When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Lama berkutat di ruang operasi membuat Fadlan lelah. Lelaki itu baru keluar setelah hampir delapan jam. Ia menjelaskan kepada keluarga pasien bagaimana hasil operasi dan kondisinya. Kemudian berjalan melepas lelah menuju ruangannya. Baru saja ia hendak berbelok saat ada orang yang memanggil.... “Rissa!” Ia menoleh dan begitu juga Icha di negara lain. Perempuan yang sedang berjalan bersama Irfan di KLCC itu termenung sesaat mencari sumber suara. Kemudian menghela nafas saat ia menyadari bahwa ia tak mengenal orang yang menyebut namanya itu. Dan ternyata yang dipanggil memang bukan dirinya. Fadlan? Sama. Itu hanya suara keluarga seorang pasien yang memanggil anaknya agar segera menyusul langkahnya. Tapi ketika nama itu disebut, sukses membuat Fadlan galau seketika. Sama halnya dengan Ich