Kumandang azan subuh terdengar tak jauh dari rumah Amanda, letak masjid yang hanya menyeberang jalan utama menyebabkan suaranya sangat jelas menyapa telinga. Panggilan sholat itu membangunkan kembali jasad-jasad yang tadi sempat menjadi penghuni tempat-tempat istirahat, tetapi tidak semua orang bersiap menjalankan kewajibannya, manusia-mansia yang lalai seolah tak peduli dengan azan itu dan melanjutkan tidurnya yang dipeluk jin.
Suara ketukan pintu kamar terdengar lumayan keras, suara itu berulang sampai beberapa kali namun orang yang ditujunya di dalam kamar tak kunjung memberikan respons.
“Manda, ayo bangun sholat Subuh, sudah jam 5 lewat,” kata Bunda tanpa menyerah sambil mengetukkan tangannya ke daun pintu.
Entah sudah berapa kali dia membangunkan anak gadisnya itu yang selalu tak bisa bangun sholat Subuh. Penyebabnya sederhana biasanya dikarenakan Amanda yang selalu tidur telat karena menulis n****+ online miliknya. Pernah perempuan itu mengingatkan anak gadisnya untuk tidak selalu tidur larut karena khawatir anaknya jatuh sakit tapi Amanda memberikan alasan yang tak bisa dibantah oleh Bundanya.
“Manda, ayo dong bangun Subuh, sampai kapan kamu enggak mau bangun?”
Perempuan itu menghela napas, dia hampir merasa putus asa dengan tidak adanya tanggapan dari dalam. Entah jam berapa anak gadisnya itu tidur semalam karena ada teman mengobrol, dia tidak sempat menemani karena terlalu lelah.
Dia teringat sesuatu, bukankah semalam Arios izin untuk menginap? Itu berarti anak muda itu belum bangun sholat Subuh. Mungkin sebuah ide bagus membangunkan anaknya dengan menggunakan nama pemuda itu. Perempuan itu tersenyum karena menemukan sebuah ide yang cukup brilian.
“Amanda, ayo bangun Subuh,” kata Bunda sambil mengetuk pintu kamar anaknya lagi kali ini lebih keras dari sebelumnya. “Temanmu, Arios belum ada yang membangunkan tuh, Bunda enggak enak membangunkannya.”
“Amanda, ayolah bangun.”
Akhirnya perempuan itu menghentikan apa yang dilakukannya karena anaknya itu sepertinya bergeming dan sangat susah sekali dibangunkan. Ini berarti harus mengganti strategi, dia akan menggunakan Arios untuk membangunkan anaknya, tapi apakah sopan membangunkan tamunya untuk alasan itu? Sopan atau tidak sopan tetap harus dilakuakannya karena pemuda itu pun harus bangun untuk menjalankan kewajibannya sebagai muslim.
Bunda mengayunkan langkahnya menuju ke ruang tamu di mana anak muda itu menginap, Arios tidur di atas sofa karena memang tidak ada lagi ruangan yang bisa ditempatinya untuk tidur. Rumah yang bisa dibilang minimalis itu hanya ada 2 kamar tidur saja dan sudah digunakan untuk Bunda dan Amanda.
Terdengar pintu kamar terbuka, seorang gadis gempal terlihat menyembul dari sana. Bunda menghentikan langkahnya lalu berbalik kembali menuju ke kamar Amanda.
“Apa’an sih, Bun? Aku kan telat banget tidurnya.”
“Subuh dulu, Sayang. Nanti kesiangan.”
“Malas ah, Bunda. Masih ngantuk ni, dingin lagi.”
“Ayo, jangan malas,” kata perempuan itu menarik tangan anaknya hingga melewati ambang pintu kamarnya. “Setelah kamu sholat bangunkan Arios, dia juga belum Shubuh.”
“Arios?” Amanda mengerutkan dahinya mendengar kalimat yang diucapkan oleh Bundanya.
“Iya, teman kamu yang menginap.”
“Kak Arios maksudnya, Bun?”
“Iya, bangunkan dia.”
“Kak Arios menginap, Bun?”
“Astaghfirullah, Manda. Kamu kan yang semalam menemani dia mengobrol sampai larut, masa enggak tahu kalau dia menginap?”
“Eh iya, Bun” kata gadis bertubuh gempal itu sambil nyengir kuda.
Sebenarnya dalam benak gadis itu masih bertanya-tanya, benarkah Kak Arios menginap? Ternyata dia tadi bukan bermimpi, Kakak kelas pujaan hatinya itu benar-benar menginap di rumahnya. Sungguh suatu hal yang manis sekali.
“Eh dia malah bengong, cepat sholat sana, Manda.”
Kalimat orang tua satu-satunya itu membuyarkan dialog imajiner gadis bertubuh gempal itu, dalam hatinya dia tersenyum. Kaki Amanda melangkah menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Dua rakaat Subuh diselesaikan dengan cepat oleh Amanda karena otaknya tak bisa khusyu dengan ibadah yang sedang dilakukannya, dia selalu terbayang dengan sosok Kakak kelas pujaannya yang sedang tertidur di atas sofa ruang tamu.
Setelah menggunakan pakaian yang baru diambilnya di lemari, gadis bertubuh gempal itu menghampiri Arios yang masih berkemul selimut warna pink di atas sofa.
“Dalam keadaan tidur saja Kakak setampan ini apalagi sedang terbangun aku enggak kuat rasanya mengendalikan perasaanku ini, Kak. Aku enggak keberatan besok Kakak menginap lagi, Kak, tapi jangan lupa besok Kakak harus bangun lebih dahulu untuk membangunkanku Sholat Subuh dan jadilah imamku. Sebelum menjadi Imam dalam rumah tangga Kakak belajarlah menjadi Imam sholatku karena nanti suami lah yang akan mempertanggung jawabkan isterinya di hari akhir,” kata Amanda dalam hatinya sambil memandangi wajah Arios yang masih terpejam.
“Manda, ayo bangunkan Arios, nanti kesiangan sholat Shubuh,” kata Bunda dari dapur.
Kalimat perempuan itu membuyarkan dialog imajiner dalam benak gadis bertubuh gempal itu. Amanda terkesiap dan segera melangkah mendekat sosok berkemul itu. Tangan gadis itu menyentuh bagian tubuh Arios yang ditutupi selimut.
“Kak,” kata gadis itu sambil menggoyangkan tubuh Arios. “Kak, bangun, sholat Subuh dulu.”
Amanda mengulangi kembali apa yang dilakukannya tadi karena tidak ada respons dari Kakak kelas pujaan hatinya itu.
Setelah tiga kali melakukannya, barulah tubuh Arios bergerak. Matanya mengerjap dan membuka perlahan melihat sosok yang membangunkannya. Awalnya dia agak terkejut karena tidak seperti biasanya dibangunkan oleh suara perempuan, padahal biasanya adalah suara berat ayahnya.
“Bangun, Kak, ayo sholat Shubuh dulu,” kata gadis bertubuh gempal itu seraya menyematkan senyum tipis di wajahnya.
Arios mengucek matanya lalu melihat jam tangannya, dia lalu duduk sambil melanjutkan mengucek matanya.
“Alhamdulillah Subuh juga akhirnya,” kata pemuda itu sambil berdiri. Mata pemuda itu menatap wajah Amanda. “Di mana tempat wudhunya, Manda?”
“Di sana, Kak,” kata gadis bertubuh gempalm itu sambil menunjuk sebuah kamar yang ada di samping dapur. “Nanti wudhunya di kamar mandi, ada sandal jepit di depan kamar mandi.”
“Oke, thanks you,” kata pemuda itu sambil melangkahkan kakinya perlahan.
Sebelum tiba di kamar mandi, pemuda itu berpapasan dengan Bundanya Amanda, perempuan itu membawa sebuah baki yang berisi dua gelas teh panas dan goreng pisang.
“Bun?” sapa pemuda itu sambil berusaha menghadirkan senyum di wajahnya.
Bunda membalas senyuman anak muda itu sambil mengangguk, dia menuju ke ruang tamu. Amanda membantu orang tua satu-satunya itu dengan meletakkan teh dan gorengan itu ke atas meja yang ada di depan sofa di mana tadi Arios tidur.