Salah Memilih Suami

1964 Words
Silla masih terdiam, sulit baginya mempercayai perkataan Tasya yang baru saja memberitahukan keburukan Ardo yang sama sekali tidak Silla ketahui. “Mustahil, mana mungkin Kak Ardo begitu,” ucap Silla seraya menggelengkan kepala. “Rumor itu sudah ramai kok. Ardo memang terkenal sebagai pria playboy. Dia sering gonta ganti pasangan, dan tentang dia yang menjalin hubungan dengan sekretarisnya juga sepertinya memang benar adanya.” “Kenapa kamu bisa seyakin itu, Tas? Mungkin saja kan itu hanya rumor tidak benar.” “Aku rasa itu bukan hanya sekadar rumor, Sil. Aku seyakin ini karena pernah melihat kedekatan Ardo dan sekretarisnya yang menurutku memang tidak biasa. Tidak normal layaknya pimpinan dan bawahannya.” “Kamu pernah melihat kedekatan mereka di mana?” Silla terus bertanya karena dia masih tak percaya dengan berita yang disampaikan temannya itu. “Perusahaanku dan perusahaan Ardo pernah terlibat kerja sama dalam sebuah proyek, waktu itu kami melakukan pertemuan. Ardo datang bersama sekretarisnya. Saat itulah aku melihat kedekatan mereka.” Silla diam seribu bahasa, dia tahu Tasya tak mungkin membohonginya atau mengarang cerita, tapi dia juga masih sulit mempercayai hal ini. “Sebenarnya waktu mendengar kamu akan menikah dengan Ardo, aku sempat tidak setuju. Aku ingin memberitahu kamu hal ini tapi tidak jadi karena aku ingat kamu menikah dengannya demi mengabulkan permintaan ibu Ardo yang sudah dekat denganmu dan sedang sakit keras itu.” “Ardo juga cinta pertamaku, Tas. Aku sudah menceritakan hal ini padamu, kan?” Tasya mengangguk, dia ingat Silla memang sudah menceritakan tentang hal ini pula padanya. “Aku rasa Ardo yang kamu kenal dulu sudah tidak ada lagi, Sil. Sekarang reputasinya benar-benar buruk jika berkaitan dengan wanita. Memang hal ini sulit untuk dipercaya, tapi kamu malam itu melihatnya sendiri kan waktu dia bersenang-senang dengan wanita panggilan di kelab. Bahkan kamu sendiri yang bilang teleponmu diangkat seorang wanita, artinya Ardo sedang bersama wanita itu, bukan?” Silla masih terdiam dengan kepala tertunduk, terlihat jelas raut sedih di wajahnya membuat Tasya iba dan merasa dia salah sudah memberitahu Silla hal ini. “Ini alasan lain aku tidak jadi memberitahumu tentang reputasi buruk Ardo, aku takut membuatmu sedih. Tapi setelah mendengar ceritamu tadi, aku jadi berpikir kamu harus tahu yang sebenarnya.” “Tas, bukan aku tidak percaya padamu karena aku tahu kamu tidak mungkin bohong padaku, hanya saja untuk masalah suamiku ini, aku baru akan percaya kalau melihatnya dengan mata kepalaku sendiri,” sahut Silla akhirnya bersuara. “Bukankah kamu sudah melihatnya sendiri waktu Ardo bermesraan dengan dua wanita di kelab?” “Maksudnya tentang Ardo yang menjalin hubungan dengan sekretarisnya, aku ingin membuktikannya dengan mata kepalaku sendiri, Tas.” Tasya mengangguk, dia paham maksud Silla kali ini. “Kalau kamu mau, bagaimana kalau kita ikuti Ardo ke kantornya? Kita perhatikan interaksi dia dengan sekretarisnya agar kamu bisa melihatnya sendiri. Aku bersedia mengantarmu jika kamu mau melakukan ini, Sil.” “Serius kamu mau menemani aku membuntuti suamiku, Tas?” “Tentu saja, apa sih yang tidak buat kamu, Sil.” Silla terharu bukan main mendengar Tasya yang begitu peduli padanya hingga bersedia menemaninya membuntuti Ardo di kantornya. “Tapi jangan lupa imbalannya, ya. Aku ingin ditraktir sama kamu. Belikan aku tas yang aku incar kemarin.” Tasya menyengir lebar di akhir ucapannya. Sedangkan Silla hanya memutar bola mata, sudah dia duga Tasya bersedia menemaninya karena menginginkan sesuatu. Namun, demi membuktikan rumor buruk tentang Ardo itu, Silla siap mengeluarkan uang banyak untuk membelikan Tasya tas yang diinginkannya itu. *** Sesuai dengan kesepakatan mereka berdua, Silla dan Tasya benar-benar datang ke kantor Ardo. Mereka bahkan rela tidak datang ke kantor masing-masing demi melakukan misi mengawasi gerak gerik Ardo dan sekretarisnya yang beredar rumor mereka menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih. “Apa kita perlu masuk ke dalam?” tanya Tasya yang mulai merasa bosan karena jika dihitung sudah hampir dua jam mereka diam di dalam mobil yang diparkir di dekat kantor Ardo. Tentu saja itu mobil Tasya karena Silla khawatir Ardo akan mengenalinya jika mengendarai mobilnya. “Jika kita masuk ke dalam kan kita bisa melihat langsung interaksi Ardo dan sekretarisnya.” “Jangan dong, Tas. Karyawan Ardo pasti tahu aku ini istrinya. Percuma dong misi membuntuti dan mengawasi ini jika Ardo tahu karena karyawan dia ada yang melaporkan kedatangan kita.” “Habis sampai kapan kita menunggu di sini, Sil,” gerutu Tasya yang sudah lelah dan bosan bukan main. “Tunggu sebentar lagi. Seharusnya jam makan siang akan segera dimulai.” Tasya memutar bola mata. “Sudah aku bilang seharusnya kita ke sini ketika jam istirahat, kita kan jadi tidak perlu menunggu lama di sini.” “Sudah, jangan cerewet. Sebenarnya kamu ikhlas tidak menemaniku?” Tasya pun tak berkomentar lagi, memilih diam karena dia tahu Silla yang keras kepala tidak akan mendengarkan perkataannya. “Ah, itu mereka,” ujar Tasya heboh ketika dia menatap ke arah kantor Ardo dan tidak sengaja melihat Ardo keluar dari pintu utama, tidak sendirian melainkan bersama seorang wanita. “Itu dia sekretaris Ardo.” Tasya menambahkan karena memang wanita yang keluar bersama Ardo itu tidak lain merupakan sang sekretaris yang digosipkan berpacaran dengan Ardo. Tatapan Silla memicing tajam pada arah yang ditunjuk Tasya, hatinya kesal bukan main ketika melihat ternyata benar Ardo pergi keluar bersama sekretarisnya. Mereka menaiki mobil Ardo, entah akan pergi ke mana, yang pasti dengan cepat Silla langsung mengikutinya. “Benar kan yang aku katakan mereka memang …” “Sudah, diam, Tas. Kita kan tidak tahu mereka mau pergi ke mana. Mungkin saja kan mereka ada pertemuan dengan klien atau rekan bisnis. Sangat wajar jika sekretarisnya itu ikut bersamanya.” Tasya kembali memutar bola mata. “Hah, terserah kamu. Kamu selalu saja berpikir positif tentang suami kamu. Sayangnya dia bukan pria yang baik. Tidak pantas menjadi suamimu.” Silla tak menggubris ucapan Tasya, dia tetap menatap lurus ke depan, fokus menyetir karena takut kehilangan jejak mobil Ardo yang melaju di depan sana. Hingga Silla menghentikan laju mobil ketika melihat Ardo menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran. “Sepertinya mereka akan makan siang bersama. Ini tidak wajar, kan, Sil? Masa sekretaris makan siang bersama bos?” Silla masih tak mempedulikan apa pun yang dikatakan Tasya, tatapannya tetap tertuju pada mobil Ardo karena kedua orang itu masih betah berada di dalam mobil, sayangnya Silla tak bisa melihat apa gerangan yang sedang mereka lakukan. Ketika akhirnya Ardo dan sang sekretaris keluar dari mobil, Silla semakin memperhatikan dengan seksama. Lalu kejadian mengesalkan terjadi tatkala Silla menyaksikan Ardo tiba-tiba menarik tangan sekretarisnya, lalu memeluknya erat. “Ya ampun, mereka bahkan berpelukan di tempat umum,” ucap Tasya yang membuat Silla semakin terbakar api cemburu. Mereka juga berpegangan tangan sambil berjalan beriringan masuk ke dalam restoran. “Lihat, Sil. Masuk akal tidak seorang bos berjalan sambil berpegangan tangan dengan sekretarisnya? Jelas ada yang tidak beres di antara mereka, bukan? Tidak salah lagi mereka memang menjalin hubungan.” “Kita masuk ke dalam,” ucap Silla tegas alih-alih menanggapi ucapan Tasya yang terkesan sedang memanas-manasinya. Tanpa menunggu jawaban Tasya, Silla turun dari mobil. “Hei, Sil, tunggu aku dong.” Tasya pun dengan cepat menyusul Silla turun dari mobil dan bergegas mengikuti temannya itu. Mereka berdua kini duduk di salah satu meja yang jaraknya cukup jauh dari meja yang ditempati Ardo dan sang sekretaris. Sengaja mengawasi mereka dari kejauhan. “Tuh, Sil, kamu lihat, kan? Mereka hanya makan berdua di restoran ini, apanya yang bertemu klien atau rekan bisnis. Mereka memang sengaja datang ke sini untuk makan siang bersama.” Silla memasang raut terluka karena kali ini tak dia pungkiri yang dikatakan Tasya memang benar adanya. Apalagi dengan mata kepalanya sendiri Silla melihat Ardo memeluk sekretaris itu saat turun dari mobil, lalu mereka berjalan beriringan sambil bergandengan tangan. Dan sekarang Silla tak ragu lagi memang yang dikatakan Tasya benar adanya saat dia melihat Ardo bersikap romantis dengan menyuapi sang sekretaris. “Ya ampun, Ardo menyuapi sekretaris itu. Padahal padamu saja dia tidak benar-benar menyuapimu ketika kita makan bersama dengan peserta perkumpulan beberapa hari yang lalu.” Perkataan Tasya semakin membuat hati Silla sakit bukan main. “Bukankah sekarang sudah terbukti mereka memang memiliki hubungan, Sil? Rumor tentang ini ternyata bukan hanya gosip semata. Dan lagi Ardo keterlaluan sekali karena tetap menjalin hubungan dengan sekretarisnya padahal dia sudah menikah denganmu.” Silla menggelengkan kepala. “Aku tidak menyangka Kak Ardo yang dulu begitu baik sampai membuat aku jatuh cinta, sekarang berubah jadi pria b******k seperti ini. Kenapa dia tega sekali padaku, Tas? Apa kekuranganku? Apa aku kurang cantik? Apa sekretaris itu lebih cantik dariku?’ tanya Silla bertubi-tubi dengan kedua mata yang berkaca-kaca, nyaris menumpahkan air mata. Tasya tahu hati Silla sedang tersakiti, sakitnya tak terhingga sehingga Silla yang dia kenal selalu tegar dan sabar menghadapi semua cobaan dan masalah dalam hidupnya kini terlihat rapuh dan lemah. Tak tega melihat kesedihan sahabatnya, Tasya mengusap-usap punggung Silla, bermaksud menguatkan. “Maaf, Sil. Seharusnya aku memberitahu kamu keburukan Ardo ini sejak dulu. Sejak kamu belum menikah dengannya.” Tasya benar-benar merasa bersalah sekarang. Silla menggeleng. “Tidak, Tas. Ini bukan salahmu. Aku saja yang salah jatuh cinta pada pria seperti itu. Ternyata Kak Ardo tidak pantas untuk dicintai.” “Terus sekarang apa yang akan kamu lakukan, Sil?” Silla tak menjawab, dia tak tahu harus melakukan apa setelah mengetahui dirinya telah salah memilih pria yang dia jadikan sebagai suami. “Eh, eh, sekretaris itu pergi, Sil. Lihat, lihat …” Silla yang sedang melamun, menimbang-nimbang keputusan yang harus diambilnya itu tersentak ketika mendengar Tasya berkata demikian dengan histeris. Dia pun menatap ke arah meja Ardo. Dan benar saja yang dikatakan Tasya, sang sekretaris beranjak pergi, meninggalkan Ardo seorang diri di meja tersebut. “Sil, ini kesempatanmu menemui Ardo. Kamu harus meminta penjelasannya sekarang juga. Pastikan benar atau tidak dia berpacaran dengan sekretarisnya. Kamu harus bertanya padanya langsung. Jangan diam saja, kamu ini istrinya yang sah, kamu berhak tahu.” Silla tak memungkiri dia sependapat dengan pemikiran Tasya tersebut karena itu dia beranjak bangun dari duduknya. “Kamu benar, Tas. Aku harus menanyakan ini langsung padanya.” Silla hendak melangkah menuju meja Ardo, tapi dia urungkan niat itu ketika sesuatu yang mengejutkan kembali terjadi. Ada seorang wanita yang mendudukkan diri tepat di seberang Ardo. Wanita lain yang sepertinya memiliki janji bertemu dengan Ardo. “Hah, siapa lagi wanita itu?” Silla tak menjawab, tatapannya tertuju pada meja Ardo. Pria itu kini terlibat obrolan dengan si wanita. Dan sekali lagi dia melakukan sesuatu yang membuat Silla merasakan sakit lagi di dalam hatinya. Dia melihat Ardo mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya, sebuah kotak yang bisa Silla prediksi isinya pastilah perhiasan. Wanita itu terlihat girang bukan main, tanpa ragu menerima kotak berisi perhiasan itu, bahkan dengan berani dia mengecup mesra salah satu pipi Ardo. “Oh My God, ternyata rumor Ardo sering gonta ganti pasangan itu memang benar. Wanita itu jangan-jangan pacar Ardo yang lain selain sekretarisnya tadi. Siapa wanita itu, ya?” “Namanya Meilia,” sahut Silla yang sukses membuat Tasya melebarkan mata. “Hah? Kamu tahu nama wanita itu, artinya kamu mengenal dia, Sil?” “Aku tidak mengenalnya, tapi beberapa hari yang lalu aku baru bertemu dengannya.” Ya, Silla tak mungkin salah mengenali, tidak salah lagi wanita itu merupakan Meilia … si wanita bartender yang sempat membantu Silla di kelab malam itu. Bahkan mereka sempat terlibat perbincangan. Siapa sangka wanita yang Silla kira baik hati itu ternyata salah satu selingkuhan suaminya. “Ini keterlaluan. Suamimu itu benar-benar playboy, Sil. Kamu jangan diam saja dong.” “Ya, aku tidak akan diam saja,” sahut Silla cepat. “Apa rencanamu setelah ini?” “Meminta cerai. Aku sepertinya tidak akan sanggup hidup berumah tangga dengan pria b******k seperti Ardo. Ya, walau aku mencintainya, tapi aku tidak sanggup jika terus dia sakiti seperti ini.” Tasya pun tak berkomentar lagi, hanya bisa mendukung keputusan apa pun yang diambil Silla.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD