Curiga

1720 Words
Erden pulang tepat pukul 9 malam. Rekor bagi vampire datar itu pulang terlambat hari ini. Tidak saja Erden tau kalau kedua sahabatnya sudah sangat mengkhawatirkannya sedari tadi. Bukan berlebihan, hanya saja mereka takut kalau Erden akan berbuat di luar kendali. Kaza dan Teo baru saja akan masuk ke dalam mobil saat mobil Erden datang dan menghentikan pergerakan mereka. "Kalian, sedang apa di sini?" tanya Erden bingung. Mereka bertiga bukanlah anak-anak muda yang suka menghabiskan waktu malamnya di luar rumah. Karena selain tidak mempunyai teman yang lain, mereka terlalu nyaman berada di rumah daripada di luar sana. Blam! "Dasar vampire sialan! Kemana saja kau? Kau membuatku cemas kau tau!" teriak Teo setelah membanting pintu mobil dengan keras. "Calm down dude. Kau membuatku seperti anak kecil saja." jawab Erden santai berjalan menuju pintu utama. Teo kembali berdecak kesal. Ada sedikit rasa menyesal di hatinya karena sudah mengkhawatirkan Erden. "Lagipula aku sudah mengatakan akan pulang terlambat pada Kaza. Untuk apa kau masih seheboh ini?" lanjutnya sembari membuka pintu. Teo beralih menatap Kaza meminta penjelasan. "Hey. Aku tak akan berfikir kalau kau akan pulang larut begini. Aku pikir kau berbuat__" "Aku belum berbuat apa-apa tenang saja. Tidak adil jika membuat dia langsung tiada." ucap Erden cepat memotong ucapan Kaza. Teo dapat bernafas lega mendengarnya. Bukannya tidak ingin Erden balas dendam. Dia hanya terlalu cemas dengan apa yang akan Erden lakukan. Teo tidak ingin Erden tergesa-gesa dan gegabah yang berakhir dengan mencelakai dirinya sendiri. Mereka akhirnya ikut masuk dan bergabung dengan Erden yang sudah lebih dulu duduk di sofa ruang tamu. "Kau tidak merencanakan yang aneh-aneh bukan?" tanya Kaza tak membuat Erden membuka mata untuk menatapnya. "Aku tidak mengerti kata aneh di kalimatmu." jawab Erden. "Apa yang ingin kau lakukan padanya?" kini Teo yang bertanya. Mereka tau, Erden tidak pernah membuat rencana yang tidak diluar logika. Semua rencananya membuat mereka ternganga sekaligus tidak habis pikir. "Kenapa kalian bertanya seperti itu? Ayolah, aku tidak akan macam-macam." ucap Erden akhirnya menatap mereka berdua bergantian. "Kau selalu mengucapkan itu dan setelahnya hal di luar nalar yang kau lakukan." cibir Teo membuat Erden memutar bola matanya malas. "Apa ucapanku tadi kurang jelas?" tanya Erden. "Aku tidak akan membiarkannya pergi dengan tenang. Kalian masih belum mengerti?" lanjutnya. Teo dan Kaza menghembuskan nafas panjang. Erden tipikal orang yang akan bercerita di saat yang tepat. Jadi dari pada memaksa, lebih baik mereka menunggu Erden saja untuk bercerita dengan suka rela. "Baiklah. Jika kau memerlukan bantuan, kau bisa mengatakannya kapan saja." ucap Teo bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya. "Besok pagi aku tidak memiliki jadwal apa-apa. Aku ingin membawa kalian pergi ke suatu tempat." ucap Erden lantang agar Teo juga dapat mendengarnya. "Jika kau membawaku ke hutan, aku tidak mau membantumu lagi." ucap Teo sebelum benar-benar masuk ke dalam kamarnya. "Ck. Anak itu." "Hey bocah! Sopan sedikit padaku, aku lebih tua darimu kau mengerti!" teriak Erden kesal. "Sudahlah jangan berteriak malam-malam begini. Istirahat lah, kau pasti lelah." ucap Kaza dan Erden hanya mengikutinya dan berjalan menuju kamarnya dengan lesu. "Hah, aku merasa punya anak saja." ucap Kaza melihat Teo dan Erden yang tidak pernah akur. • • • • Seperti ucapan Erden malam tadi yang mengatakan akan membawa mereka ke suatu tempat, maka dari itu mereka sedang bersiap-siap sekarang. Mengenakan pakaian santai ala anak muda zaman sekarang. Terlihat cocok dan pantas untuk mereka bertiga yang memang jarang berpakaian seperti ini. Tentunya dengan kadar ketampanan yang semakin meningkat. "Ck. Kau ini, apa tidak ada warna lain? Aku bosan melihat warna bajumu yang serba hitam itu." protes Teo saat melihat tampilan Erden. "Lalu kau? Setiap hari tidak lepas dari headphone, apa saat mandi kau juga memakainya?" balas Erden menunjuk headphone putih yang tentunya pemberiannya. "Setidaknya hidupku tidak monoton sepertimu. Kau membosankan." ucap Teo lagi mencibir. "Apa kau bilang!" "Sudahlah. Apa kalian tidak bisa berhenti bertengkar? Aku pusing mendengarnya setiap hari." lerai Kaza menatap keduanya kesal. Lama-lama dia akan pergi sendiri dari rumah ini. "Dia dulu yang memulai. Jangan menyalahkanku." ucap Erden menunjuk Teo. Teo tentu tidak terima disalahkan. Tapi apa daya jika Kaza sudah lebih dulu melotot padanya untuk tidak membalas ucapan Erden dan berakhir kembali bertengkar. "Ya ya. Yang waras memang selalu mengalah." gumam Teo yang masih bisa di dengar jelas oleh Erden. "Sudah. Ayo pergi." Kaza lebih dulu mendorong Erden untuk keluar menuju mobil sebelum Erden membalas ucapan Teo. Akhirnya mereka berangkat berkat paksaan dan kesabaran Kaza, walaupun tadi juga sempat berdebat siapa yang akan duduk di depan, di samping Kaza yang mengemudi. Dan Erden pemenangnya, dengan dalih sebagai penunjuk jalan. Yaa, terserah saja, yang penting mereka sudah berangkat sekarang. Memakan waktu sekitar 30 menit lebih, dan di sinilah mereka sekarang. "Mall?" ucap Teo bertanya. Erden membawa mereka ke pusat perbelanjaan itu, untuk apa? "Kau tidak salah? Untuk apa ke Mall?" tanya Teo lagi. Mereka masih di dalam mobil omong-omong. "Aku dengar banyak spot memancing di sana. Bagaimana kalau kita bertaruh mendapatkan banyak ikan." ucap Erden dengan wajah datarnya. Kaza terkekeh mendengarnya sedangkan Teo hanya mendengus kesal. "Ck. Aku ragu kalau kau benar-benar seorang hacker. Hal sepele saja kau masih bertanya." lanjutnya membuat Teo semakin menatap tajam padanya. "Jangan mulai lagi. Ayo turun." ucap Kaza memilih keluar dari mobil. Mereka berdua hanya mengikuti setelah sebelumnya saling melempar tatapan tajam. Mereka masuk dan lagi-lagi menjadi pusat perhatian para pengunjung di sana. Seakan mereka bertiga lebih menarik daripada apa yang ada di Mall itu. "Ini yang aku tidak suka di tempat ramai." ucap Kaza mendengus pelan. "Biarkan saja selagi mereka tidak berbuat yang macam-macam." ucap Erden santai sambil melihat kesana kemari seperti sedang mencari sesuatu. "Teo, kau membawa ipadmu?" tanya Erden dan Teo mengangkat ipad yang sedari tadi berada di tangannya. "Retas semua cctv yang ada di sini." ucap Erden setelahnya. "Untuk apa?" tanya Teo. "Aku malas berkeliling. Jadi kita lihat toko baju dari sana saja." jawab Erden enteng membuat Teo berdecak kesal. Alasan macam apa itu? Teo terus mendumal namun tetap melakukan apa yang Erden ucapkan. Dia juga lelah kalau harus berkeliling mencari toko baju di Mall yang luas ini. Sebenarnya mereka tidak perlu mencari karena ada banyak toko yang tersebar di sana. Dan itulah masalahnya, mereka tidak mungkin memeriksa satu persatu toko dan berakhir dengan tidak memilih satu barang pun. "Kau ingin membeli baju? Tumben sekali. Biasanya kau menyuruh orang." ucap Kaza tampak heran. Erden mengedikkan bahu acuh. "Aku hanya sedang bosan di rumah." jawabnya. "Ini, lihatlah." ucap Teo memberikan ipad itu pada Erden. Erden melihatnya. Teo cukup cerdik dengan hanya meretas cctv di beberapa toko baju pria. Itu memudahkan untuk memilih tempatnya. "Di sini terlihat bagus." Erden menunjuk satu toko. "Coba kau cari tau di mana toko itu." perintah Erden yang lagi-lagi hanya di turuti oleh Teo. "Setelah ini kau harus memberikanku kartu kreditmu. Aku akan menguras semua isinya." ucap Teo mengutak atik ipad itu dengan cepat. Mereka terus berjalan sambil menunggu Teo selesai dengan pekerjaannya. Dan entah bagaimana caranya mereka dapat menemukan toko itu berkat Teo. Entah apa yang hacker itu lakukan pada ipadnya sehingga bisa menemukan jalannya. Memilih beberapa potong baju yang mereka suka, lalu beralih ke tempat aksesoris, selanjutnya membeli sepatu dan barang-barang lainnya. Sebenarnya yang benar-benar belanja di sini hanyalah Erden sedangkan Teo dan Kaza hanya sesekali memilih dan membelinya. Mereka heran dengan tingkah Erden hari ini. Erden bukanlah orang yang mau susah paya berjalan kesana kemari hanya untuk memilih satu barang untuk di beli. Entah apa tujuan vampire muda itu membeli semua ini, yang jelas pasti ada sesuatu yang sedang Erden rencanakan. "Hah, aku lelah. Bisakah kita berhenti sekarang?" keluh Teo berhenti melangkah. "Apa kau sudah selesai? Kau sudah membeli banyak barang hari ini. Kau aneh, sungguh." sambung Kaza. Erden yang melihat Teo kelelahan merasa kasihan juga. "Ya sudah. Ayo kita pulang. Aku pikir ini sudah cukup." ucap Erden mengangkat tas belanjaannya di kedua tangannya. "Itu sudah seharusnya. Barang belanjaanmu melebihi seorang wanita kalau kau mau tau." ketus Teo lalu berjalan lebih dulu pergi dari sana. "Anak itu menjadi sensitif sekali akhir-akhir ini." gumam Erden memberi komentar tentang sikap Teo. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Erden menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Mall. Kaza tentu bingung, begitupun dengan Teo . "Ada apa? Masih ada yang ingin kau beli?" tanya Kaza akhirnya. Erden tak menjawab dan mulai berjalan sambil terus mencari-cari sesuatu. "Erden, kau kenapa? Kau mencari sesuatu?" tanya Teo semakin bingung dengan tingkah Erden. Namun Erden juga tidak kunjung menjawab dan malah terus berjalan. Kaza yang mulai jengah menarik kuat lengan Erden membuat sang empu terhenti. "Ada apa denganmu? Apa yang sedang kau lakukan sebenarnya?" kesal Kaza. Mereka terlihat seperti orang bodoh yang kehilangan arah di sana. "Kaza." ucap Erden menatap Kaza. "Aku menangkap frekuensi bangsaku di sini." lanjutnya sukses membuat Kaza dan Teo terkejut. Bertahun-tahun mereka bersama tapi mereka tidak menemukan adanya keberadaan vampire lain di manapun. Dan apa yang Erden katakan tadi? "Ada vampire lain di sini. Aku yakin. Sangat yakin." ucapnya lagi kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Mall. "Tapi__kita tidak mungkin mencarinya di Mall seluas ini. Di sini juga banyak manusia, Erden." ucap Kaza dan Erden memang menyetujuinya. Tapi bagaimana jika vampire ini berniat jahat? Itu akan semakin berbahaya. "Cari. Aku masih menangkap frekuensinya. Dia pasti di sekitar sini." ucap Erden tetap bersikeras mencarinya. Mereka kembali berkeliling mengikuti Erden, berbekal sebuah bunyi nyaring yang Erden tangkap di pendengarannya. Bunyinya terkadang terdengar nyaring dan kadang melemah. Itu artinya si vampire berpindah-pindah tempat. Apa vampire itu juga menyadari keberadaannya? "Erden, ini tidak membuahkan hasil." lagi Teo mengeluh. Dia sangat lelah saat ini. Mereka berhenti melangkah, tapi Erden terus mengedarkan pandangannya kesana kemari. Dan Erden semakin bersemangat kala bunyi nyaring itu terdengar semakin dan bertambah nyaring. Itu artinya dia berada dekat dengannya. "Erden." seseorang memanggilnya dari arah belakang membuat Erden berbalik. Bunyi itu tiba-tiba berhenti. Tidak lagi terdengar. Sama sekali tidak terdengar. "Steven." ucap Erden pelan. Erden mengalihkan tatapan pada teman-teman Steven yang lain, yang dulu pernah dia temui. "Kau di sini juga? Bersama siapa?" tanya Steven. Erden tampak terdiam. Sekali lagi dia menatap intens Steven dan teman-temannya bergantian. Seakan mencari tau siapa di antara mereka yang memiliki frekuensi tersebut. "Ah, ya. Ini, mereka saudaraku." ucap Erden menunjuk Kaza dan Teo. "Wah, Erden." Lagi panggilan seseorang membuat atensi mereka teralihkan. "Profesor Martin, Leora." ucap Steven menatap mereka bergantian. Erden hanya diam. Bolehkah Erden mencurigai salah satu dari mereka? • • • •
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD