Aqnes menggerutu begitu mendapati semua bahan persediaan masakan di dalam lemari esnya kosong. Yang ada hanya beberapa buah dan makanan kaleng, ia tidak pernah menyukai makanan kaleng. Baginya ia lebih memilih makan bakso setiap hari dari pada memakan makanan kaleng. Bukannya dia sombong atau apa, hanya saja ia kapok untuk memakan makanan tersebut. Rasanya yang begitu aneh di lidah membuatnya ia malas untuk memakan kembali.
Aqnes yang sedang kelaparan tiba-tiba saja mendengar sebuah teriakan siomay langganannya. Dia langsung bergegas keluar untuk membeli, sesampainya di luar. Mata cokelat beningnya itu memandang sinis seseorang yang sedang berdiri di samping pedagang siomay. Aqnes kemudian berpikir, kenapa juniornya yang nyebelin itu berada di seberang rumahnya dengan berpakaian santai. Apa cowok itu tinggal satu kompleks dengannya? Astaga itu tidak mungkin. Ia bisa-bisa gila jika harus selalu dengan cowok itu.
"Mbak Aqnes. Mau beli ndak?" Tanya pedagang siomay langganannya itu ketika melihat Aqnes yang akan kembali ke rumahnya. Aqnes seketika berbalik lalu tersenyum tipis, begitu mendengar seruan pedagang siomay tersebut.
"Hmm nggak Pak, libur dulu." Serunya, pedagang siomay tersebut hanya mengangguk.
"Bohong tuh, Pak. Tuh cewek lagi diet, katanya nggak mau makan siomay." Sahut Kelvin memprofokatori pedagang siomay, Aqnes seketika marah dituduh seperti itu oleh cowok yang kini ia tetapkan sebagai musuhnya.
"Diam, lo. Gue nggak ngomong sama elo, yah." Kelvin yang mendengar nada marah dari Aqnes hanya menyeringai. Sejak cewek itu menabraknya dan menuduhnya dengan ucapan pedasnya, entah kenapa membuat Kelvin begitu senang untuk menggodanya. Siapa suruh dirinya selalu yang di salahkan, setiap dirinya mencoba menjelaskan setiap itu pula cewek itu menuduhnya. Dan untuk apa ia menjelaskan yang sebenarnya, kalau cewek itu sendiri jelas tidak percaya kepadanya. Jadi lebih baik dia seperti ini, mencoba untuk membalas kembali.
Aqnes mengentakkan kakinya kesal, cewek itu berjalan kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia benar-benar kesal pada cowok itu, ia harus membuat cowok itu menerima balasannya. Dengan senyum culas Aqnes mengeluarkan ponselnya, ia lalu menelepon beberapa tempat makan langganannya.
Aqnes duduk dengan santai sambil memainkan ponselnya, menunggu makanan yang di pesannya itu datang. Tak lama kemudian pintu rumahnya di ketuk, dengan langkah ringan cewek itu berjalan ke arah pintu. Dia tersenyum begitu melihat beberapa driver makanan sudah berdiri di depan rumahnya.
"Ini Mbak, pesanannya. Dan ini total yang harus Mbak bayar." Sahut pria di depannya itu sambil menyerahkan pesanan dan struknya, empat pria di depannya itu ikut-ikutan memberikannya struk. Namun Aqnes tidak mengambilnya, dia hanya mengambil pesanannya saja.
"Mas-mas minta uangnya sama orang yang di depan rumah sana. Soalnya orang yang di dalam rumah sana, minta makanannya di titipin di sini." Balas Aqnes menjelaskan, sambil menunjukkan rumah di depannya. Kelima driver makanan tersebut pun mengangguk lalu mulai meninggalkan Aqnes setelah mereka pamit.
Aqnes tersenyum lebar sambil membalikkan badannya, masuk kembali ke dalam rumahnya dengan tangan yang penuh dengan beberapa paperbag yang berisi makanan yang telah di pesannya. Cewek itu kemudian melonggokkan badannya ke depan jendela, membuka tirainya sedikit untuk melihat kejadian di depan rumahnya. Bibirnya tertarik ke atas, cewek itu kemudian menyeringai begitu melihat seseorang yang sekarang ini menjadi musuhnya itu kebingungan.
"Ck, rasain lo. Siapa suruh main-main sama gue." Decak Aqnes sambil menertawakan Kelvin di dalam rumahnya. Ia lalu membuka paperbag yang berisi makanan tersebut, dengan senyum lebar yang menghiasi bibirnya. Ia benar-benar tidak peduli dengan keadaan junior menyebalkannya itu, yang bisa saja tidak bisa membayar semua makanan yang di pesannya.
***
Aqnes berjalan dengan tergesa-gesa menuju kelas 11 Ipa 3. Ia benar-benar marah kali ini, tiba-tiba saja kelasnya di razia oleh Adrian, awalnya ia hanya biasa saja karena ia sendiri tidak pernah memasukkan barang apa pun ke dalam tasnya. Dan tiba-tiba saja dirinya harus berurusan dengan Adrian, karena ternyata di dalam tasnya terdapat sebuah a**************i. Seketika itu juga dirinya menjadi godaan oleh teman-teman sekelasnya, dia juga sudah menyangkal kalau barang itu bukan miliknya. Namun Adrian tidak percaya, gurunya yang menyebalkan itu tetap menghukumnya.
Dan dia tahu dalang di balik semua ini, siapa lagi kalau bukan juniornya yang rese itu. Mungkin cowok itu ingin membalas dendam kepadanya, atas perbuatannya kemarin. Maka dari itu lah dirinya di sini, ia ingin membuat perhitungan dengan cowok itu.
"KKKEEELLLVVVIIINNN." Teriak Aqnes murka, memandang seluruh isi kelas 11 Ipa 3. Di dapatinya Kelvin yang sedang duduk di atas meja dengan wajah yang menyebalkan. Dengan langkah pasti cewek itu menghampiri Kelvin, Kelvin menunggunya dengan senang hati.
"Woooo, cewek elo yang baru Vin?" Goda David teman sekelas Kelvin dengan menyeringai.
"Ini mah lebih bohay dari Tania." Seru Rio teman Kelvin yang lain.
"DIAM LO BERDUA!” Bentak Aqnes memandang kedua cowok yang menggodanya.
"Maksud lo, apa hah!" Seru Aqnes sambil menunjuk d**a Kelvin.
"Apanya yang apa sih?" Balas Kelvin masih dengan seringainya.
"Elo kan yang naro alat menjijikkan di tas gue." Kejar Aqnes lagi. Kelvin mengangkat kedua alisnya bingung.
"Alat apa?" Tanyanya pura-pura berpikir.
"a**************i, b**o!" Dengusnya kesal, perkataan Aqnes membuat teman-teman sekelas Kelvin kini mulai memandangnya. Wajah Aqnes seketika memerah, emosinya membuat ia tidak menyadari sedang berada di mana. Dia benar-benar malu dibuatnya, ini semua gara-gara Kelvin, berurusan dengan cowok itu membuat darahnya selalu naik turun.
Sedangkan Kelvin, cowok itu malah semakin menyeringai, dia benar-benar menyukai tingkah Aqnes yang keluar batas seperti ini.
"Kamu ngomong apa sih, kan kamu yang nyuruh aku buat masukin 'itu' di tas kamu." Dan semakin merah saja wajah Aqnes, Kelvin sendiri dia diam-diam tersenyum lebar. Benar-benar puas melihat Aqnes yang seperti ini.
"Elo!" Tangan Aqnes berada di udara, dia ingin sekali menampar pipi cowok itu. Niatnya seketika terhenti, ia akan mencoba menahan amarahnya. Karena ia tidak ingin menjadi tontonan adik kelasnya, Kelvin seketika turun dari meja. Cowok tinggi itu kini berhadapan dengan Aqnes, cewek itu memandangnya tajam seakan-akan ingin memakannya. Sedangkan Kelvin, cowok itu masih setia dengan senyuman andalannya. Yang bagi kebanyakan cewek-cewek di sekolahnya begitu menawan.
"Elo mau ngucapin gue makasih kan? Sini gue tunjukin caranya." Sahut Kelvin kemudian menunduk. Aqnes seketika memundurkan kepalanya, namun dengan gesit Kelvin menarik tengkuk Aqnes. Sedetik kemudian cowok itu mencium bibir Aqnes, bukan mencium lebih tepatnya melumat bibir pedas Aqnes. Aqnes seketika melotot, membuat tubuhnya menjadi kaku, sedangkan teman-teman Kelvin yang menyaksikan itu semua terpekik kaget akan tindakan Kelvin yang di luar dugaan mereka.
***
Aqnes yang tersadar akan Kelvin yang mencium bibirnya seketika mendorong d**a bidang cowok itu. Kelvin tersenyum miring melihat bibir seksi Aqnes yang memerah, sedangkan ia hanya memegang bibirnya yang masih terasa manisnya bibir Aqnes. Dengan wajah yang memerah karena malu dan kesal Aqnes berbalik lalu berlari meninggalkan kelas Kelvin.
Ia merasa bodoh bisa kecolongan, dia akui ini bukan ciuman pertamanya. Tapi ia juga harus mengakui kalau ciuman junior menyebalkannya itu, ciuman terbaiknya. Ia tidak pernah terlena oleh ciuman mantan-mantan kekasihnya, tapi dengan Kelvin. Cowok itu ternyata goodkisser, Aqnes seketika memukul kepalanya. Dia sepertinya sudah gila bisa berbicara seperti itu tentang Kelvin, benar-benar sulit di percaya.
Sedangkan Kelvin, setelah cewek itu mendorong dadanya kemudian pergi. Dia masih memandang kepergian Aqnes membuat beberapa temannya tersenyum miring.
"Elo, naksir sama cewek pedes itu?" Tanya Rio penasaran. Bukan jawaban yang di dapati olehnya, temannya itu hanya menyunggingkan sebuah senyuman.
"Cantik sama seksi sih. Tapi mulutnya itu loh, pedes. Lo yakin, Vin?" Haekal kali ini yang berujar, Kelvin membalikkan badannya menghadap kedua temannya itu.
"Elo berdua berisik banget." Desisnya dengan tetap menyeringai, membuat kedua temannya itu lagi-lagi mengerutkan keningnya tidak mengerti.
Apa kata temannya tadi? Cantik? Seksi? Jelas, Aqnes cantik dan seksi.
Mulutnya pedas? Temannya itu tidak tahu kalau bibir Aqnes itu manis bukannya pedas.
"Tapi, Vin. Tania gimana? Lo tahu kan cewek itu-"
"Gue tahu." Sahut Kelvin memotong perkataan Haekal.
Kelvin membalikkan tubuhnya, ia kemudian berjalan meninggalkan kedua temannya yang masih memandangnya dengan bingung.
***
Aqnes, Andara dan Gadis mereka bertiga kini sedang berada di bangku penonton. Andara mengajaknya untuk melihat Pak Adrian yang sedang bermain bola oranye besar bersama anak-anak basket. Sebenarnya ia begitu malas untuk menonton, hanya saja jika ia berdiam sendiri di dalam kelas itu juga sama saja. Jadi, dengan berat hati Aqnes berada di sini, diantara teman-temannya yang lain.
Matanya tiba-tiba menyipit begitu melihat Kelvin berada di tengah-tengah lapangan. Apa yang di lakukan cowok itu di sana, apa junior nyebelin nya itu anak basket? Tapi kenapa ia baru tahu? Padahal setiap kali ia menonton ia tidak pernah menemukan Kelvin di sana.
"Dis."
"Hmm." Gumam Gadis yang begitu fokus menonton. Tanpa mau mengalihkan pandangannya pada Aqnes.
"Cowok yang pakai seragam nomor 5 itu anak baru di basket?" Tanya Aqnes kemudian. Kali ini Gadis membalikkan wajahnya menghadap Aqnes dengan senyum usil.
"Kok senyum lo kayak gitu sih, Dis." Aqnes tiba-tiba merasa keki begitu melihat Gadis yang memberikannya senyuman menyebalkan.
"Kelvin kan udah lama gabung di sana, elonya aja kali yang nggak merhatiin dia selama ini. Apa jangan-jangan gara-gara ciuman Kelvin kemarin bikin lo sadar, kalau Kelvin gabung sama anak basket?”
See, sahabatnya satunya itu benar-benar menyebalkan.
Gadis menyelidik dengan pandangan ingin tahu, diantara kedua temannya Aqnes dan Gadis. Yang paling kepo adalah Gadis, maka tak heran jika Gadis sebegitu menyebalkannya. Setelah tiga puluh menit lamanya, permainan basket itu selesai. Yah, ia akui acara menonton basket kali ini tidak membuatnya bosan. Mungkin karena ia menyadari kehadiran Kelvin diantara anak-anak yang bermain basket, karena jujur junior reseknya itu begitu seksi ketika sedang bermain basket. Ia tidak percaya Kelvin bisa bermain sekeren itu, pantas saja sedari tadi banyak sekali yang menyemangati Kelvin. Dia tidak menyangka, Kelvin mempunyai penggemar seperti Adrian.
Astaga, apa yang dipikirkan oleh otaknya. Ia tidak mungkin kan memuji cowok seperti Kelvin, lagi pula dia juniornya. Yang sudah seharusnya ia hindari, laki-laki yang di bawah umurnya tidak pantas untuk ia pacari. Yang benar saja ia harus berpacaran dengan berondong?!
Aqnes kemudian bangkit dari duduknya, keningnya seketika mengerut. Seperti ada sesuatu yang mengganjal, namun ia tidak memedulikannya.
"Ness...gue mau ke ruangannya Adrian dulu yah." Seru Andara yang kini berdiri di hadapannya. Aqnes memicingkan matanya, sedangkan cewek yang di tatap sinis oleh Aqnes hanya menyeringai lalu berjalan meninggalkan ia dan Gadis. Kini tinggal Gadis dan Aqnes yang sedang berjalan menuju parkiran.
"Ness, kayaknya gue mesti cabut duluan. Rei udah nunggu di depan." Kali ini Aqnes menghembuskan napasnya keras.
"Jadi gue ditinggal nih?" Gadis hanya tersenyum lebar.
"Makanya cari cowok, kalau perlu elo duluan yang nembak si Aidan." Aqnes hanya mendengus mendengar perkataan Gadis.
"Dih, gampang banget elo ngomong. Kayak elo pacaran aja sama si Rei." Gadis bukannya tersinggung atas ucapan Aqnes, cewek itu malah menyeringai.
"Senggaknya, gue sama dia bisa sama-sama 'seneng-seneng'." Desisnya dengan penekanan kata di akhir kalimatnya.
"Sialan!"
"Haha... bye Darling." Seru Gadis sambil tertawa kemudian berjalan meninggalkan Aqnes yang misuh-misuh.
Aqnes yang masih terdiam memandang Gadis yang baru saja pergi dengan Rei. Aqnes tiba-tiba tersentak begitu bahunya terasa berat, ia seketika melirik cowok yang tepat berdiri di sampingnya dengan tangan yang ia topangkan pada bahunya. Aqnes menatap Kelvin sengit, sedangkan cowok itu malah menampilkan senyuman mematikannya. Aqnes kemudian memundurkan tubuhnya agar rangkulan Kelvin terlepas, dan berhasil.
Tanpa membuang waktu lagi, cewek itu berjalan menuju mobil silver nya yang letaknya lumayan jauh dari tempatnya berdiri.
"Ness..." Panggil Kelvin yang tidak digubris oleh Aqnes.
"Rok lo kenapa?" Seru cowok itu menyejajarkan langkahnya. Aqnes berdecak sebal, pasti cowok itu mengerjainya lagi. Dia tidak akan percaya, dan kali ini ia tidak akan tertipu lagi.
"Ness coba berhenti sebentar." Pintanya lagi, namun lagi-lagi Aqnes tidak menggubrisnya. Kelvin yang sebal dengan sikap Aqnes, membuat cowok itu seketika menarik tangan Aqnes dan membuat mereka kini berhadapan. Aqnes dengan tatapan membunuhnya, sedangkan Kelvin dengan senyuman menggoda.
"Apa sih, lo?!"
"Elo yang kenapa, gue cuman mau kasih tahu."
Aqnes berdecak, kemudian tersenyum miring.
"Gue nggak akan ketipu, sama omongan elo lagi." Kelvin mengangkat alisnya tinggi, namun kemudian ia baru tersadar. Kelvin lalu tersenyum lebar begitu mengingatnya.
"Kalau elo nggak percaya, yaudah sih. Cuman dari tadi anak-anak lihatin rok belakang elo mulu." Serunya sambil mengangkat bahunya cuek. Aqnes kemudian memalingkan wajahnya ke belakang untuk melihat roknya. Matanya seketika membelalak melihat noda merah yang begitu besar pada rok putihnya. Wajah Aqnes seketika memerah menahan malu, pantas saja ia seperti merasakan sesuatu yang aneh. Dan sekarang dia harus bagaimana, ia juga lupa untuk membawa jaket. Ia tidak mungkin berjalan menuju mobilnya dengan keadaan rok yang seperti ini. Pasalnya di depan sana terlihat teman-teman cowoknya yang sedang berkumpul di depan pos satpam. Lalu dia harus bagaimana sekarang, ia juga tidak mungkin menutupi dengan tasnya. Karena tas yang ia bawa hanya tas berukuran sedang yang tidak mungkin bisa menutupi roknya.
Kelvin seketika mengeluarkan jaket yang berada di dalam tasnya, cowok itu lalu melingkarkan jaketnya pada pinggang Aqnes, membuat cewek itu tersentak seketika. Belum sempat Kelvin menalikan jaketnya, Aqnes sudah mundur terlebih dahulu membuat jaket Kelvin terjatuh ke bawah.
"Kenapa sih?"
"Gue nggak mau pake jaket lo!" Kelvin menggeleng, ia benar-benar tidak percaya menemukan cewek keras kepala seperti Aqnes. Kelvin kemudian mengambil jaketnya yang terjatuh lalu memandang Aqnes dingin.
"Oke fine, terserah lo!" Bentaknya kemudian pergi meninggalkan Aqnes yang terdiam seketika. Aqnes memandang punggung Kelvin dengan kesal.
"Sial, kalau cewek bilang 'nggak' itu artinya 'iya' kenapa sih, cowok itu nggak pernah peka. Kayak gitu aja nggak ngerti." Serunya sebal, begitu melihat Kelvin yang masuk ke dalam mobil, membuat Aqnes semakin sebal dibuatnya.
***