuat. Debaran jantungnya semakin dipacu. Perutnya mulai sakit dan dia tidak tahu harus pergi ke mana sekarang. Tubuhnya terasa dingin, sulit untuk digerakkan pula. Tok Tok Tok Suara pintu yang diketuk makin membuatnya panik. Quizer mencoba menyentuh sesuatu, mengenggamnya dengan erat. Namun tubuhnya menolak apa yang pikirannya inginkan, atau mungkin rasa takut terlalu menguasai hingga jadi seperti ini. Tiap ketuk sama seperti satu peluru, sakit ke tubuhnya. Bayangan masa lalu pun muncul. Bagaimana sebuah sabit membelah tubuh seseorang. “Quizer-san! Quizer-san! Tolong buka pintunya!” ucap suara yang berasal dari luar. “Tidak ... mau,” gumam Quizer yang semakin menekan kedua tangannya untuk mencegah indera pendengarannya semakin mendengar. Tubuhnya bergetar takut. Di balik pintu, Natsumi menempelkan telinganya pada pintu. Dia mendengar bagaimana Quizer tengah bergumam, meski tidak jelas. Tidak ada cara selain mendobrak pintu dan mengetahui apa yang terjadi. Natsumi khawatir jika laki-laki itu masih syok dengan kejadian hari ini. Jadi dia memutuskan untuk mendobrak pintu. Agak sulit karena tenaganya kurang. Lalu Natsumi terpikir untuk membongkar pintu dengan menggunakan jepitan rambutnya. Semakin terdesak, dia pun segera mencobanya. Tidak sampai lima menit, pintu pun terbuka dan dia bisa masuk. Hal yang Natsumi lakukan pertama kali adalah mencari tahu bagaimana keadaan laki-laki itu. Kacau. Wajahnya lebih pucat daripada saat Quizer melihat mayat tadi. Perlahan dia pun berjalan mendekati Quizer, memegang pelan tangan laki-laki tersebut. Lalu berbisik sambil mengelus tangan pria tersebut, “Tenanglah, aku ada di sini.” Tanpa diduga Quizzer justru menepis tangan Natsumi dan juga menendang dengan salah satu kakinya. Refleks gadis itu pun menahan, tetapi karena kelelahan, dia hanya bisa meminimalisir kecelakaan. Natsumi membentur ujung meja belajar milik Quizer. Kepalanya terasa sakit dan jika kepalanya membiru, maka dia akan mewajarinya. Benturan ini sangat sakit. Quizer masih mencoba untuk menutupi pendengarannya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain itu. Bayang-bayang ingatan menghantui Quizer ketimbang dengan keadaan Natsumi yang terluka di bawah sana. Dia tidak bisa berpikir lebih banyak. Meski dia tahu Natsumi sudah mandi, tetapi bau amis tetap dapat dia hidu. “Pergi dariku! Pergi! PERGI!” Natsumi agak tersentak karena laki-laki itu meninggikan suaranya tiap menyebutkan kata pergi. Dia tahu jika laki-laki ini tidak baik-baik saja. Natsumi kembali berdiri dan kini dia merendahkan posisinya agar Quizer bisa melihat wajahnya. “Ini aku, Quizer-san. Tenanglah, kamu tidak dalam bahaya apa pun. Lupakan masa lalu dan lihatlah masa depan bersamaku.” Quizer tidak mau mendengarkan, dia bahkan menutup matanya. Hal itu membuat Natsumi pun mengembuskan napas dan menarik pelan tangan laki-laki itu. Dia tidak peduli jika Quizer akan menepis dan mendorongnya lagi. Saat ini keadaan laki-laki itu lebih penting dari apa pun. Sementara Quizer mencoba untuk menenangkan diri, tetapi tidak mudah. Dia tahu kalau di sana hanya ada Natsumi, tetapi perasaan berdebar ini membuatnya tidak bisa fokus. Quizer tidak tahu harus mengatakan apa karena saat ini dia terlalu takut. Pegangan Natsumi semakin erat, ada sesuatu yang hangat dan menenangkan baginya. Gadis itu membuatnya tenang secara perlahan-lahan. Meski tidak setenang dengan minum s**u atau obat. “Lihat, tidak ada apa pun yang terjadi. Semuanya baik-baik saja Quizer-san,” jelas gadis itu dengan mata yang berbinar. Quizer memperhatikan gadis itu dengan seksama. Takut-takut jika itu adalah tipuan, tetapi Natsumi tetaplah Natsumi. Dia mencium bau anyir yang terdapat pada kening gadis itu. Agak terluka. Dia cukup panik karenanya. Natsumi tidak berhenti sampai di sana. Entah dorongan apa yang membuat gadis itu memeluknya dengan erat. Namun Quizer tidak mau bertindak kasar. Ini salah satu hal yang dia butuhkan saat ini. Quizer membutuhkan orang untuk membuatnya tenang dan tetap dalam kondisi waras. Setelah merasa agak baikan, Natsumi melepaskan pelukan tersebut. “Aku rasa kamu tidak baik-baik saja untuk hari ini. Istirahatlah. Sepertinya ini karena kamu kurang tidur,” jelas Natsumi padanya. Quizer tidak menjawab, dia justru meraih laci pada meja belajar. Kemarin malam dia sudah meletakkan obat di sana. Tanpa segelas air, dia tetap memakan obat tersebut. Natsumi hanya bisa memperhatikan lalu mengembuskan napas. Dia tahu ada hal yang tidak seharusnya dia ucapkan kepada Quizer. Namun kini semuanya sudah terjadi dan dia tidak dapat mengatakan apa pun. Natsumi lebih memilih menunggu Quizer yang mengawali percakapan. “Arigatou,” ucap laki-laki itu pelan. Natsumi bingung kenapa dia harus mengucapkan terima kasih. “Maaf karena aku menendangmu sampai terluka seperti itu, Natsumi. Aku tidak sadar ketika melakukannya.” Natsumi lalu menyentuh bagian kepalanya yang terbentur. Itu harusnya hanya menimbulkan luka lebam saja. Namun, ketika dia merapa bagian dahi dekat rambut, ada sesuatu yang lengket. Saat dia melihat, rona merahlah yang muncul di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD