Pukul setengah sepuluh malam, Samuel tampak mondar-mandir di depan rumahnya, sesekali melongokkan kepala ke arah jalan komplek yang sudah sepi. Lalu duduk di sebuah kursi rotan yang ada di teras rumahnya.
Pandangannya tiba-tiba saja tertuju pada sebuah sepeda motor yang berhenti di depan pagar rumahnya, Meisya tampak turun dari boncengan motor tersebut sambil tertawa-tawa, ia membuka helmnya lalu menyerahkan pada sang lelaki yang terlihat bertubuh gempal itu, sesaat mereka berbincang sebelum sepeda motor itu kembali melesat meninggalkan Meisya yang lalu membuka pagar.
Wanita itu tampak mengerutkan keningnya karena pintu pagar yang tidak terkunci dan mobil Samuel yang masih berada di tempatnya, ia menatap Samuel yang sedang duduk di teras dan itu membuatnya semakin terheran-heran.
"Kak, kok, masih di rumah? Terus ngapain di teras?" Meisya tidak tahan untuk tidak memberondong Samuel dengan pertanyaannya.
"Kamu kenapa baru pulang?" tanya Samuel ketus.
"Aku sif malam, Kak, emang biasa pulang jam segini," jawab Meisya santai ia duduk di sebuah kursi yang ada di sebelah Samuel sambil melepaskan sepatunya lalu menaruhnya di rak yang ada di sebelah rumah itu.
"Terus Kakak ngapain masih di rumah?" tanya Meisya sekali lagi karena tadi belum mendapat jawaban dari pemuda itu.
"Terserah aku, dong! Rumah-rumah aku!" jawab Samuel dingin.
"Maksudnya kenapa Kakak belum pergi, bukannya Kakak ada janji sama Sarah?" tanya Meisya sambil berlalu, seolah tidak perlu mendengar jawaban yang akan Samuel berikan.
"Males!" jawab Samuel singkat, "eh, cowok yang nganterin kamu itu siapa?" Meisya yang sudah mulai melangkah untuk memasuki rumah berhenti seketika.
"Jangan bilang dia tukang ojek, enggak mungkin 'kan, kamu akrab gitu sama tukang ojek?" sambung Samuel.
"Ih, kepo ...." ledek Meisya sambil terkekeh lalu meninggalkan Samuel yang memelototkan matanya, tepat saat itu sebuah mobil berhenti tepat di depan pagar rumahnya.
Meisya yang sudah berada di ambang pintu berhenti dan memutar badannya melihat siapa yang datang.
"Sial!" Samuel mengumpat dan Meisya memutar bola matanya melihat siapa yang keluar dari dalam mobil yang baru saja berhenti.
"Samuel, kok kamu enggak jemput aku!" Suara Sarah terdengar kesal, wanita itu berdiri di depan pagar menunggu Samuel membukakannya.
"Tuh, Kak. Bidadarinya dateng, sana bukain pintu!" ledek Meisya yang lalu memasuki rumah.
"Berisik!" sungut Samuel lalu berjalan mendekati pagar rumahnya untuk membukakan pintu agar Sarah bisa masuk.
Tidak mungkin juga 'kan, Samuel mengusirnya.
.
"Sam ... kamu jahat, deh, aku tuh nungguin kamu, lho!" Sarah merajuk, lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang tamu, Meisya yang berada di dapur menghela napas mendengar ocehannya.
"Sorry, tapi aku 'kan, enggak tau alamat rumah kamu. Hape-ku juga enggak tau ada di mana, kayaknya ketinggalan lagi!" jawab Samuel.
Meisya membulatkan bibirnya melihat ponsel Samuel yang tergeletak di atas kulkas, sepertinya Samuel memang sengaja mematikan ponselnya untuk menghindari Sarah.
Meisya mengambil piring dan sendok untuk memakan makanan yang ia bawa dari tempat kerjanya, memang sudah menjadi kebiasaan jika pulang kerja malam maka sang bos akan memberikan makanan untuk anak buah bawa pulang.
Meisya duduk di ruang makan yang hanya di batasi sebuah lemari kaca hingga ia bisa melihat dengan leluasa ke arah ruang tamu di mana Sarah dan Samuel duduk di sana.
"Iya, deh, aku maafin. Oh, iya. aku bawain ini buat kamu." Sarah mengeluarkan dua botol wine dari dalam paperbag yang ia bawa.
"Kamu bawa wine ke sini?" tanya Samuel, terheran-heran melihat apa yang Sarah bawa.
"Iya, sebagai hukuman karena kamu udah ingkar janji sama aku, kamu harus temenin aku minum!" jawab Sarah.
"Sana ambil gelas sama es," perintah Sarah.
"I—iya, kamu tunggu ya," ujar Samuel, meninggalkan Sarah yang sedang memainkan ponselnya.
.
"Kamu makan apa?" tanya Samuel saat melihat Meisya yang tengah lahap menyantap makanannya.
"Makan nasi-lah," jawab Meisya datar tanpa menatap lelaki yang berdiri tepat di sebelahnya.
Tanpa basa-basi Samuel mengambil sendok dari tangan Meisya, menyendok nasi dan lauknya lalu memakan makanan Meisya tanpa permisi.
"Enak," ujar Samuel dengan mulut penuh makanan, ia terus mengunyah lalu duduk di samping Meisya yang kini terbengong-bengong karena ulah lelaki yang memiliki status sebagai suaminya itu.
Dengan lahap Samuel menyantap makanan Meisya, tanpa mempedulikan Meisya yang menatapnya.
"Kak? Kakak laper?" tanya Meisya setelah meminum air hangat dalam gelasnya.
"Iya, belum makan," jawab Samuel singkat lalu mengambil gelas dalam genggaman Meisya dan meminumnya hingga tandas.
Samuel bangun lalu berjalan ke dapur mengambil es batu dan gelas yang Sarah minta, lelaki itu berjalan santai sambil bersiul melewati begitu saja Meisya yang masih duduk di kursinya. Untung saja wanita itu tidak begitu lapar, kalau tidak ia tidak akan bisa tidur malam ini.
"Lama banget, sih?" tanya Sarah pada Samuel yang baru datang membawa dua buah gelas yang sudah terisi es batu.
"Iya," jawab Samuel singkat ia membuka botol wine lalu mengisi kedua gelas itu seketika buih-buih halus terlihat berenang-renang di dalam gelas kaca yang ia pegang.
"Itu istri kamu?" tanya Sarah melihat Meisya yang masih duduk di ruang makan sambil memainkan ponselnya, sengaja mengalihkan perhatian saat mendengar Sarah menanyakannya.
"Iya," jawab Samuel datar, dan singkat seperti biasa.
"Cantik juga perempuan yang kamu bilang enggak penting itu!" ujar Sarah sambil tertawa, tentu saja tawa yang membawa luka.
Meisya menghela napas lalu bangun dari duduknya berjalan menuju dapur membawa piring kosong yang telah ia gunakan sebagai dasar makanan yang ia bungkus dari tempat kerjanya, membuang kertas bekas makanan ke dalam tempat sampah yang ada di dapur dan mencuci piring, gelas dan sendoknya.
Meisya berjalan ke kamarnya sambil melirik ke arah ruang tamu dan mendapati kedua orang yang berada di sana tengah berbincang akrab.
Meisya masuk ke dalam kamarnya mengambil sepasang piyama dari dalam lemari lalu masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, ia berusaha menyibukkan diri agar tidak memikirkan apa yang baru saja ia dengar.
Tetapi tetap saja rasanya tidak enak, seseorang yang seharusnya adalah orang paling berharga dalam hidup kita mengatakan kalau kita sama sekali tidak penting itu menyakitkan. Tetapi, seperti yang selalu ia lakukan selama ini, membisikkan pada hatinya jika ia tidak perlu mengharapkan apa-apa dari Samuel.
Akhirnya Meisya lebih memilih untuk membaringkan tubuhnya di ranjang dan menarik selimut berusaha menjemput lelapnya.
* Dita Andriyani *
"Kok bisa, sih, kamu tinggal serumah sama istri kamu, tapi kamu bilang dia enggak penting?" tanya Sarah, pada Samuel yang duduk di sebelahnya.
"Panjang ceritanya, tapi, yang jelas hubungan kami bukan seperti hubungan suami dan istri pada umumnya. Ya bisa dibilang kami hanya teman, walau kami terikat dalam pernikahan," jawab Samuel.
Sarah hanya membulatkan bibirnya, lalu menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Samuel yang sudah berada di ujung sofa.
"Mau apa?" tanya Samuel sambil mengulum senyumnya, sudah habis satu botol Wine mereka minum berdua.
"Enggak, cuma mau ambil foto selfie aja," jawab Sarah salah tingkah lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, menyalakan kamera dan mengarahkannya ke wajah mereka, Sarah semakin mendekati Samuel hingga duduk mereka tidak berjarak kini.
Berbagai pose telah mereka lakukan sampai tiba-tiba Sarah mencium pipi Samuel dan mengambil gambar mereka, wanita itu menurunkan ponselnya saat bibirnya dan bibir Samuel telah bertemu, saling mengecup dan berlanjut saling menyesap.
Sementara di dalam kamarnya Meisya merasa tidak tenang, rasanya ingin sekali keluar dan melihat sedang apa Samuel dan Sarah. Ia berusaha mengelakkan rasa itu, dengan berkata dalam hatinya jika itu bukanlah urusannya, tetapi tetap saja ia tidak bisa memejamkan mata.
Meisya mencebikkan bibirnya, lalu menyingkap selimut bergumam pada dirinya sendiri karena hati dan pikirannya yang sama sekali tidak bisa di ajak kompromi.
Ia berjalan keluar, membuka pintu kamarnya dan berjalan ke dapur sengaja sambil melirik ruang tamu, napasnya terasa tercekat di tenggorokan melihat apa yang sedang Samuel lakukan, dengan ganasnya kedua manusia itu tengah berciuman seolah terburu ingin memakan satu sama lain.
Meisya menggidikkan bahunya lalu berjalan ke dapur.
"Sadar, Sya, sadar! Kalian bukan siapa-siapa, enggak perlu berekspresi berlebihan melihat hal itu!" gumam Meisya sambil menepuk keningnya sendiri.
Tapi tetap saja aja rasa aneh yang bergejolak di hatinya, hingga tangannya sedikit gemetar saat berniat membuat s**u hangat, tidak sengaja ia menyenggol sebuah baskom yang mengakibatkan suara nyaring saat terjatuh ke lantai.
"Meisya, ngapain kamu?" Tidak lama kemudian suara Samuel terdengar mengejutkannya yang sedang berjongkok untuk mengambil baskom yang terjatuh itu.
"Aku mau bikin s**u, aku laper, 'kan, tadi makanan aku Kakak makan." Meisya bangun dan menaruh lagi baskom itu di tempatnya.
"Terus ngapain kamu jatohin baskom segala?" tanya Samuel sambil melipat kedua tangan di dadanya.
"Enggak sengaja, Kak. Maaf kalau jadi ganggu kegiatan saling makan Kakak sama Sarah!" sindir Meisya ketus lalu berjalan membawa s**u yang sudah selesai ia buat, meninggalkan Samuel yang masih berdiri di tempatnya.
.
Meisya duduk menekuk lutut di atas ranjang sambil menyesap s**u hangatnya berharap itu bisa membuatnya tenang dan segera mengantuk, sejak hamil ia jadi lupa apa itu diet yang ia pikirkan bukan lagi menjaga bentuk tubuhnya tetapi menjaga asupan gizi bagi bayi dalam kandungannya.
Ia berusaha melupakan tetapi bayangan Samuel yang sedang berciuman dengan Sarah kembali terlintas dan membuat dirinya mual, Meisya menaruh gelas di atas nakas dan berusaha memejamkan matanya menjemput mimpi yang semoga saja indah.
.
Meisya terbangun karena merasakan kandung kemihnya telah penuh terisi, ia berjalan terseok memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamarnya barulah setelah terasa lega dan membersihkan diri ia keluar dari kamar mandi, tiba-tiba teringat sang suami yang tadi bermesraan wanita lain di ruang tamu rumahnya, jika hal itu terjadi dalam rumah tangga orang lain tentu sudah terjadi pertumpahan air mata atau bahkan pertumpahan darah.
"Kak Samuel ngapain lagi ya sama, tuh, perempuan ganjen?" gumam Meisya lalu berjalan keluar kamar, ia melihat lampu ruang tamu tidak dimatikan dan berjalan ke sana.
Dahinya mengernyit melihat Samuel yang tidur meringkuk di atas sofa, sedangkan Sarah tidak tahu ada di mana, tapi tidak mungkin dia sudah pulang karena Meisya masih melihat sepatu yang berserak di lantai dan tas miliknya tergeletak di atas meja bersama ponselnya yang memakai softcase blink-blink berwarna merah muda.
Meisya memandangi Samuel yang terlihat begitu lelap, tetapi bibirnya sedikit membiru sepertinya lelaki itu kedinginan. Meisya masuk ke kamarnya dan kembali ke ruang tamu membawa sebuah selimut, dengan hati-hati ia menyelimuti tubuh Samuel, hingga telinganya mendengar lelaki itu bergumam.
"Ra ... Ra ...."
Meisya menghela napas kesal, "perempuan ganjen kayak Sarah aja sampe kebawa mimpi!"