11. Mendadak Viral

1480 Words
Wira mendongak lalu menatap wanita yang ada di depannya itu yang secara sadar keadaan mereka cukup dekat. “Ma—maaf, Melati. Sa—saya tidak sengaja. Saya hanya niat ingin memegang rem saja,” ucap Wira dengan terbata-bata. Melati pun menoleh ke arah lain lalu mengangguk. “Iya tidak apa-apa, Pak.” “Ya sudah kita jalan ya.” Entah mengapa siang itu Melati merasa tidak enak dengan wali muridnya itu. Pun dengan Wira, dia sampai kelepasan yang tak seharusnya bertindak sampai salah tingkah di depan wanita yang sudah berhasil menjadi penghibur anaknya. Di satu sisi, Wira merasa bangga dengan wanita itu sebab berkat dia dunia anaknya yang tak semerenung itu menjadi ceria layaknya anak di luaran sana. Kedua mata wanita itu bolak-balik melihat arah jarum jam yang melingkar di tangannya. Ya ampun, kenapa jam rasanya lama sekali. Aku sudah tidak sabar untuk segera pulang ke rumah. Akhirnya, waktu yang Melati nantikan pun telah tiba. Kini mobil Wira telah sampai di depan rumah Rania. “Rumahnya sepi, Melati?” tanya Wira basa-basi. “Iya, Pak. Bukankah Rania hari ini ada penerbangan?” tanya balik Melati. Dia yakin, pasti Wira mengetahui jika karyawannya sedang bekerja. Lelaki itu pun memejamkan matanya seketika. “Saya tidak hafal jadwalnya. Tapi, tadi pagi saya lihat teman kamu itu.” Melati mengangguk. “Ya sudah saya mengucapkan terima kasih karena lagi-lagi bapak mengantarkan saya. Saya masuk dulu ya, Pak.” “Iya, silakan.” Saat Melati hendak melangkah, tiba-tiba Wira memanggilnya kembali hingga membuat wanita itu menoleh kembali. “Kamu lupa dengan barang-barang kamu?” Melati menepuk jidatnya. “Ya ampun, saya lupa, Pak.” Wira keluar dari mobil lalu membantu memasukkan barang-barang yang telah dibeli oleh Melati untuk keperluan sekolahnya besok. Dia benar-benar merasa tidak enak seperti membebankan wali muridnya. Namun, Wira justru senang membantu seseorang yang sudah membantu menjaga hati anaknya. “Sekali lagi terima kasih ya, Pak.” “Sama-sama. Ya sudah saya pulang dulu.” Wira pun kembali melakukan perjalanan pulang. Di tengah perjalanan itu entah mengapa dia memiliki ide brilian agar Abil terus mendapatkan perawatan lebih dari Melati. “Apa aku menjadikan Melati sebagai baby sitter-nya Abil saja ya?” “Ah, tapi dia kan guru baru di sekolahnya. Aku juga tidak enak dengan kepala sekolahnya dengan mengambil begitu saja.” “Tapi, bagaimana caranya ya biar Melati sering menjaga Abil terus?” Tiba-tiba dia teringat ucapan anaknya semalam hingga membuatnya bergidik ngeri. “Nggak ah. Masa iya sih aku nikahi dia untuk dijadikan ibu sambungnya, Abil? Tapi ….” “Dia sebenarnya bukan tipe aku seratus persen. Tapi, membuat Abil bahagia saja itu sudah membuatku merasa aman ketika Abil aku tinggal ke luar negeri.” Wira benar-benar bimbang dengan ketetapan hatinya. Niat hati ingin mempersunting Melati, tetapi dia juga tidak tahu apakah dia mencintai wanita itu dengan secara tiba-tiba atau hanya menjadikan Melati ibu sambung saja. “Wira, kamu jangan gegabah begini. Yang penting kan Abil bisa menjadi muridnya dia? Apa aku ambil jam tambahan buat Abil lagi biar kebersamaan dengan Melatinya bertambah banyak?” Sedangkan Melati dia tak memikirkan hal yang rumit seperti Wira memikirkan dirinya. Sore ini juga, dia akan mengeksekusi peralatan dapur yang baru saja dibelinya. Sebagai mantan konten kreator t****k yang seketika itu hiatus sebab Melati sibuk mengurus perceraiannya dengan Arya. Melati sudah mengganti baju santai lalu menggulung rambutnya. Dia mengambil celemek lalu dipakaikan ke badannya. Sungguh, kecantikannya tak tertandingkan dengan Sonya—si pelakor yang sudah merebut suaminya. Tanpa riasan make up sesungguhnya wajah Melati sudah cantik juga memiliki aura positif. Arya saja yang tidak kuat iman dengan rekan kerjanya sampai mengabaikan berlian yang justru berbakti kepadanya. Melati membuka aplikasi update video yang mudah fyp itu. Tiga bulan lebih dia tidak membuka aplikasi itu hingga kedua matanya terbelalak saat melihat jumlah followers-nya sudah bertambah banyak, bahkan sepuluh kali lipat dari followers sebelumnya. “Hah, i—ini mataku nggak salah lihat ‘kan?” Melati mengucek matanya. Barangkali ada pelakor juga yang menindihi kelopak matanya. Namun, itu benar-benar nyata di depan mata Melati. Kini dia memiliki followers sebanyak satu juta yang awalnya sekitar sembilan puluh ribuan. Dia pun melihat notifikasinya sudah ribuan sampai dia banjir like juga komentar positif sebab Melati bisa melakukan pengeditan video tanpa ada wajahnya yang tampil di sana. Jadi, Melati hanya mengambil video cara dia memasak dan masih menggunakan suara aslinya meski dia tidak menampakkan wajahnya. Dia pun melihat ada penghasilan lebih dari aplikasi hitam itu yang membuatnya ternganga. “Jadi, aku juga punya penghasilan dari sini?” “Apa, aku aktifkan lagi ya konten ini agar tetap berjalan?” Melati hanya sekolah menjadi juru masak. Dia hanya ingin menyenangkan hati Arya untuk menjadi istri sempurna. Namun, justru kesempurnaan itu lenyap seketika saat Wira berselingkuh darinya. Melati pun akhirnya memasang tripod begitu semangat untuk kembali mengonten sore hari itu dengan memasak semur jengkol—sebuah menu favorit sebagian orang Indonesia. Malam harinya, dia pun mengedit video sampai tuntas hingga akhirnya dia menunggu jam ramai ter-update hingga terposting sudah videonya. Tidak menunggu lama hanya sekitar sepuluh menit saja dia sudah banjir like, comment juga followers barunya setiap menit. “Ya Allah … kalau kayak gini, aku bisa mendapatkan penghasilan lebih dari sini. Oke, Melati mulai sekarang kamu harus bisa bangkit lagi dan melupakan Mas Arya.” “Dengan kamu sibuk bekerja dan membuat konten setiap hari. Aku yakin aku pasti bisa beranjak dari masa kelam itu dan buktikan, jika kamu itu bisa menjadi wanita karier yang tidak berpegangan pada mantan suamiku itu yang bisa-bisanya mertuaku menghinaku gadis desa yang tak berpendidikan!” Ya, Melati akan terus meng-upgrade skill yang dia miliki untuk membuktikan ke semua orang bahwa dia juga berhak mendapatkan karier terbaiknya. Suara klakson mobil itu membuat Melati panik saat masih menyisir rambutnya di depan cermin riasnya. Dia pun segera menuju ke depan yang ternyata sudah ada mobil wali muridnya. “Hai, Bu guru Abil?” anak kecil itu hanya melambaikan tangannya. Wira pun segera turun. Tujuan dia ke sini lagi ada maksud dan tujuan tertentunya. “Melati, saya minta maaf ke sini tidak langsung izin denganmu. Saya hanya ingin membantumu untuk membawa barang-barang kemarin untuk class meeting di sekolahnya Abil.” Melati mengangguk paham. “Tidak seharusnya Pak Wira ke sini. Saya bisa kok bawa barang banyak.” “Tapi, Abil nggak tega kan kemarin aja pakainya troli masa iya Abil biarkan Bu guru kesusahan sendiri. Jadi, Abil bilang deh ke Papah buat ke sini lagi.” Melati melirik ke Wira yang sepertinya segan untuk membantu dirinya. Mau tidak mau akhirnya Melati menerima tawarannya. Setelah sampai di sekolah anaknya, Wira segera berangkat secara tiba-tiba kembali ke bandara penerbangannya. Dia ingin melihat secara langsung apakah masih ada karyawannya yang tidak mematuhi perintahnya. “Andrew, apakah masih ada karyawanku yang melanggar etika bekerja?” tanya Wira dengan tegas saat baru saja duduk di ruangannya. Asisten pribadinya itu tidak menjawab apa pun. Jika sudah berada di lingkungan pekerjaan, lelaki itu berubah seperti menjadi singa jantan yang tak ingin dikekang apalagi dikomentari oleh siapa pun yang tidak patuh dengannya. “Sebenarnya masih ada, Pak. Tapi, dia masih bisa ditoleransi. Jadi, menurut saya dia sudah cukup baik.” “Oke, kapten kemarin yang saya skorsing apakah hari ini dia sudah berangkat?” Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan itu hingga membuat obrolan Wira terjeda seketika dengan asisten kerjanya itu. “Masuk,” ucap Wira. Seseorang yang telah memakai seragam lengkap itu masuk ke ruangan kecil itu. “Andrew, kamu boleh keluar dulu.” “Baik, Pak.” Lelaki itu tak lain adalah kapten arogan si Arya yang suka berangkat seenak jidat. Namun, pagi ini si kapten datang lebih awal agar tidak mendapatkan SP dari maskapai galak itu. “Pak Wira, ini saya sudah menyatakan surat untuk tidak terlambat lagi.” Arya memberikan surat yang semalam dia buat. Wira pun menerima surat itu lalu membacanya dengan seksama. Setelah itu dia menandatangani surat untuk terakhir kalinya Arya berangkat terlambat. Setelah itu, Arya segera keluar lagi dari ruangan yang membuat dirinya terancam punah menjadi kapten adalah cita-citanya sedari kecil. Saat dia membuka pintu itu dan kakinya baru melangkah, dia serbu pertanyaan dari teman-temannya itu. “Kapten, habis ngapain di dalam?” “Kalian kepo aja,” elak Wira. “Ya elah Kapten galak amat. Eh, kita ini kangen tahu dibawain makanan masakan istrimu si Melati. Kapten bawa bekal tambahan nggak?” tanya teman satunya. “Nggak usah ngomongin Melati lagi. Saya lagi nggak mood hari ini.” Arya beringsut enyah dari sana. “Ya elah, masakan Melati kan nggak ada duanya, Kapten.” Kedua teman Arya itu pun mengejar Arya yang hendak pergi untuk memaksanya agar Arya membawakan menu favorit dia. Wira yang baru saja keluar dari ruangan itu dan mendengar nama yang tak asing baginya membuat dia menaruh penasaran lebih sebab dia juga pernah merasakan masakan enak dari seorang wanita yang bernama Melati juga. “Melati? Kenapa nama istri Arya seperti gurunya Abil?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD