[1] Tarif Satu Malam

1609 Words
"Aku udah bilang, kan? Sejak hari di mana undangan pernikahan Kak Kean nyampe di aku, sejak saat itu hubungan kita berakhir dan nggak bisa dibalikin jadi kayak dulu lagi." "Len ...." "Dan bukannya aku nggak mau karena status duda, ya. Duda mana pun aku oke aja, asal bukan Kak Kean orangnya!" tandas Marlena. Menikam sang mantan dengan sorot mata tajam dan ucapan telak dari bibirnya. Sampai sini paham? Laki-laki itu yang dulu kekasihnya, yang membuat janji dua tahun lagi akan menikah dengannya. Namun, belum genap dua tahun, undangan pernikahan atas nama Kak Kean tiba di Lena. Kebayang betapa hancurnya dia saat itu? Meski masih seorang gadis SMA, tetapi ditinggal nikah sama pacar yang kondisi hubungannya sedang baik-baik saja, kan, tetap terasa menyakitkan. Anak SMA juga punya hati dan perasaan. Oh, atau dulu Lenanya saja yang kurang peka? Yang menganggap baik-baik saja, padahal setelah Kak Kean beres KKN, intensitas chat dan video call mulai jarang. Tak lama setelahnya, undangan nikah itu datang. Lena hanya berpikir bahwa seorang mahasiswa itu punya kesibukan yang level sibuknya melebihi siswa biasa semacam dirinya. Sesederhana itu, se-positive thinking itu, pada seorang laki-laki yang mencabik-cabik kepercayaannya. So, Lena melenggang, gegas memasuki mobil yang saat itu sedang berhenti di depan gerbang rumahnya. Membuat seseorang yang duduk di jok kemudi menoleh menatapnya. "Bisa langsung jalan aja nggak, Pak?" Ya, bisa. Namun, masalahnya .... "Saya lagi nunggu abang kamu." Itu Pak Wili! Dosen di kampus Lena sekaligus kawan abangnya, Bang Genta. Lena sudah asal masuk ke mobil pria ini, asal bisa selamat dari sosok Kean Panji Pangalila. Ini menyangkut harga diri dan martabatnya juga sebagai seorang wanita berkelas versinya; yang ditinggal nikah, terus dikejar lagi buat balikan sama si dia ketika sudah bercerai, Lena nggak sudi! Demikian cara Lena mempertahankan harga diri, menjunjung gengsi lebih tinggi, meski jujur ... hati masih suka melemah. "Plis, Pak. Jalan dulu, ya? Sampe depan aja, udah. Yang penting jalan." Sialnya kenapa harus Pak Wiliam Budiman, sih?! Namun, Lena mesti bersyukur juga karena dengan begini, bisa saja Kak Kean mengira dirinya sudah ada pengganti, tampak sedang dekat dengan laki-laki. Pak Wili mendengkus. Rautnya garang sekali, asli! Dan di kampus, Lena paling takut sama dosen killer ini. Namun, sekarang urgent! Pun, status Pak Wili di luar kampus, kan, adalah teman main Bang Genta. Jadi, bodoh amatlah! Asal selamat dulu saja sekarang. Pak Wili melajukan mobilnya, Lena berterima kasih dan .... "Nanti aku balas kebaikan Bapak ini." Kerlingan mata Pak Wili meremehkannya. Iya, sih, mau balas dengan apa? Daripada Lena, Pak Wili terbilang sudah punya segalanya. Uang, banyak. Sedangkan, paling Lena cuma bisa mentraktir cimol depan kampus atau yang paling elite ayam geprek, deh. Uang jajan yang diberi abangnya tidak akan cukup untuk membayar lebih dari harga ayam geprek. Soalnya biaya hidup Lena sendiri pun terbilang boros sejak ditinggal menikah waktu itu. Tahu, kan? Sebab kesal dan ingin balas dendam, minimal bisa bikin Kak Kean menyesal, Lena harus jadi lebih cantik dari siapa pun, khususnya dari perempuan itu. Lena jadi sering perawatan ke klinik kecantikan, skincare dan bodycare-nya juga tidak murah, ditambah buat beli pakaian dan lain-lain yang mendukung penampilan good looking-nya. Benar ternyata, cantik itu mahal! Hanya saja, Lena masih suka jajan sembarangan. Jajan khas mahasiswa di kampus, beli bakso bakar atau bakso kuah, paling rujak buah yang bisa dibilang jajanan sehat. Eh, eh, sebentar! Ini Lena diantar sampai depan kampus oleh Pak Wili. Apa nggak bahaya? "Makasih, Pak." Sesopan mungkin, pun menjulurkan tangan hendak menyalaminya khas murid pada guru, tetapi Pak Wili tidak menyambut juluran tangan Lena. Ya sudah. Lena langsung keluar saja. Mobil Pak Wili pun berlalu. Wah ... leganya! Luar biasa. Keluar dari mobil Pak Wili yang mencekam, Lena baru bisa bernapas lega sekarang. Di sana dia khawatir barang untuk bergerak sedikit, bahkan napas pun takut menyinggung Pak Wili barangkali suara napas Lena mengganggu. Segitunya! Yang ketika Lena berbalik hendak masuk area kampus, detik itu juga dia terkejut oleh sosok Zeedan, sahabatnya yang nyeletuk, "Ini gue gak salah liat, nih?" *** Perkenalkan, ini Marlena Utama. Orang tuanya sudah tiada, dia dirawat dengan sepenuh hati oleh ketiga kakaknya dan mereka semua laki-laki, yang malah sering membuat Lena jadi bungsu rasa babu. Namun demikian, Lena punya orang tua kedua istilahnya. Yaitu Bu Mala, sahabat ibunya dulu yang merupakan tetangga sampai detik ini, yang mana anak laki-laki Bu Mala pun menjadi kakak sekaligus sosok spesial bagi Lena. Dia Kean Panji Pangalila. Si sialan yang mematahkan hati Lena sampai dia punya kenang-kenangan sepahit 'ditinggal nikah sama ayang.' Lupakan! Sekarang Lena sudah berusia 21 tahun, sudah melewati masa patah hatinya itu, sekitar tiga tahun lalu kejadiannya. Akan dia anggap sebagai sejarah pahit cinta monyet masa remaja. Waktu itu, undangan nikah Kak Kean tiba di tangan Lena. Meski jujur, kadang hati masih lemah, apalagi Kean masih tetap tampan, masih tetap terlihat mencintainya, dan konon pernikahan itu sudah berakhir di tahun ini, dengan ucapan bahwa Kean tak sekali pun menyukai wanita yang jadi pengantinnya dulu. Namun, secinta-cintanya Lena, segagal-gagalnya buat move on dari Kean, dia sudah bertekad tidak akan mau diajak balikan. Apa pun yang terjadi. Karena Lena telah menggadaikan harga dirinya di sana. Malah pengin balas dendam, ingin Kak Kean menyesal sudah membuatnya sekecewa itu. Lantas, hari ini .... "KKN rampung, ada KKM. Aelah, nasib mahasiswa semester tua!" "Bentar. KKM apaan, Len?" "Kuliah Kerja Magang, kan, Bang? Matkul setelah Kuliah Kerja Nyata." Lena sedang bicara dengan abangnya, Bang Gilang. Ini kakak nomor tiga. Mahasiswa S2, beda dua tahun sama Lena. Ya, Regilang Utama namanya. Lena mendengkus. Di kampus baru selesai dengan tugas-tugas akhir KKN-nya, makanya ini ada di rumah. Nah, setelah ini akan ada KKM, magang di suatu perusahaan. Sudah pasti Lena akan bertempat di perusahaan penerbitan. Dia kuliah jurusan Sastra Indonesia. "Oalah ... bukannya itu seru, ya? Mana tau bisa cinlok sama salah satu karyawan." Sambil ngeluyur Bang Gilang berkata demikian. "Eh, Len, bikinin teh, dong! Temen Abang udah datang." Tuh, kan! Apa Lena bilang? Dia ini bungsu rasa babu. "Monggo, Bang." Lena letakkan dua cangkir teh untuk mereka, yakni untuk Bang Gilang dan temannya. Aji senyum. For your information, kawan Bang Gilang ini tipe-tipe cowok gagal move on. Sayangnya, Lena sudah cuti pacaran, jadi dia menolak balikan. Di mana dalam hal ini, Bang Aji adalah mantan Lena sebelum dia pacaran dengan Kak Kean. Dulu sekali. Cinta monyet-monyetan, tetapi Bang Aji kayaknya naksir betulan sama Lena sampai sekarang. "Makasih, Len. Racikan tehnya enak." Dengan senyum paling menawan. "Cuma teh, kok." Lena pun hengkang ke dapur, simpan nampan. Eum .... Kalian pasti penasaran, memangnya keluarga Utama tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Tahu kenapa? Yap. Nanti akan Lena jelaskan, sekarang masuk kamar dulu, rebahan. Sayangnya, belum juga punggung cipokan lama dengan kasur, di luar Lena sudah dipanggil-panggil. "Len!" "Lena!" "Lena mana, Gil?" "Di kamarnya kali, Bang." "Lena?" Suara Bang Genta. Ah, ada apa, sih?! "Apa, Bang?" Lena buka pintu. "Oh ... itu tolong bikinin minum buat temen Abang. Tiga, ya. Yang satu rendah gula. Di teras!" Argh! Ini kejadian bukan yang pertama dan bukan sekali dua kali, asal you know. Lena geram, tetapi dia patuh, apalagi sama Bang Genta. Donatur nomor wahid. Uang jajan Lena paling besar, ya, dari Bang Genta ini. Seperti biasa, teh manis saja. Yang satunya manis jambu, alias teh rendah gula. Sudah pasti ini untuk Pak Wili. Ekhem! Adalah dehaman yang membuat Lena menoleh. Di tempatnya, sesosok tinggi besar berdiri di belakang Lena yang sedang meracik teh manis. Untung bukan makhluk astral! Bikin kaget saja. "Ada yang bisa aku bantu, Pak?" Benar sekali itu Pak Wili. "Genta bilang peralatan teknisi ada di dapur. Di sebelah mana?" Apa itu? Lena malah nggak tahu kalau di rumahnya ada peralatan teknisi. Dan lagi, teksnisi apa? "Di sebelah kulkas, Len! Ada boks di situ!" teriak Bang Genta dari kamar mandi. Buset! Lena pun menunjuk area tersebut. "Itu bukan, ya, Pak?" Dilihatlah isi boks itu oleh Pak Wili yang lalu bilang, "Benar. Terima kasih." Sebelum kemudian lelaki 30 tahunan itu kembali ke tempat di mana bokongnya mendarat tadi. Di teras. Ah, hari itu .... Bang Genta sedang quality time bersama dua sahabatnya: Mas Reinaldi dan Pak Wiliam. Katanya, Pak Wiliam Budiman ini sudah menikah, bahkan dua kali. Di kampus juga tersiar kabar begitu, ya, tetapi Lena tidak peduli. Sekali pun sosok Pak Wili itu tampan sekali, tubuhnya kukuh mumpuni, meski bulu-bulu halus di area rahang tumbuh bikin ngeri, tetapi kelihatannya tipe-tipe incaran buat dijadikan suami, Lena tetap tidak peduli. "Nih, Pak, tehnya." Teruntuk Pak Wili, setelah meletakkan teh untuk Bang Genta dan Mas Reinaldi. Di situ Genta mencibir adiknya. "Kamu tuh, ya. Pilih kasih. Rei sama Wili, kan, seumuran. Tapi manggilnya dibeda-bedakan." Sejak kapan? Tentu, sejak Lena jadi mahasiswa. Lagi pula Bang Genta ngapain berkomentar soal itu coba? Ah, yang benar saja! Mas Reinal tertawa. "Ya, beda dong, Gen. Gue awet muda, Wili ekspres menua. Haha!" Yang dikatai begitu, Pak Wili diam saja. Datar. Dia nikmati teh hangatnya. Lena, sih, sudah hengkang, bahkan melewati Bang Gilang dan Bag Aji yang genit. Genit bersiul-siul kepada Lena. Sementara itu .... "Rencana merit sama karyawan beda divisi ... jadi, Rei?" "Setelah ditolak sama adik lo, jadi dong, Gen. Biar nanti Lena diundang, semoga dia cemburu." Hell! Suara-suara mereka kedengaran sampai sini, menyeruduk gendang telinga Marlena. Membicarakannya. "Memangnya dia suka kamu?" Oh, siapa lagi kalau bukan suara Pak Wili? Lena mengangguki. Biar killer dan menyeramkan, tetapi Pak Wili itu ... apalagi waktu Lena asal masuk ke mobilnya, ehm, beliau 'manusia yang baik'. Kiranya begitu penilaian Lena atas sosok yang sedang berdiri di hadapannya hari ini, di sebuah kelab malam, dengan penampilan Lena yang merah merona baik gaun dan topeng di wajahnya. Lena tahu betul siapa laki-laki yang saat ini bilang, "Berapa tarif kamu satu malam?" Dia ... Wiliam Budiman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD