Bab 6 - Bebas

1256 Words
"Gue pengen banget Nda, jadi manusia yang bebas. Yang bebas memilih mau sama siapa akhir cerita hidup gue, yang bebas menyingkirkan halangan apapun untuk gue bisa terus sama dia." ucap Arka, ia tersenyum miris. Arka memang sudah menceritakan semuanya pada Amanda, tentang meninggalnya Dea. Begitupun juga Amanda, yang sudah menceritakan semuanya mengenai kebohongan Excel. Amanda tersenyum, "Kita emang manusia yang bebas kok, tapi semua kebebasan pasti ada resikonya masing-masing." ucapnya. "Contohnya?" tanya Amanda. "Lo bebas milih siapapun yang mau jadi pilihan di akhir cerita lo, tapi tentunya lo juga harus nerima resikonya bila lo pilih dia. Bisa aja kan, ada seseorang yang tersakiti jika lo pilih dia. Kita kan nggak tau, skenario apa yang udah dibuat Tuhan. Kita cuma jadi pemainnya." "Makasih ya, lo udah bisa bikin perasaan gue rada tenangan dikit. Beda jauh dibanding sama yang tadi." ucap Amanda. "Yes, same. Gue juga udah tenang karena udah cerita curahan hati gue tentang Excel ke lo." Setelahnya, keduanya terdiam. Terdiam dan hanyut pada pikiran masing-masing. Amanda sibuk merunduk sambil memainkan resleting tasnya, sementara Arka memilih melamun sambil memegang bola basket yang ada dipangkuannya. Tanpa disadari, setetes air turun dan mendarat di pipi mereka masing-masing. Dan tetesan air itu semakin banyak, hingga mereka berdua sadar kalau hujan telah datang. "Yah ujan gimana Ka?" tanya Amanda, sambil mencoba menutupi kepalanya dengan jaket yang ia pakai tadi. "Lo kerumah gue aja dulu ya? Nanti biar gue anterin pulang kalo hujannya udah berhenti." kata Arka memberi saran, dan Amanda pun mengangguk mengerti. Mereka berdua berjalan meninggalkan lapangan basket yang kini sudah mulai becek karena air hujan yang turun, sementara diam-diam Amanda mengkhawatirkan Arka. Takut-takut cowok itu sakit karena hujan-hujanan. Bagaimanapun, kondisi Arka kini tengah tidak stabil. Jiwanya sedang terguncang, dan bisa saja karena itu dia jadi mudah terserang penyakit. "Lo nggak bawa jaket atau apa gitu?" tanya Amanda, Arka menggeleng. "Rumah gue deket kok." sahut Arka, ia tersenyum. "Ntar kalo lo sakit gimana?" tanya Amanda lagi, yang mulai merasa khawatir. "Cie khawatir." Saat mengetahui apa maksud Arka, Amanda pun berdecak sebal lalu memukul lengan Arka. "Aduh sakit tau! Galak banget! Bales ah." Ujar Arka, ia membalas dengan sebuah pukulan kecil dilengan Amanda. "Arka lo nyebelin banget sih." Amanda kembali membalas pukulan Arka. Mereka tidak sadar kini tengah kejar-kejaran layaknya anak kecil yang kegirangan saat mandi hujan. Mereka tertawa bersama, melupakan masalah yang mereka punya sejenak. "Udah-udah, nanti lo sakit. Ayo, ke rumah gue. Buku-buku lo bisa hancur nanti." kata Arka yang mengingat bahwa Amanda masih membawa tas berisi buku-buku catatannya. 'Tuh kan, gantian! Khawatir kan lo sama gue?" kini giliran Amanda yang menggoda Arka, dan gadis itu tertawa terbahak hingga hampir tersedak air hujan. "Jangan mulai deh, Amanda. Udah ayo buruan!" Amanda kembali tertawa, "Iya-iya! Dasar domba!" * "Mah, kenalin, ini temen Arka di sekolah." ujar Arka, ia langsung menerima handuk kering pemberian mamanya dan segera memberikannya kepada Amanda. Amanda dengan sopan menolaknya, "nggak usah buat lo aja, gue nggak apa-apa kok." "Sini biar Tante ambilin satu lagi ya." kata Mama Arka, alias Tante Rifda. Wanita paruh baya itu kembali ke teras setelah mengambil handuk kering untuk Amanda, dan gadis itu langsung menerimanya dengan senyuman lebar. "Makasih ya tante." ucap Amanda yang langsung mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk. "Namanya Amanda, Ma." kata Arka, yang juga sibuk mengeringkan dirinya. "Oh, Amanda ya... Kamu cantik, ya." puji Tante Rifda, yang langsung mendapatkan sebuah protes dari anaknya. "Cantik dari mananya Mah?" protes Arka, sambil tersenyum sinis kepada Amanda. Amanda menjulurkan lidahnya ke arah Arka, "emang gue cantik, tau?" "Mama tinggal dulu bikin sup ya? Kalau bajunya masih basah, Amanda pake baju Kak Delima aja dulu, Ka. Arka minta sendiri ya nanti sama Delima." "Iya Mah," sahut Arka meskipun ia sangat malas jika itu berhubungan dengan kalaknya. "Yuk, masuk Nda. Di luar dingin." ajak Arka, dan langsung menerima anggukan dari Amanda. Arka mengajak Amanda pergi ke kamarnya, sedangkan Arka pergi ke kamar Delima untuk meminjam baju kakak perempuannya yang judes abis itu. "Kak, minjem dulu ya, kasian temen gue." ucap Arka memohon. Delima memandang Arka dengan malas, lalu setelahnya ia melemparkan sebuah kaus berlengan panjang longgar kepada adiknya. "Thanks kak!" Arka kembali dengan membawa baju Delima di tangannya. Sementara Amanda kini tengah mengamati setiap sudut kamar Arka. "Lo koleksi action figure ya?" tanya Amanda yang terkesima saat melihat satu lemari kaca besar berisi action figure milik Arka. Arka mengangguk, "udah, ganti baju dulu nanti masuk angin." Amanda segera menerima baju yang diberikan oleh Arka, dan setelahnya, Arka keluar dari kamarnya dan memberikan Amanda privasi untuk mengganti bajunya. "Jangan ngintip ya!" teriak Amanda dari dalam kamar Arka sambil tertawa cekikikan. "Ih! Ogah!" sahut Arka dari luar kamar, ia ikut tertawa. Setelahnya, mereka memilih untuk mengobrol di dalam kamar Arka dengan pintu yang terbuka. Tante Rifda berkali-kali bergabung dan memberikan mereka sup jagung untuk menghangatkan badan. "Amanda sering-sering main ke sini ya, tante bosen banget yang main ke sini Adrian mulu." kata Tante Rifda, dan Amanda pun mengangguk sambil tertawa. "Iya Tante." * Amanda tengah berjalan di koridor seorang diri ketika sekerumunan anak-anak kelas sepuluh tengah berkumpul di depan mading. Karena penasaran, Amanda ikut bergabung untuk melihat informasi apa yang tengah ramai diperbincangkan. Pemilihan Anggota OSIS tahun ajaran baru. Amanda tersenyum, ia berniat untuk mengajak Arka mengikuti pemilihan anggota OSIS. Pasti seru, kalau mereka bertanding untuk mendapatkan posisi tertinggi di OSIS. Meskipun sebenarnya, sih, Amanda tidak yakin akan mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari Arka. Bagaimanapun, sifat Arka yang mengayomi dan juga bersolidaritas tinggi juga menjadi nilai tambah saat pemilihan. Tapi, tidak ada salahnya kan jika mereka adu kemampuan? Dengan riang, Amanda berjalan menuju kelas Arka. Tepatnya, kelas IPS 2. Namun, ketika ia sampai di sana, gadis itu tidak bisa menemukan Arka di mana pun. Apa Arka sakit karena hujan-hujanan kemarin, terus nggak masuk? "Woy! Ngapain lo celingukan kayak mau maling ayam?" Amanda melompat kaget ketika mendengar ocehan itu disertai dengan tepukan di pundaknya. Dan ketika ia berbalik, Arka sudah nyengir bak keledai dan rasanya Amanda ingin sekali menonjok wajahnya. "Gue kaget, Arka!" protes Amanda kesal. "Lagian, ngapain celingukan kayak tadi? Nyariin gue ya?" "Geer banget si." "Yaudah, ada apa, Tuan Putri Amanda ke kelas hamba?" "Ikut pemilihan anggota OSIS yuk!" Arka mengerutkan dahinya, "mau jadi apa sekolah ini kalo anggota OSIS nya kayak gue?" katanya sambil tertawa. Amanda segera memukul lengan Arka, "udah si, ikut aja! Kita adu yuk, siapa yang bakal dapet jabatan tertinggi di OSIS!" katanya dengan antusias. "Yang menang?" "Traktir Pizza, gimana?!" Arka tampak berpikir dengan gayanya yang sengak, lalu segera mengangguk setelahnya. "Oke deh, gue mau." Amanda tersenyum puas. Cewek itu langsung menarik Arka ke arah mading untuk mengambil formulir pendaftaran untuk pencalonan diri anggota OSIS. "Pokoknya lo harus serius, kalo nggak serius gue marah." "Iya ndoro." * Mata Arka terpejam saat mengingat wajah dan senyum Dea di benaknya. Walaupun entah kenapa, dengan cepat wajah sedih Dea berubah menjadi wajah ceria milik Amanda. Arka tahu persis Amanda adalah obat dari segala kesedihannya saat ini. Gadis itu menyebarkan vitamin kepada siapa pun yang berada di dekatnya, meskipun dirinya sendiri juga sedang dihadapkan oleh masalah. Meskipun begitu, sebelum Dea mengidap penyakit, sama seperti Amanda, cewek itu juga ceria. Senyum Dea sangat cantik, tidak kalah dengan senyum Amanda. Dan itulah yang membuat Arka tidak akan melupakan Dea. Arka menopang dagunya di meja belajarnya, matanya menuju tepat kepada foto dirinya dengan Dea di hadapannya. Cowok itu tersenyum. "Udah seminggu lo ninggalin gue, rasanya berat banget, Dey." gumam Arka di tengah lamunannya. "Tapi ternyata Tuhan lebih sayang lo ya, dari pada gue." gumama Arka lagi, kali ini disertai dengan senyuman. "ARKAAAAAAAA!!" Lamunan Arka pun buyar karena suara pekikkan Delima memanggil namanya. Cewek galak itu kini sudah berdiri di depan pintu kamar Arka sambil melipat kedua tangannya. "Ya gusti, apaan sih kak?" "Baju gue udah dibalikin belom sama temen lo? Itu baju favorit gue dan mau gue pake, tau?!" Arka berdecak, ia segera mengambil baju milik Delima yang baru saja dikembalikan oleh Amanda tadi siang. "Oke, thanks!" ujar Delima yang langsung beranjak pergi dari kamar Arka. "Lebay amat." cibir Arka. "Apa lo bilang?" tanya Delima yang rupanya masih mendengar cibiran Arka barusan. "Nggak!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD