Bab 14 - Matchmaker

1263 Words
Amanda mencoba untuk tidak terlihat gugup atau pun mencurigakan ketika Arka akhirnya bertemu dengan Gina, teman sekelasnya. Ia mencoba tersenyum meskipun ada sebuah perasaan tidak rela jika perhatian Arka nantinya terus menerus diberikan kepada Gina jika memang mereka berhasil dekat. Maafin gue ya, Ka. Gue harap cepat atau lambat lo bakal tahu soal kedua kakak kita yang saling mencintai. Gue nggak mau terlalu egois, apa lagi ini soal kakak gue. Gue nggak mau, pada akhirnya kebersamaan kita bikin orang lain tersakiti. Lagi pula, ini semua belum terlambat, kan? Gina sudah rapi mengenakan sebuah jaket untuk menutupi seragam sekolahnya. Cewek itu kelihatan cantik, dan ia yakin Arka akan menyukai Gina. Karena menurut Amanda, Gina lebih cantik jika dibandingkan dengan dirinya. “Ka, kenalin, ini Gina temen gue.” kata Amanda, mengenalkan Gina kepada Arka. Arka tersenyum dan cowok itu berjabat tangan dengan Gina. “Kalian deket banget, nggak apa-apa nih kalau gue minta temenin Arka?” tanya Gina, ia melirik Amanda. “Nggak apa-apa lah, Arka kan sahabat gue, Gin.” sahut Amanda, terlihat meyakinkan. Padahal, Arka terlihat bingung dengan sikap Amanda barusan. Ia tahu persis Amanda merasa tidak nyaman dengan ini semua. Tapi, apa daya, ia sudah mengiyakan keinginan cewek itu dan ini sudah terlalu terlambat untuk menolaknya. “Udah ya, Ka, Gin. Gue mau balik dulu, kakak gue bentar lagi jemput.” pamit Amanda. “Oke, makasih ya Nda!” kata Gina, ia melambaikan tangannya kepada Amanda. Amanda pergi dari hadapan Arka dan juga Gina dengan perasaan campur aduk. Ia berharap, keputusannya kali ini adalah yang paling baik untuk siapa pun, termasuk untuk dirinya sendiri.   *     Selain karena sibuk berpikir apa yang terjadi dengan Amanda sehingga ia melakukan hal ini, Arka juga sibuk berpikir untuk memulai percakapan dengan Gina. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dan tidak tahu apa pun mengenai Gina. “Hmm… Udah berapa lama temenan sama Amanda?” tanya Gina, ia melirik Arka. “Baru kok, lo gimana?” tanya Arka, ia menggaruk tengkuknya karena canggung. “Ya semenjak sekolah di sini aja kita kenal. Yaudah deh, langsung aja yuk. Motor lo yang mana? Yang gede itu bukan?” tanya Gina, sambil menunjuk sebuah motor besar yang terparkir di parkiran sekolah. Arka menggeleng, “Bukan, motor gue yang biru itu. Matik.” jawabnya. Arka sempat bingung mengapa cewek di sebelahnya ini menanyakan hal tersebut. Dan ya, hari ini ia terpaksa untuk memakai motor kakaknya karena motor CBR 150 nya sedang berada di bengkel. Cowok itu memperhatikan gerak gerik Gina ketika ia hendak menaiki motornya. Ia terlihat aneh. “Eh, Ka. Kayaknya gue nggak jadi deh, ke toko buku. Soalnya kakak gue minta temenin ke super market. Maaf ya?” kata Gina tiba-tiba. “Hah?” “Bye Ka!” Gina pergi begitu saja meninggalkan Arka terbengong di parkiran sekolahnya. Apa sih, maksud cewek itu? Memang apa salahnya ia memakai motor matik kalau memang itulah letak kesalahannya? Karena Arka tidak ambil pusing dengan kelakuan Gina barusan, ia langsung menaiki motor dan pergi meninggalkan sekolah.     *     Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ketika Gina belum datang ke sekolah, Amanda berniat untuk menanyakan tentang hal kemarin kepada Arka. Cewek itu menyatroni kelas Arka dan dapat dengan mudah menemukan cowok itu di meja pertama. “Ka! Kemarin gimana?” tanya Amanda kepada Arka. Sementara Arka cemberut, Amanda dibuat kebingungan dengan respon cowok itu. “Kenapa? Ada apa kemarin emangnya?” tanyanya, memastikan keadaan Arka. “Kemarin, Gina nggak jadi karena liat gue pake motor matik.” jawab Arka dengan nada bicara kesal. “Hah? Emang CBR lo ke mana?” tanya Amanda bingung. “Di bengkel.” jawab Arka singkat. Amanda menepuk jidatnya, ia tidak menyangka juga Gina akan mempermasalahkan hal itu. Memangnya ada apa sih dengan motor matik? “Sori ya, Ka. Gue nggak tahu Gina orangnya kayak gitu, soalnya dia cuma minta gue buat nemenin dia aja.” jelas Amanda. “Iya nggak apa-apa sama lonya sih, tapi gue nggak habis pikir aja sama cewek modelan gitu. Nggak jelas.” balas Arka. Amanda merangkul Arka, “Maaf deh kalo gitu, gue traktir es krim ya ntar?” tawar cewek itu. “Beneran ya?” tanya Arka, dan Amanda mengangguk. Seketika, semua pikiran yang membebani kepala Arka menghilang. Ia senang melihat Amanda membujuknya. Cewek itu sangat lucu.     *       Amanda menopang dagunya dengan kedua tangannya, jam pelajaran kosong, dan ia hanya menghabiskan waktunya untuk bengong di kelas.  Sudah hampir tiga puluh menit ia melamun sambil memikirkan siapa yang akan jadi target selanjutnya untuk dicomblangi dengan Arka. Kali ini, ia tidak ingin mengambil resiko dan memilih untuk berhati-hati memilih cewek yang cocok dengan Arka. Meskipun perasaannya terhadap Arka masih sama, ia tidak akan menyerah untuk mencoba membuat Arka melupakannya dan menerima hubungan kedua kakak mereka nantinya. Karena Amanda yakin, perasaan Arka untuknya belumlah sedalam perasaan Azriel terhadap Delima. Amanda kembali berpikir, cewek manakah yang cocok dipasangkan dengan Arka. Lulu? Tania? Oke, Tania. “Kenapa gue nggak kepikiran dari tadi sih?” ujar Amanda kepada dirinya sendiri. Tania Hervania, adalah salah satu teman SMP nya yang dekat dengannya. Selain cantik, Tania juga sangatlah pintar. Cewek itu tidak menyukai basket, dan lebih tertarik dengan pelajaran akademik ketimbang kegiatan-kegiatan seperti olahraga. Setelah mantap dengan niatnya, Amanda buru-buru menghubungi Tania melalui Line. Taniaa! Apa kabar? Tanpa Amanda duga sebelumnya, ia langsung mendapatkan balasan dari Tania. Setelah mendengarkan curhat Tania yang baru saja putus dengan pacarnya yang benama Joe, serta melakukan curhat colongan mengenai Excel, akhirnya Tania menerima tawarannya untuk berkenalan dengan Arka. Kini, sekarang tinggal Arka lah yang memutuskan. Apa kah cowok itu mau jika ia kembali menjodohkannya dengan temannya lagi.     *   Sambil memberikan sebuah ice cream untuk Arka, Amanda duduk di sebelah cowok itu sambil menikmati ice creamnya. Mereka kini berada di taman kota yang terletak tidak jauh dari sekolah. Karena ketika Amanda mengajak Arka untuk melunasi janjinya, Arka justru mengajak cewek itu ke taman ini untuk menikmati ice cream yang dijanjikan Amanda sebelumnya. “Hmmm, Ka.” panggil Amanda. “Hm?” sahut Arka yang kini sedang menikmati ice creamnya. “Lo mau nggak gue kenalin ke temen gue?” tanya Amanda, ia mencoba berhati-hati agar Arka tidak curiga atau pun marah kepadanya. Napas Arka tertahan, ia melirik Amanda. “Siapa lagi?” tanyanya. “Temen smp gue, dia kayak yang baru patah hati gitu. Lo kan, orangnya humoris, jadi gue kepingin ngenalin lo aja ke dia.” kata Amanda sambil tersenyum. “Lo ngenalin gue ke temen-temen lo itu karena pengen gue ngehibur mereka, atau pengen jodohin gue sama mereka?” tanya Arka, “Lagian, meskipun gue humoris, gue kan bukan badut, Nda.” lanjutnya, melayangkan protes dengan nada bicara yang halus namun cukup membuat Amanda terdiam. “Gue kan, juga kepengen lo deket sama temen-temen gue Ka. Emangnya salah?” tanya Amanda, ia mencoba memberikan alasan yang tepat kepada Arka. Namun, Arka yakin, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Amanda. Dan pastinya ia memiliki alasan karena melakukan semua ini. Karena menurut Arka, Amanda pasti ingin menjodoh-jodohkannya dengan teman-temannya. Bukan sekedar untuk berkenalan semata. Pikirian buruk sempat menghantui Arka. Untuk apa Amanda melakukan ini semua? Apa kah ajakannya untuk berpacaran sebenarnya ditolak oleh cewek itu? Jika memang dirinya ditolak, kenapa Amanda tidak mengatakannya langsung? Mengapa ia harus menjodoh-jodohkan dirinya dengan teman-temannya? Apa itu masuk akal? Gue harus ngikutin permainan lo, Amanda. Sampe mana lo bakal ngelakuin ini semua dan jujur ke gue kalo sebenarnya lo nolak gue. Batin Arka. “Emangnya temen lo yang mana lagi? Banyak juga ya temen lo.” kata Arka, tiba-tiba saja nada bicaranya berubah dan seketika membuat Amanda khawatir akan hal itu. “Namanya Tania, gue deket banget sama dia dulu. Tania orangnya pinter, dan dia cantik banget.” jelas Amanda. Seperti tebakan Arka sebelumnya, memang ada yang tidak beres dengan Amanda. Buktinya, Amanda terkesan mempromosikan temannya kepada Arka seakan-akan ingin menjodohkannya. “Hmm.. Terus?” “Hari sabtu, lo ketemu sama dia ya?” “Oke. Kabarin gue aja ya nanti.” Dalam hati, Amanda cukup senang dengan respon Arka meskipun ia hampir ketahuan. Tetapi untungnya, Arka tidak menanyakan hal-hal sensitif lagi yang ia tidak ketahui jawabannya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD