Perlu diingatkan dari jauh-jauh hari bahwa bulan ini adalah bulannya rotasi rutin pegawai The GP Hotel. Kalau tidak begitu, maka Aanisah akan melewatkan hari ini dan ditimpa kemalangan seperti tahun yang lalu. Dia dirotasi ke bagian kebersihan, dan harus menjadi office girl selama satu bulan karena penilaiannya menjadi yang paling buruk diantara staf resepsionis. Bahkan diantara seluruh karyawan The GP Hotel, nilainya lah yang paling rendah.
Dengan penuh percaya diri Aanisah melangkahkan kaki memasuki ballroom. Senyum semanis buah tak pudar dari bibir mungil gadis itu. Di sana sudah berkumpul karyawan-karyawan lain yang siap menerima tugas dari General Manajer The GP Hotel. Aanisah yakin bahwa dirinya aman dari rotasi rutin tersebut. Dia merasa yakin sudah menjadi karyawan teladan selama satu tahun ini. Ya meskipun nggak luput dari omelan ibu Syeila setiap kali terjebak sidak dadakan.
"Senyum aja dari tadi? Mood baik lagi stabil nih kayaknya?" tegur salah seorang karyawan dari divisi pelayanan umum.
"Senyum itu kan ibadah. Ya nggak?" balas Aanisah kemudian memalingkan wajahnya ke arah pintu masuk ballroom, diikuti oleh karyawan yang sedang berkumpul.
Seluruh mata menatap pada satu penjuru. Dari balik pintu ballroom muncul sosok wanita dengan setelan formal tapi tidak mengurangi nilai fashionablenya. Aanisah turut memandang kedatangan perempuan tersebut. Ada yang bengong, ada yang melongo, ada yang mengucek mata dan banyak lagi respon lain yang diberikan oleh seluruh karyawan saat memandangi orang yang baru saja mereka temui ini.
"Denger-denger itu GM yang baru," cetus salah satu karyawan yang duduk di depan Aanisah.
"Cantik banget, gilak. Nggak pantes jadi pekerja kantoran. Lebih pantes jadi model."
"Jadi selebriti pasti laku keras tuh."
"Mirip Raline Shah ya?"
"Body aja sih yang mirip. Wajah nggak. Hidung sama bibirnya mungil gitu."
"Katanya oplas tuh."
"Syirik deh!"
"Dengar-dengar dia anak bungsu pemilik hotel ini."
"Bukannya pemilik hotel cuma punya anak tunggal yang mengurus bisnis jual beli perhiasan mewah ya?"
"Anak yang disembunyikan keberadaannya."
"Anak hasil dari hubungan gelap."
Aanisah muak dengan kasak-kusuk teman-temannya. Sangat memecah konsentrasinya saat berdoa agar terhindar dari hal yang buruk hari ini dan membuyarkan konsentrasi mengingat wajah yang cukup familier di matanya.
"Hush!!! malah pada gosip. Selagi ada waktu mending berdoa semoga terhindar dari rotasi rutin," jawab Aanisah ikut nimbrung kasak kusuk teman-temannya yang sedang membicarakan orang yang baru saja duduk di kursi depan menghadap pada para karyawan The GP Hotel.
Aanisah kemudian menadahkan kedua tangannya di hadapan teman-temannya sambil memejamkan mata. Mulutnya komat-kamit entah merapalkan doa apa, kemudian mengusap wajah dengan telapak tangannya sambil berujar amin yang sangat panjang. Seketika teman-teman kerjanya yang berkasak kusuk tadi berdecak kesal dengan tingkah Aanisah beberapa detik yang lalu.
Kayak pernah lihat orang itu di mana ya?
Aanisah bergumam sendiri, mencoba mengingat di mana pernah bertemu dengan perempuan tersebut. Sampai sang GM modis tersebut naik ke atas podium untuk memperkenalkan diri sekaligus memberi sambutan, barulah Aanisah ingat pernah bertemu di mana dengan perempuan tersebut.
Oooh, dia kan tamu yang waktu itu reservasi suite room?
"Namanya mirip kamu ya, Nis?" cetus Reta, setelah GM barunya itu memperkenalkan diri.
"Iya mirip, tapi beda nasib. Wajah dan penampilan juga tuh, beda jauuuh," jawab yang lainnya, sembari menyembunyikan tawa.
Aanisah memberengut dan mendecakkan lidahnya, semakin kesal karena dibandingkan dengan orang yang tidak seharusnya dibandingkan dengan dirinya. Tidak membalas setiap cemooh yang dilontarkan oleh teman-temannya, Aanisah mendengarkan dengan seksama sambutan yang disampaikan oleh Rinjani selaku GM baru di hotel tempatnya mengais rejeki selama hampir dua tahun ini.
"Nis, hapemu mana?" tanya Reta sedikit berbisik.
"Eh, di mana ya? Kalau nggak di laci meja resepsionis ya di loker."
Reta menoyor pelipis Aanisah. "Kamu tuh ya. Ceroboh banget. Nanti hape hilang orang sehotel dibikin repot," jawab Reta gemas pada salah satu sifat Aanisah yang sulit sekali diubah.
Aanisah mengibaskan tangannya ke udara. "Nggak bakal hilang kok," jawabnya dengan santai.
"Kata security ada yang nyariin kamu di lobi," ujar Reta lagi, menunjukkan layar ponselnya yang berisi pesan singkat dari security pada Aanisah.
"Siapa?"
"Mana aku tahu. Aku sukanya tempe."
Dengan malas Aanisah beranjak dari kursinya. Dia pamit pada manajernya untuk menemui seseorang di lobi. Setelah mendapat izin Aanisah bergegas menuju lobi untuk memastikan siapa yang mencarinya sore ini.
○○○
"Ada perlu apa?" tanya Aanisah begitu berdiri di hadapan Desta yang sedang duduk menyilangkan kaki di salah satu sofa yang disediakan di lobi.
"Pinjam kunci," jawab Desta.
"Kunci apa?"
"Kunci rumah lah. Kunci apa lagi?" jawab Desta ketus.
"Ya yang spesifik dong. Bisa aja kunci kamarku, ya kan?" jawab Aanisah tidak mau kalah.
"Mana kunci rumahnya!" perintah Desta tidak menghiraukan kelakar yang dibuat oleh Aanisah.
Namun Aanisah bergeming. Dia tidak bergeser sedikit pun dari tempatnnya berdiri. Malah menyilangkan kedua tangan di depan dadanya sambil menatap jengah pada Desta.
"Apa lihat-lihat? Nunduk!" ujar Desta menekan kening Aanisah dengan telunjuknya, memaksa gadis itu supaya menundukkan kepala.
Dengan terpaksa akhirnya Aanisah kembali ke ruang karyawan dan mengambil kunci yang berada di dalam lokernya. Sekalian mengambil ponsel yang tersimpan di dalam sana.
"Di rumah nggak ada orang apa? Modus banget sih pakek pinjam kunciku segala," ucap Aanisah sekembalinya dari mengambil kunci.
"Ish..., kamu tuh ya. Kalau ada orang ngapain juga saya mesti repot-repot pinjam kunci rumah sama kamu? Ibu sama bapak ke Malang, kunci rumah kebawa. Soalnya buru-buru tadi."
"Kalau kunciku kamu bawa, nanti aku pulangnya gimana?"
"Saya nggak kemana-mana. Pintu gerbang nggak saya kunci. Nanti kamu ketok aja pintu samping."
Keduanya masih berdebat kusir meributkan kunci rumah. Tanpa sadar ada orang lain yang ikut memerhatikan perdebatan kusir tersebut.
"Emang kamu nggak punya kunci duplikat rumah sendiri?"tanya Aanisah masih belum puas dengan penjelasan Desta.
"Yang ada di kamu itu kunci saya. Udah sini mana kuncinya! Saya ngantuk." Desta merebut kunci yang ada di tangan Aanisah kemudian melangkah pergi meninggalkan Aanisah yang memajukan bibirnya menahan kesal.
Saat Aanisah hendak kembali menuju ballroom, Rinjani tiba-tiba muncul di hadapannya. Muncul dari sebuah ruang penyimpanan selimut dan seprei hotel bersih. Aanisah sangat terkejut sampai dia terlonjak kaget melihat kemunculan Rinjani yang tiba-tiba. Dia sedikit memundurkan langkahnya saat Rinjani berjalan mendekati dirinya.
"Maaf mengganggu, kamu ada hubungan apa dengan laki-laki di lobi tadi?" tanya Rinjani dengan ramah.
"Oh, itu, dia, emmhh...,"
"Nisa, buruan ke sini!" ujar Reta dari balik pintu ballroom.
"Permisi, bu. Saya harus kembali ke ballroom," ucap Aanisah lalu sedikit membungkukkan badannya dan bergegas meninggalkan Rinjani.
Apa mas Desta sudah menemukan penggantiku ya? Pantes aja dia ketus banget waktu aku meneleponnya beberapa waktu yang lalu.
Rinjani mendesah lesu setelah hatinya setuju dengan asumsi yang baru saja dicetuskan oleh otaknya. Dia memutuskan kembali ke ruangannya dan memeriksa dokumen-dokumen yang harus ia tanda tangani.
○○○
"Ada satu dokumen yang harus ibu Rinjani tanda tangani," ucap sekretarisnya.
"Dokumen apa ini, Mir?"
"Dokumen rotasi rutin karyawan The Grand Park Hotel."
Rinjani berpikir sejenak sebelum menandatangani dokumen di atas mejanya. Dia memutuskan memeriksa nama-nama yang berada di dalam tabel beserta posisi awal dan posisi setelah mengalami rotasi.
"Saya butuh asisten pribadi, Mir," ucap Rinjani sembari mengembalikan dokumen rotasi rutin setelah membubuhkan tanda tangannya.
"Asisten pribadi? Saya saja memangnya tidak cukup mengurus kebutuhan kamu Rinjani?"
"Yang saya butuhkan asisten pribadi, bukan sekretaris. Pindahkan Aanisah dari bagian resepsionis menjadi asisten pribadi saya mulai besok," ujar Rinjani tegas dan tak lupa diringi senyum malaikatnya.
Aku penasaran ada hubungan apa Aanisah dengan mas Desta.
Mira, wanita berusia awal 30-an yang sudah menemani Rinjani saat masa sulitnya selama satu tahun terakhir akhirnya mengangguk patuh tanpa banyak bertanya lagi apa tujuan Rinjani begitu ngotot menginginkan kehadiran seorang asisten pribadi. Padahal Rinjani sendiri bukan tipekal orang yang suka segala kebutuhannya diurus oleh orang lain.
○○○
Di dalam ballroom, Aanisah mulai waswas karena namanya belum juga dipanggil. Padahal biasanya dia menjadi orang yang paling awal ditimpa kemalangan.
"Aanisah Wulan Rinjani. Mulai besok kamu ditempatkan menjadi asisten pribadi General Manajer. Untuk tugas-tugasnya bisa kamu diskusikan dengan ibu Mira selaku sekretaris pribadi GM."
Aanisah melangkah lesu keluar dari ballroom. Semangat dari teman-temannya sama sekali tidak ia pedulikan. Yang ada di pikirannya saat ini menjadi asisten pribadi tidak ada bedanya dengan menjadi pelayan pribadi.
"Kenapa mesti aku, Tuhan?" Gerutu Aanisah di dalam ruang karyawan saat mengganti seragamnya dengan pakaian bebas. Shiftnya sudah berakhir. Saatnya Aanisah pulang ke kosan dan tidur sampai esok pagi.
"Rejekimu, Nis. Terima aja," ujar Reta memberi semangat pada Rinjani.
"Rejeki opo? Kenapa juga mesti ada kegiatan rotasi rutin?"
"Udahlah, Nis. Dilakoni aja apa adanya. Nggak usah ngeluh. Nanti nggak barokah."
"Kayak mamah Dedeh kamu lama-lama," ejek Aanisah kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Reta yang menatap heran padanya.
○○○
Setelah sampai di rumah kosnya, Aanisah melihat pintu gerbang dalam keadaan terbuka sedikit. Dengan tubuh mungilnya, Aanisah bisa melewati celah kecil tersebut. Setelah di depan pintu samping barulah dia menggedor dengan begitu keras bahkan cenderung bar-bar. Membuat Desta yang mendengar gedoran di pintu samping rumah terlonjak kaget dari tempat tidurnya.
"Pelanan kenapa gedor pintunya?" Kesal Desta dengan kelakuan bar-bar Aanisah.
"Minggir, jangan dekat-dekat aku, auto lagi pengen makan orang!" gertak Aanisah nyelonong masuk begitu saja ke dalam rumah.
Kening Desta mengernyit dalam, tarik napas dan berdecak kesal dengan sikap aneh Aanisah. Emosinya tiba-tiba terpancing saat terdengar suara dentuman pintu akibat ulah Aanisah melempar pintu kamarnya sendiri. Tidak ambil pusing lagi dengan sikap aneh Aanisah, laki-laki itu memutuskan kembali ke kamarnya.
Baru sepuluh menit mencoba memejamkan mata, pintu kamar Desta diketuk beberapa kali. Ingin Desta mengabaikan ketukan di pintu kamarnya. Sayang sekali, semakin diabaikan ketukan itu semakin mengganggu pendengarannya.
"Astaga! Apa lagi?"
"Di magic com kayaknya ada nasi. Aku boleh numpang makan?"
Desta ingin menertawakan permintaan konyol Aanisah, tapi dia mengurungkan niatnya saat melihat wajah kelaparan yang ditampilkan oleh Aanisah. "Makan aja. Cuma nggak ada lauknya, udah saya habisin tadi," jawab Desta akhirnya.
"Stok mie instantku kosong, kamu punya persediaan?"
"Ada di lemari dekat kulkas. Ambil aja."
"Oke, thanks." Aanisah kemudian balik badan meninggalkan Aanisah.
Saat Aanisah berkutat di dapur, Desta muncul di sekitar dapur. Awalnya dia bilang hendak ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi yang berada di samping dapur, Desta malah menuju dapur dan berdiri tidak jauh dari sisi Aanisah.
"Ada apa?" tanya Aanisah tanpa basa basi.
"Bisa numpang bikin kopi?" tanya Desta.
"Bilang aja minta tolong dibikinkan kopi. Mikir keras banget mau bilang tolong, kayak lagi ngerjain soal CPNS aja," jawab Aanisah bercanda.
Desta menarik napas lalu mengempaskannya dengan kasar. Dia balik badan meninggalkan Aanisah yang masih sibuk memasak lauk untuk makan malamnya.
"Manis apa agak pahit?" seru Aanisah saat Desta melangkah meninggalkan dapur.
"Jangan terlalu manis," jawab Desta diiringi senyum terpaksa.
Desta menunggu kopi bikinan Aanisah di sofa ruang tengah sambil menonton televisi. Sekitar lima belas menit kemudian Aanisah datang dengan membawa secangkir kopi untuk Desta, serta semangkuk besar mie olahan dari mie instant dicampur telur dan sayuran yang ada di tersedia di dalam lemari es--sudah mendapat izin dari ibu kos sebelumnya kalau Aanisah boleh menggunakan bahan-bahan yang ada di dalam lemari es kalau memang membutuhkan. Aanisah kembali lagi ke dapur untuk membawa piring nasi dan minuman dinginnya.
Sebelum makan, Aanisah sempat menawarkan makanannya pada Desta. Namun laki-laki itu hanya mencebikkan bibirnya sambil menggeleng pelan. Sayang sekali pertahanan Desta untuk tidak ikut makan bersama Aanisah jebol. Dia mengambil piring dan nasi kemudian menuangkan mie dari mangkuk besar ke piring nasinya.
"Tadi katanya udah kenyang," sindir Aanisah saat Desta makan dengan lahapnya. Namun Desta tidak membalas sindiran itu. Mereka berdua lalu makan dalam keadaan hening.
Sekitar pukul setengah sembilan malam, ada yang menggedor pintu gerbang yang telah terkunci. Melongok dari balik jendela kamarnya, Desta keluar membukakan pintu gerbang untuk kakak perempuannya. Desta membantu kakak perempuannya mendorong pintu gerbang yang cukup berat, supaya mobil yang dikendarai suami kakaknya bisa masuk ke halaman rumah.
"Sejak kapan kamu mau masak?" tanya kakak perempuannya heran, begitu masuk rumah mencium aroma masakan di sekitar rumah.
"Nggak usah kepo. Aku mau tidur dulu," jawab Desta menuju kamarnya.
Seperti biasa, Aanisah yang ceroboh meninggalkan ponselnya di atas meja kopi saat makan bersama Desta tadi. Dia terkejut saat berpapasan di ruang makan dengan kakak perempuan Desta yang akan menuju kamar pribadinya.
"Eh, kamu siapa?"
"Aku Aanisah," jawab Aanisah dengan polosnya.
"Aku nggak tanya nama kamu. Maksudku kamu siapa bisa ada di sini?"
"Ya aku Aanisah, aku tinggal di sini."
"Haaah...??? Sejak kapan? Ibuk bapakku tahu?"
Aanisah mengangguk cepat, sampai rambut kucir kudanya ikut bergerak. "Udah seminggu lebih. Malah ibu pemilik rumah ini yang menyambut langsung kedatanganku," jawabnya tanpa dosa.
"Ada apa?" tanya suami kakak perempuan Desta.
"Ini loh, Desta bawa ceweknya ke rumah ini saat ibuk dan bapak nggak ada di rumah. Katanya ibuk bapak malah udah tahu kalau cewek itu tinggal di rumah ini."
Mengernyit heran dan tidak percaya begitu saja ucapan istrinya itu, suami kakak perempuan Desta bergegas menuju kamar Desta untuk mencari informasi.
"Dia bukan cewekku, tapi ngekos di sini, Om."
"Ngekos?"
"Mending mbak sama om Hamka tanya sama ibuk deh alasannya ngekosin gudang belakang sama cewek itu. Aku juga heran sama ibuk."
Aanisah sendiri sudah tidak berada di tengah-tengah ketiga orang yang sedang memperdebatkan keberadaan dirinya di rumah ini.
Di kamarnya, Aanisah sedang memikirkan seperti apa hari-hari sulit yang akan ia lalui jika menjadi asisten pribadi dari orang yang mulai dibanding-bandingkan dengan dirinya. Dia juga mulai memikirkan kesialan apa yang akan menimpanya ketika bekerja di bawah orang yang memiliki nama hampir serupa dengan namanya, tapi memiliki semua hal yang bertolak belakang dengan dirinya.
---
^vee^