SAMPAH BERJODOH DENGAN PEMULUNG

877 Words
“Wah Bundanya Çakti sudah pulang?” sapa Aprilia saat melihat Zahra pagi ini mengantar Çakti ke sekolah. Tugasnya memang menyambut semua siswanya di pintu gerbang. Aprilia melihat Zahra tidak mengenakan pakaian kerja, tapi outfitnya baju santai walau tetap saja rapih dan modis. “Iya Bu guru. Saya kok kayaknya nggak nyaman saja dinas luar kali ini. Anak saya sakit membuat saya tak konsen kerja, jadi saya percepat kepulangannya saya. Dan juga kok rasanya was-was ya ninggalin suami. Takut diambil pemulung,” kata Zahra. ‘Apa dia sudah tahu? Kalau dia tahu tak mungkin setenang itu,’ Aprilia syok mendengar jawaban Zahra barusan. Dua orang ibu yang mengantar anaknya tertawa mendengar kata-kata pemulung yang diucapkan Zahra. “Iya pelakor sekarang itu tidak peduli. Gayanya saja agamis, tapi kelakuannya minus,” timpal seorang ibu. “Benar, pendidikan tinggi itu tidak menjamin seseorang untuk berpikir jernih. Dia tidak peduli anak dari pasangannya terluka akibat perselingkuhan mereka,” timpal yang lain. “Mana bisa berpikir jernih? Karena memang dia tak punya otak untuk berpikir, terlebih pelakor yang memang tahu pasangannya punya anak dan istri. Sungguh mahluk yang tak punya hati!” jawab Zahra. “Tadi saya bilang pemulung kan? Karena lelaki yang berselingkuh itu adalah sampah. Makanya teman selingkuhnya adalah pemulung. Karena pemulung dengan sampah kan emang jodoh. Kalau buat saya sampah itu enggak perlu saya pertahankan. Langsung akan saya buang dan saya akan bikin dia tak bisa di daur ulang hingga dia hancur sehancur-hancurnya,” kata Zahra. “Kalau pelakor yang ditipu, tidak tahu lelakinya punya anak dan istri, itu masih kita bisa kasih poin sedikitlah. Tapi pelakor yang jelas tahu kalau pasangannya punya anak dan istri adalah perempuan tak waras,” ucap ibu lainnya. Aprilia merasa itu tepat buat dirinya. Karena dia jelas tahu Athaya punya anak dan istri, tapi dia sengaja masuk. “Ingat nggak kasus yang baru saja terjadi kemarin di kampus negeri di sini? Yang baru wisuda S2?” tanya seorang ibu. “Ah iya. Yang pelakor dapat karangan bunga besar ucapan dari istri sahnya kan? Memang harus seperti itu. Kita sebagai istri sah memang harus bertindak cerdas, enggak usah jambak-jambak atau maki-maki pelakor karena enggak ada guna. Pelakor dan suami kita itu sama-sama sampah!” jawab yang lain tak kalah pedas. “Benar banget. Saya juga nggak akan mungkin mau menyerang pelakor karena nanti level saya turun sama dengan dia. Kalau saya, suami saya diambil saya akan buang sekalian. Saya nggak akan pertahankan. Saya bisa berdiri di kaki saya sendiri kok,” jawab Zahra dengan senyum manisnya. Tak ada kilat marah karena dia tak tahu kalau bu Aprilia ada main dengan suaminya. Obrolan mereka terhenti bel sudah berbunyi. Para orang tua harus menunggu di ruang tunggu yang di sediakan sekolah. “Ke mana Endah?” tanya seorang ibu pada Zahra. “Aku hari ini enggak kerja, karena seharusnya hari ini masih meeting di Bali. Karena pulang cepat ya aku berarti masih libur. Jadi Endah nggak aku bawa,” kata Zahra yang masih didengar oleh Aprilia. ‘Jadi maminya Çakti akan sepanjang hari menunggu Çakti di sekolah?’ Tadi malam memang Athaya sudah memberitahu Aprilia kalau Zahra pulang mendadak. Tapi mereka tak menyangka kalau Zahra akan sepanjang hari nungguin Çakti di sekolah. Sebelum Zahra pulang mereka masih bisa video call malam hari. Athaya bisa puas memandang pu-ting Aprilia yang sangat dia sukai, juga leher putih Aprilia yang banyak bercak merah hasil karyanya. Athaya bisa memamerkan senapannya yang siap tempur kala mereka video call dan Aprilia pasti berjanji akan menjinakkan senapan tersebut dengan mulutnya. Setelah Zahra pulang mereka tak akan lagi berkirim pesan atau telepon kalau bukan jam kantor. Mereka bermain sangat rapi sehingga Zahra sama sekali tak tahu karena tak ada perubahan apa pun dari tingkah laku suaminya. ‘Mas, maminya Çakti hari ini full sepanjang hari di sini loh,’ Aprilia mengirim pesan untuk kekasihnya. ‘Enggak apa-apa. Tenang saja. Nanti begitu dia pulang kamu kabari aku, baru kita keluar makan siang,’ balas Athaya. Tak ada yang perlu ditakutkan karena mereka bertemu kan pukul 12. 20. Sedang anak-anak keluar pukul 10.15. Sehabis itu Aprilia akan membereskan kelas dan membuat laporan kegiatan belajar mengajar hingga pukul 12.00. Tak mungkin kan Zahra menunggu hingga pukul 12.00? ‘Kamu jangan nervous. Bikin Mas tambah kangen sama kamu. Sampai ketemu jam makan siang nanti ya manisku,’ tulis Athaya. Aprilia hanya menjawab dengan emoticon love dan kiss. Satu minggu sejak pertama kali Athaya membawa Aprilia ke hotel, akhirnya dia bisa membobol pertahanan gadis tersebut. Hari ini keperawanan Aprilia sudah dia hempaskan. Tentu saja dia merasa puas bisa membobol gawangnya Aprilia dengan sukarela. Bukan dengan paksaan. “Mas kalau aku hamil bagaimana? Mas kan nggak pakai apa-apa,” ucap Aprilia. Tak ada penyesalan dia baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga yang seharusnya hanya boleh dia berikan untuk suaminya yang sah. “Tenang saja Sayang. Habis ini kita beli obat anti hamil dan besok kita langsung ke dokter kandungan untuk melakukan suntik KB agar kamu nggak was-was,” jawab Athaya tenang. “Apa bisa Mas?” “Bisalah. Besok siang kita tidak ke hotel, tapi kita langsung ke rumah sakit sehabis makan siang,” ucap Athaya. “Baiklah. Aku manut saja,” kata Aprilia. Dia memeluk erat tubuh lelaki yang dia cintai itu. Mereka siang itu melakukannya tiga kali tanpa merasa bosan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD