Pagi yang cerah untuk memulai hari mereka. Di luar hutan-hutan sekeliling terlihat begitu hidup dan segar. Daun-daun meneteskan banyak embun dan sisa air hujan semalam yang cukup deras membasahi seluruh area hutan terlarang. Cuaca terasa sedikit mendingin karena cuaca semalam. Membuat siapa pun yang sedang tertidur saat ini semakin menaikkan selimut mereka dan bergelung nyaman di ranjangnya. Malas untuk memulai beraktifitas pagi ini.
Begitu juga dengan Elena. Gadis itu semakin menenggelamkan diri dalam selimutnya. Selimut berdaging yang juga tidak segan-segan semakin membelit dan menyembunyikan tubuh kecilnya dengan nyaman. Elena merapatkan diri pada gulingnya. Gadis itu tidak segan-segan semakin mengeratkan pelukannya pada kepala Evan yang juga masih menidurkan jiwanya dengan nyaman tanpa merasa terganggu dengan pelukan erat dari lengan gadis yang berbagi ranjang dengannya. Tubuh Elena dengan nyaman menempel erat memeluk kepala Evan bagai memeluk gulingnya. Kepalanya menyender tepat pada moncongnya yang menutup. Andai Evan adalah seekor ular biasa, cukup dengan membuka mulutnya lebar-lebar maka kepala gadis itu akan dengan sendirinya masuk ke dalam mulutnya.
Siapa pun yang melihat mereka saat ini tidak akan menyangka bahwa semalaman terjadi pergulatan panas di antara keduanya. Jangan salah paham. Pergulatan panas yang dimaksud bukan seperti yang dilakukan Rose and Jack dalam film xxx, mereka lebih mirip seperti Tom and Jerry. Bedanya tikus yang di sini merupakan tikus lemah yang hanya bisa mencicit untuk mengeluarkan protesnya tanpa bisa memberi perlawanan berarti. Evanlah yang berkuasa. Itu tentu saja bukan.
Entah di jam berapa mereka akhirnya berhasil tertidur. Perdebatan mereka semalaman itu tidak akan berhenti jika Elena tidak jatuh tertidur. Gadis itu sibuk menangis dan tidak berhenti bergetar saking takutnya dengan wujud ular Evan yang terlihat seakan selalu mengawasi tiap gerakannya. Terlebih pria itu selalu membentaknya. Tangisan Elena yang tidak bisa berhenti benar-benar mencekik kepala Evan. Ular itu merasa pusing harus bagaimana mengatasi gadis kecilnya. Alhasil Evan hanya membiarkannya saja hingga Elena jatuh tertidur dengan sendirinya. Melihat itu Evan mendengus kesal. Tau begitu dirinya biarkan saja sedari awal tidak perlu menguras tenaga untuk membuatnya berhenti menangis. Evan selalu menyadari tiap berada di samping Elena, jiwa manusia Evan selalu merasa bersemangat dan b*******h. b*******h untuk mencekik gadisnya. Namun entah kenapa hal itu tidak dilakukannya sedari awal pertemuan mereka. Itu juga merupakan sebuah teka-teki yang mungkin juga harus dipecahkannya.
Elena menggeliat kecil dalam tidurnya dan itu tetap tidak mengganggu tidur Evan yang entah kenapa begitu pulas, untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun masa hidupnya yang panjang setelah perpisahan terakhirnya dengan mantan kekasihnya dulu. Ular itu masih lelap menelusuri mimpinya.
.
.
.
Seekor ular sedang melingkar dengan nyaman di ranjangnya tidak mempedulikan seorang gadis cantik yang sedang menggeliat berusaha melepaskan dirinya dalam belitan tubuh ularnya yang besar. Butuh beberapa waktu untuk gadis itu akhirnya memutuskan menyerah dalam usahanya melepaskan diri. Bibirnya mengerucut sebal sambil melirik ke arah Evan yang masih bergelung nyaman dalam tidurnya.
"Evan. Bangunlah sekarang juga. Lepaskan aku." pinta gadis itu. Namun ucapannya tidak di gubris sama sekali oleh pria ular itu. Evan malah semakin mengeratkan belitannya pada gadisnya hingga membuat tubuh dan wajah mereka saling menempel lekat.
"Ukh Evan berhentilah bercanda. Tubuhmu sangat berat kau tahu. Kau ingin membunuhku di sini ya." rengek gadis itu. Jiwa manusia Evan tersenyum kecil mendengar rengekan gadisnya, kekasih hatinya. Pria itu sebenarnya sudah terbangun jauh sebelum gadisnya membuka matanya. Evan selalu menyukai memandang wajah cantik gadisnya lama-lama. Gadis yang berhasil mencuri hatinya sejak pandangan mereka bertemu. Tae Tae begitu bahagia mendengar pengakuan pertama kali gadis yang di cintainya mau menerima dirinya yang hanyalah seekor siluman ular. Jenis makhluk yang berbeda dari kekasih hatinya yang hanyalah seorang manusia biasa. Evan bahagia ketika mendengar gadisnya ingin hidup bersamanya. Pria ular itu sungguh bahagia. Pertama kalinya pria itu menerima cinta dari gadis yang di cintainya selama hidupnya. Gadis yang mau menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Gadis yang mau menerima wujudnya yang seekor ular. Evan bahagia. Akhirnya dalam masa hidupnya Evan bisa merasakan cintanya yang terbalas. Karena selama ini mereka, gadis-gadis yang Evan cinta selalu berakhir kabur atau lari sejauh mungkin dari pelukan Evan di saat mereka akhirnya melihat wujud ularnya yang terlihat begitu ganas.
"Aku tidak mungkin membunuhmu sayang. Mana mungkin aku membunuh kekasih hatiku sendiri. Aku mencintaimu, Maya."
Ucapan Evan terdengar begitu mantap. Membuat Maya, nama kekasih hatinya tersenyum kecil mendengarnya. Dirinya mengerti bahwa ular itu begitu mencintainya. Maya selalu terlihat senang ketika mendengar pria ular itu mengungkapkan isi hatinya dengan gamblang seperti itu.
"Aku tahu Evan. Kau akan selalu mencintaiku. Kau adalah ularku, milikku. Sampai kapan pun itu. Aku juga mencintaimu, sayang." Balas Maya sambil mengelus moncong ular Evan. Kini ucapan Maya yang berhasil membuat jiwa manusia Evan melambung tinggi. Pria itu tersenyum senang. Dirinya begitu bahagia mendengar ucapan penuh cinta dari gadisnya. Ah tidak, maksudku wanitanya. Ya, Evan sudah memiliki Maya, cintanya, sepenuhnya sejak sebulan yang lalu. Itu juga alasan ular itu semakin mencintai kekasih hatinya. Maya telah memberikan segalanya untuk Evan. Dan pria ular itu juga tidak segan-segan akan memberikan segalanya untuk wanita yang di cintainya ini, termasuk nyawanya.
Jiwa manusia Evan semakin tersenyum lebar ketika merasakan kekasih hatinya kini mencium moncongnya dengan gemas. Memberikan ciuman kecil-kecil bertubi-tubi di seluruh area moncongnya. Tidak ada rasa takut atau pun rasa geli dan jijik dalam raut wajah kekasih hatinya. Yang ada hanyalah tatapan mendamba yang hanya ditujukan untuknya. Tidak ada keraguan sama sekali dalam raut wajahnya. Sekali lagi Evan merasa bahagia. Sungguh bahagia hingga dirinya rela mati saat ini juga untuk kekasih hatinya.
Moncong Evan bergerak mendekati wanitanya. Pria ular itu mengusak-usakkan kepala moncongnya di area sekitar leher Maya yang kini tertawa geli. Evan bersikap seperti seekor kucing yang menggesek-gesekkan kepalanya pada majikannya hanya ingin di manja. Dan itu membuat Maya merasa lucu dengan tingkah konyol sekaligus menggemaskan dari raja ular tersebut.
Evan begitu khitmad mengendus dan menikmati aroma tubuh Maya yang seakan menjadi candu untuknya. Evan menggilai kekasih hatinya itu. Tidak jarang juga Evan menjulurkan lidahnya dan menjilat tubuh Maya untuk merasakan kehangatan dari tubuh wanitanya yang selalu berhasil menenangkan hatinya. Melakukan itu membuat Evan semakin merasa yakin bahwa Maya adalah kekasihnya yang nyata. Kekasih yang selama ini ditunggunya. Kekasih yang selama ini diimpikannya selama bertahun-tahun masa hidupnya dalam penantian yang begitu panjang. Mendengar detak jantungnya membuat Evan merasa begitu bahagia.
Maya menggerakkan kedua tangannya dengan sensual, mengelus tiap bagian yang bisa dijangkaunya dari wujud ular Evan seakan ingin mengundang Evan untuk bermain lebih. Dan itu berhasil. Jiwa Evan semakin b*******h untuk mencumbu wanitanya dengan lebih intens. Maya selalu pintar menggodanya dan Evan tidak akan pernah bisa menolaknya. Untuk apa menolak tubuh sexy milik kekasih hatinya yang bagaikan sebuah maha karya besar ciptaan Tuhan.
Jilatan panjang dari lidah ularnya kini berubah menjadi jilatan intens dari lidah manusianya. Evan mencumbu seluruh bagian sisi dari leher jenjang Maya. Menjilat, menggigit dan menghisapnya hingga menimbulkan bercak-bercak merah di bagian tersebut. Perbuatan ular itu membuat desahan wanitanya terdengar sensual. Moncong besar Evan kini mengecil dan membentuk sebuah hidung tajam bak pahatan patung Eropa yang begitu memukau. Garis wajah Evan membentuk sempurna dengan mata besar dan tajamnya yang kini menatap lekat wanitanya. Begitu memuja. Rambut hitam Evan terlihat acak-acakkan dan itu semakin membuatnya terlihat sexy sekaligus liar. Hanya memandang wajah Evan yang begitu tampan dan mempesona saja selalu berhasil membuat Maya membasah di bawah sana. Berbagai macam adegan liarnya bersama ular itu sudah terpatri dalam otaknya. Maya tidak sabar untuk melakukan semua adegan itu bersama Evan, pria tampan miliknya. Dan Evan menyadari itu. Seringainya semakin timbul ketika melihat gelagat gelisah dari wanitanya. Pria itu lalu mengubah wujud ularnya menjadi manusia sepenuhnya untuk memuaskan hasrat kekasih hatinya. Dan lalu mereka menghabiskan pagi itu dengan bergulat di ranjang seharian.
.
.
.
Jiwa manusia Evan membuka matanya malas. Pria itu terbangun dari tidurnya ketika merasakan pergerakan kecil dari lengan Elena, gadis yang saat ini berada dalam belitan tubuh ularnya semakin menguat dan mencekik leher kepalanya dengan erat dalam tidur pulasnya. Evan sedikit tertegun dengan tingkah gadis itu. Semalam dirinya setengah mati menolak wujud ularnya. Dan lihatlah saat ini, gadis itu memeluk erat tubuh ularnya seakan tidak mengijinkan dirinya pergi. Manusia benar-benar penuh dengan kemunafikan.
Evan merasa risih sendiri dengan sentuhan gadis itu. Disentaknya bagian tubuhnya agar terlepas dari jeratan lengan Elena. Evan sedikit memberi jarak dari tubuh Elena dengan moncong ularnya. Pria itu masih merasakan kantuk karena merasa tidurnya yang begitu singkat. Namun jiwanya kembali tertegun ketika melihat waktu yang sudah semakin menjelang siang. Evan terlambat memulai harinya seperti biasa. Meski harinya dimulai hanya sekadar berjemur di pagi hari, bermalas-malasan tanpa ada kegiatan yang berarti namun tetap saja pria ular itu merasa sesuatu telah berjalan tidak semestinya. Dan jadwal kegiatannya telah berubah sejak kedatangan gadis kecilnya ini.
Evan yang sehari-harinya hanya melingkarkan tubuhnya, berjemur di bawah terik matahari, bermalas-malasan dan menyatukan diri dengan alam kini mulai lebih sering bergerak meski hanya sekedar memberi pelajaran pada pelayan barunya. Sering mendecakkan lidahnya karena ulah pelayan tidak tau dirinya. Dirinya yang sudah mendalami ratusan tahun bertapa mengumpulkan ilmunya hingga puncak tertinggi dan berhasil menjadikannya raja dari segala ular, dirinya yang sudah melalui ratusan tahun bertapa menahan diri, berpuasa dan selalu menjaga ketenangan dan kewibawaannya demi mendapatkan wujud manusianya, kini tanpa sadar menjadi tidak terkendali menahan emosinya menghadapi tingkah pelayannya yang sering membuatnya kesal.
Lihatlah sekarang. Melihat wajah polos gadis itu yang masih terlihat pulas dalam tidurnya saja sudah membuat Evan menahan kekesalannya. Bagaimana bisa seorang pelayan bisa tidur nyenyak hingga melewatkan rutinitas paginya. Selain lamban ternyata gadis itu juga pemalas. Bertambah lagi alasan Evan untuk membencinya.
Pria ular itu mendecakkan lidahnya lagi. Lihat kan. Bertemu dengan gadis itu membuatnya menjadi sering mendecakkan lidahnya. Bahkan menghadapi Jimmy saja dirinya tidak separah ini. Jika dipikir-pikir sepertinya gadis itu akan terlihat cocok jika bertemu dengan teman serigalanya itu. Mereka sama-sama berisik dan menyebalkan. Memikirkan hal itu membuat Evan tiba-tiba merindukan teman serigalanya itu. Apa kabar dirinya? Bagaimana pria itu melewati malam pesakitannya. Sudah sekitar semingguan ini pria itu pergi untuk kembali pulang dalam packnya. Hahh Evan tidak menyangka dirinya akan merindukan teman serigalanya itu. Jiwa manusia Evan terkekeh geli.
Saat ini Evan harus memulai harinya kembali meski rasa kantuk masih menyerangnya. Ini pasti karena semalaman harus menghadapi gadis itu sehingga mengurangi jadwal tidurnya seperti biasa. Jiwa manusia Evan menguap lebar ketika rasa kantuk kembali menyerangnya. Otomatis membuat wujud ularnya membuka moncongnya lebar-lebar. Namun gerakan itu tidak bertahan lama ketika moncongnya mendadak dipaksa menutup dengan tekanan kuat.
"Kyaaa! Apa yang kau lakukan? Kau ingin memakanku di saat aku sedang tertidur ya kan. Jawab aku! Dasar ular, kau benar-benar tidak bisa dipercaya!"
Teriakan Elena berhasil mengusir rasa kantuk Evan dalam sekejap saja dan berganti dengan kekesalannya yang kembali memuncak. Terlebih ketika dengan seenaknya gadis itu menekan kuat moncongnya untuk kembali menutup seperti sebelumnya.
"Apa yang kau lakukan gadis tengik!" geram Evan.
"Kau yang melakukan apa Tuan ular. Aku tidak menyangka kau akan benar-benar menyerangku di saat aku tertidur seperti tadi. Kau ingin merusak perjanjian kita ha." seru Elena. Gadis itu berusaha melepaskan diri dari belitan Tuan ularnya yang mulai mengendur dengan tetap menumpukkan kedua telapak tangannya menahan moncong Evan yang sesaat tadi membuka lebar. Setelah berhasil lepas gadis itu segera turun dari ranjang dan berlari menjauh dari ular itu.
"Jangan bodoh. Aku tidak berselera memakan wajah bodohmu yang penuh dengan air liur seperti itu." sindir Evan. Ucapan pria itu berhasil membuat Elena sontak bergerak mengelap sekitaran mulutnya dengan gugup.
"Jangan mencoba mengelak kau. Aku jelas-jelas melihatmu membuka mulut lebar-lebar." tuduh Elena. Gadis itu tetap bersikeras dengan apa yang ada dalam pikirannya. Dan itu membuat jiwa manusia Evan memutar bola matanya jengah.
"Aku hanya sedang menguap tadi. Jangan berlebihan." jawab Evan malas.
"Kau yang berlebihan. Mana ada ular menguap. Jangan membodohiku!"
"Hahhh terserah kau saja. Dan kau fikir kau siapa di sini. Seenaknya tidur sampai tengah hari tanpa melakukan tugasmu hah. Nyatanya kau memang ingin dimakan bukan." ketus Evan. Elena memelototkan tidak percaya saat reflek menatap cuaca di luar yang sudah begitu terik. Tapi meski begitu tidak menghapus tuduhannya terhadap ular itu.
"Tetap saja kau memang berniat ingin memakanku bukan."
"Sudah cukup. Pelayan tidak tau diri sepertimu benar-benar minta diberi pelajaran rupanya. Siapkan air mandiku sekarang. Aku butuh merilekskan tubuhku."
"Kau ingin mandi? Apa aku harus menyiapkan sabun juga sikat giginya?" tanya Elena yang kembali meragu. Tuan ularnya juga butuh mandi. Apa itu berarti semua alat mandi di dalam memang dikhususkan untuk Tuan ularnya?
Evan hanya melirik remeh ke arah gadis itu dan mendekat. Warna bola mata Evan mengecil memunculkan mata ularnya yang terlihat siap menerkam mangsanya. Evan menatap tajam gadis itu dan memberinya sedikit tekanan untuk membuat Elena mengerti posisinya yang bagai seekor tikus dihadapan dirinya. Kapan pun dirinya bisa merenggut nyawa Elena jadi seharusnya gadis itu tidak bermain-main dengannya lagi. Evan menjawab pertanyaan Elena beserta desisannya.
"Ya, siapkan itu semua beserta wewangian. Perlu kutekankan sekali lagi bahwa kau pelayan di sini. Layani aku sebagai tuanmu sendiri. Aku tidak suka dipandang sebelah mata sebagai ular biasa. Turuti perintahku dan nyawamu aman di tanganku. Ingat itu." Desis Evan dengan penuh penekenan juga sedikit tambahan aura buasnya. Elena merasa membeku di tempat tanpa bisa mengindahkan pandangan matanya dari bola mata ular Evan yang menakutkan. Tubuhnya bergetar dengan keringat dingin membasahi pelipisnya. Elena hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Bagus. Sekarang lakukan tugasmu. Ah, setelah itu tunggu aku di dalam. Mandikan aku dan gosok tubuhku hingga bersih, pelayan."
Mendengar titah Tuannya membuat tubuh bergetar Elena seketika melemas.