1. Lemparan Pen
Laura Anggita Putri sibuk dengan buku sketsa gambarnya. Jam istirahat seperti ini adalah waktu yang paling di sukainya. Kelas kosong, sepi dan dia bisa menggambar dengan tenang.
“Auuu...” Pekik Laura.
Sebuah pen mendarat tepat di kepala gadis manis itu. Laura mengambil pen yang jatuh ke lantai. Kepalanya menoleh kebelakang mencari sang tersangka. Dia melihat seseorang duduk di bangku paling pojok belakang dan kini sedang menatapnya.
“Jadi kamu yang ngelempar pen?” Tanya Laura kesal.
“Bisa keluar,” Kata cowok itu.
Laura memperhatikan cowok itu. Sepertinya dia mengenalnya tapi lupa siapa? Gadis berlesung pipi itu merasa cowok itu bukan teman sekelasnya.
“Kenapa?” Laura ingin sebuah alasan kenapa dia harus pergi dari kelasnya. “Kamu ada masalah sama aku? "
“Keluar.” Ada kemarahan dalam ucapan Arka dan Laura merasakan hal itu.
“Laura.” Panggil Ari yang berdiri di ambang pintu kelas. Gadis berpipi chuby itu melambaikan tangannya kearah Laura. “Ayo ke kantin.” Ajaknya.
Tanpa banyak kata Laura merapikan bukunya dan keluar dari kelas.
***
Di bangku kantin Laura menggerutu tidak jelas. Ari yang melihatnya heran sampai berpikiran apa temanya sejak SMP itu agak bermasalah dengan otaknya.
“Ada apa, sih, dari tadi ngedumel mulu?” Tanya Ari ingin tahu.
“Tuh, cowok pasti udah gila,” Ucap Laura kesal.
“Siapa? "
“Cowok tadi.”
“Siapa?” Ari bingung. Seingatnya selama perjalanan ke kantin mereka tidak berinteraksi dengan cowok di SMA Nusantara.
“Cowok yang ngelempar aku pakai pen ini di kelas." Laura menunjukkan pen hitam yang ia pegang.
“Iya, tapi siapa?” Ari mulai gregetan dengan sahabatnya.
“Aku sendiri nggak tau namanya siapa.”
"Hah? Terus mana aku tau kalau kamu aja nggak tau namanya siapa? Tapi tunggu, tadi kamu bilang di lempar pen di kelas? Berarti yang ngelempar teman sekelas kamu, dong?"
Laura menggelengkan kepalanya.
“Terus siapa?"
“Aku tau orangnya tapi nggak tau namanya siapa? "
Ari menghela nafas berat.
Laura tipe gadis yang tidak begitu perduli dengan sekitarnya. Dia termasuk anak yang pendiam, suka menyendiri dan jarang mempunyai teman dekat. Selama kelas X-XII sekarang, Laura hanya dekat dengan Ari karena mereka dekat sejak SMP. Walaupun mereka sekarang berbeda kelas dan jurusan. Ari anak IPA sedangkan Laura anak IPS.
“Yang jelas cowok itu bukan teman sekelas aku. " Lanjut Laura.
“Kalau dia bukan teman sekelas kamu ngapain dia di kelas kamu?”
Laura mengangkat kedua bahunya.
Pak Mul pemilik kantin mengantarkan dua mangkok bakso pesanan mereka.
“Makasih, pak,” Ucap Ari. “Cowok itu ciri-cirinya gimana? Apa dia ada di kantin ini?”
Laura mengedarkan pandangan ke seluruh area kantin, mencari sosok Arka.
“Nggak ada. Cowok itu putih, matanya agak sipit ter-"
“Arka, Itu pasti dia.” Tebak Ari sangat yakin.
“Arka.” Ulang Laura pelan. Laura seperti tahu nama itu dan ia mulai memutar ingatannya dan ia mengingat Arka, cowok populer di sekolahnya. Si tampan Arka, si perfect Arka, si playboy Arka, dan si Arka lainya.
“Iya, dia, Arka." Yakinya. "Tapi ngapain dia di kelas aku? Setau aku dia bukan anak IPS."
“Iya. Dia anak IPA. Dia sekelas sama aku.”
Laura manggut-manggut.
“Tapi ngapain dia di kelas aku? Apa dia pindah jurusan, tapi itu nggak mungkin. "
“Bukan itu. Dia paling menghindar dari cewek-cewek itu, yang selalu ribut ngerebutin dia."
“Cewek-cewek siapa?”
Ari menarik kursinya kedepan dan membungkuk sedikit kearah Laura yang duduk didepanya.
“Apa kamu nggak tau gosip itu?”
“Gosip apa? "
Kadang-kadang Ari ingin memukul kepala sahabatnya itu yang selalu ketinggalan kabar atau berita apapun yang terjadi disekolah mereka.
“Kamu tau Emi sama Shella, kan?”
“Tau.”
Semua orang disekolah tau siapa Emi dan Shella. Salah satu deretan cewek cantik yang ada di kelas XII.
“Mereka itu habis berantem ngerebutin si Arka. Mereka berantem di kamar mandi sekolah sampai cakar-cakaran, jambak-jambakan."
“Yang bener?” Laura tidak percaya.
“Makanya jadi orang itu peka dikit sama sekitar. Masa berita seheboh ini kamu nggak tau. Tukang kebun sampai satpam sekolah saja sudah tau. Makanya jangan sibuk sama buku gambar mulu."
Ari menunjuk buku gambar sketsa yang ada diatas meja dengan dagunya. Sedangkan yang disindir hanya tersenyum nyengir.