8 - ADELL - Competition

1076 Words
#ADEL# Kami semua cukup terkejut dengan pengumuman yang dibuat oleh Mister Avindale. Namun belum sempat menanggapi tiba-tiba terjadi peristiwa yang lebih mengejutkan. Aku tidak menyangka Sir Lucas sekasar itu. Di depan orang banyak dia menyeret Guru lukis kami tanpa ada penghormatan sedikit pun. Jika benar-benar seorang bangsawan, tidak selayaknya dia bersikap demikian. Atau, jangan-jangan dia memang tipe tuan tanah yang kejam dan otoriter? Sepertinya kesimpulan keduaku yang benar, mengingat sikap kasarnya di Secret Garden, juga penghadangan di toilet. Bisa dipastikan dia bukan orang baik. "Mengerikan," ucap Tatiana. Dia pasti sepemikiran denganku. "Kasar," sahut Freya. "No manner," imbuh Alea. "Sudah jelas, Lucas memang bar-bar!" geramku. Tanpa terduga tiga gadis tadi serempak menghadapku. "Apa?" tanyaku bingung. Pandangan mata mereka penuh selidik. Hanya Tatiana yang memberi kode kalau aku kelepasan omong. "Kau berani memanggil nama depannya?" protes Freya. "Dari mana kau tahu dia bar-bar?" lanjut Alea. Waduh! "Ng-tidak. Aku hanya berkomentar berdasarkan peristiwa barusan," elakku. "Memang bar-bar, kan?" Untunglah Mr. Avindale segera kembali sehingga perhatian mereka teralihkan. "Maaf atas interupsinya tadi. Ada sebuah kesepakatan yang perlu kubicarakan kembali dengan Sir Lucas. Oke, sampai mana pengumumanku tadi?" Jawaban dari beberapa gadis yang sedang mengerumuni guru kami, rupanya terdengar juga olehnya. "Oh, iya. Tawaran khusus untuk siswa favoritku, menghabiskan liburan di Manor Sir Lucas." "Aku sangat ingin, Mr. Avindale. Tapi—" sahut Dorothy. "Tunggu sebentar Ladies. Anda-anda tidak perlu memaksakan diri untuk mengikuti penawaran ini. Kami hanya memilih kandidat yang serius. Oleh karena itu sisa waktu akan kita gunakan untuk melakukan kompetisi. Siapa pun yang lolos nanti, dia berhak mendapatkan liburan selama musim panas di Manor Sir Lucas," jelasnya lagi. "Kompetisi?" Riuh rendah para gadis saling bersahutan. "Ketentuannya cukup sederhana. Tolong dengarkan baik-baik," kata Mr. Avindale menenangkan kami semua. Setelah suara gaduh itu terhenti dia melanjutkan berbicara, "Saya sengaja diundang Sir Lucas untuk menaksir dan memberi review tentang sebuah lukisan kuno. Barang siapa yang bisa memberi penjelasan lebih baik atau mendekati dengan taksiran saya, maka dialah yang menang. Juri kompetisi kali ini adalah saya dan tentu saja Sir Lukas sebagai pemberi hadiah." Mr Avindale melihat kami satu persatu, lantas entah kenapa tatapan sinisnya tertuju padaku. Seolah-olah dia mengatakan bahwa aku pasti ikut kompetisi ini. Padahal aku sama sekali tidak berminat. "Oke Ladies, silakan siapa saja yang berminat boleh tunjuk jari," katanya lagi. Beberapa Lady yang mengangkat tangan adalah Tatiana, Freya, Samantha, Alea, Dolores, juga Carmen. "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, bagaimana dengan sisanya?" tanya Mr. Avindale padaku. "Maaf, Mr Avindale. Aku tidak terlalu pandai dalam urusan ini," jawabku jujur. "Oh, tidak mengapa. Kau hanya perlu memberi penilaian sebisamu. Kecuali kau ada acara penting selama musim panas." Mendengar perkataan Mister Avindale, aku langsung teringat pada acara debut yang diatur oleh Uncle John. Sengaja aku ingin menghindari acara itu, mengubah identitas, dan melarikan diri serta bersembunyi dengan bantuan Tatiana. Namun, jika Tatiana ikut acara ini, maka mau tidak mau aku harus ada di sini juga sebagai alibi. Jika tidak, tentu saja Uncle John pasti menjemputku pulang dan memaksa untuk hadir dalam acara debut tersebut. "Bagaimana, Lady Watson?" tanya Mr. Avindale lagi. "Ba-baiklah, aku ikut," jawabku akhirnya. "Excellent. Satu poin tambahan untuk laporan hasil belajarmu, Nona," ucapnya penuh arti. "Terima kasih, Mr. Avindale," jawabku dengan senang hati. Ya, laporan kepada Uncle John tentang perkembangan belajarku. Jika Mr. Avindale memberikan penilaian positif, tentu akan sangat membantu. Aku tidak begitu memperhatikan Mr. Avindale yang menanyai tiga gadis lainnya. Sepertinya mereka sudah punya acara sendiri dengan keluarga, sehingga tidak bisa ikut berpartisipasi. Perhatianku sedikit teralihkan, saat mendapati sosok Sir Lucas yang mengamati dari lantai dua. Jelas-jelas dia menatapku. Postur tubuhnya yang tinggi menjulang terlihat jelas dari sini. Kedua tangannya memegangi teralis di balkon lantai dua. Setelah mendapat perhatianku, tangannya bersedekap. Aku tidak bisa mengartikan maksudnya, tapi aku tahu dia sedang merencanakan sesuatu. Apalagi urusan pelanggaran wilayah tadi belum selesai. Kuharap, pada akhir kunjungan ini dia mau melupakan semuanya. Semoga saja. "Baiklah, Ladies. Mari sekarang kita menuju galeri pribadi Sir Lucas di lantai dua." Mr. Avindale berbalik lantas mendongak. "Nah, itu dia. Sir Lucas sudah menunggu kita. Mari, ikuti saya," ujar guru seniku itu sembari bejalan lebih dulu. "Waah, dia sangat tampan," celetuk Samantha. "Tapi mengerikan," sahutku, "ayo Tatiana." Kugandeng tangan sahabatku itu lalu berlalu dari sana. Sengaja aku mendahului mereka dan mengekor Mr. Avindale. Semakin cepat urusan ini selesai semakin baik. Semoga setelah ini aku bisa beristirahat di rumah musim panas Tatiana dengan tenang. "Tenanglah, Adel, pelan-pelan jalannya. Kita tidak sedang lomba lari," protes Tatiana begitu hanya kami berdua yang berada di belakang Mr. Avindale. Para gadis yang lain tertinggal karena langkah mereka terlalu lambat. Sementara guru seniku itu memang bukan orang yang suka santai. Dia kerap kali terburu-buru jika berjalan, bahkan acap kali tersandung-sandung. "Aku hanya ingin semuanya segera selesai My Dear. Aku ingin menghabiskan liburan dengan bermalas-malasan di pondok musim panasmu," jawabku jujur. "Yah, kau memang terlalu bersemangat Nona ... untuk hal-hal yang tidak penting." Aku tergelak mendengar jawabanya, lalu buru-buru menutup mulut. "Sangat mudah membuatku bahagia bukan?" Tatiana hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum memaklumi. Kami kembali konsentrasi menapaki jalan masuk Manor begitu Mr. Avindale sudah sampai di teras utama. Kami mengikutinya sampai dia tiba di depan pintu besar. Begitu dibuka, aku terpesona melihat isi ruang utama. Selain sangat luas dekorasinya cukup memikat. Vintage, sepertinya ini interior asli victorian yang sama sekali tidak mengalami perubahan atau renovasi. Semua barangnya antik mulai dari kursi, karpet, meja, kursi, serta beberapa lukisan yang ditata secara estetik. Langit-langitnya yang berbentuk kubah ditutup dengan lukisan dewa kuno. Satu set lampu kristal gantung menghiasi tengah ruangan yang biasanya digunakan sebagai ballroom saat pesta dansa. Tirai-tirai tebal berwarna marun dengan tatanan dan rumah yang sangat cantik menutup tiap jendela yang besar dan tinggi. Aku sedikit lupa dengan ruangan ini. Melewati tengah ruangan, kami tiba di ruangan lain yang lebih kecil. Lantas, Mr. Avindale berbelok ke kanan menuju tangga melingkar. Aku dan Tatiana menapaki tangga itu satu persatu yang berujung pada balkon lantai atas. Masih mengikuti guru seni eksentrik itu, belok kanan menuju satu ruangan. Kedua daun pintunya terbuka lebar menampakan satu ruangan yang cukup terang. Seluruh dinding-dindingnya dipenuhi dengan lukisan. Selain itu terdapat juga partisi yang ditata berjajar. Pada partisi-partisi tersebut digantung juga beberapa lukisan. "Selamat datang kembali," sapa Sir Lucas pada Mr. Avindale. "Terima kasih, sahabatku. Jadi manakah lukisan yang ingin kau tunjukkan padaku?" tanya Mr. Avindale. "Silakan ikuti saya," kata Lucas lagi, tapi seolah-olah dia hanya bicara padaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD