Candra hanya mengikuti ke mana Bu Aliya berjalan, tanpa bertanya apa pun. Sedangkan Pak Joko, berjalan mengekor di belang mereka berdua.
Tak jauh dari gang itu, rumah Bu Aliya dan Pak Joko cukup dekat, sehingga mempercepat mereka sampai.
"Ini rumah kami, Nak. Ayo, masuk," ujar Bu Aliya sembari masuk ke halaman rumah mereka.
Rumah yang tak terlalu besar, tapi juga lumayan bagus di area kota. Halaman yang rapi, rumah juga bersih.
Dalam hati Candra, 'Rumah mereka bagus juga ternyata, walaupun nggak besar seperti orang kaya. Tapi lebih bagus, dari pada panti asuhan. Syukur deh, nggak jelek-jelek banget rumahnya.'
"Ayo, Nak. Mari, masuk," ajak Bu Aliya lagi.
Saat masuk rumah, semerbak pengharum ruangan tercium di hidung Candra. Di dalam rumah, bercat warna hijau, gorden warna hijau membuatnya terlihat sangat nyaman.
"Bagus," gumam Candra, tanpa ia sadari.
"Alhamdulillah Candra suka?" tanya Pak Joko yang berdiri di belakangnya.
"Iya, Pak. Candra, suka. Walaupun kalian nggak kaya, tapi rumah ini cukuplah dari pada panti asuhan," ujar Candra.
"Iya, Nak. Istirahat dulu, katanya kamu mau minum? Sebentar Ibu ambilkan," ujar Bu Aliya, dengan cepat berjalanenuju dapurnya.
Candra pun duduk di kursi ruang tamu, tentunya di susul oleh Pak Joko yang duduk mendampingi.
"Candra, panggil Bapak pakai sebutan Ayah ya, Nak," pinta Pak Joko dengan lembut.
Candra hanya menganggukkan kepala, saat itu bersamaan dengan Bu Aliya datang sembari membawa sagu gelas berisi air putih yang di serahkan ke Candra. Dia sedari tadi merasa haus, sehingga dengan cepat menenggaknya hingga habis.
"Aku sekolahnya gimana, Bu? Jadi jauh dengan sekolahanku," ujar Candra.
"Besok, biar Ayah dan Ibu yang mengurus perpindahanmu, Nak. Kamu tenang saja, kami akan mencoba merawatmu dengan baik," jawab Pak Joko.
Bu Aliya pun meraih tangan Candra dan membawanya menuju ke salah satu ruangan.
"Candra, ini kamar kamu, Nak. Semoga suka, ya. Memang kami sengaja menyiapkan ini satu hari sebelum mengadopsi anak di sana. Maaf, catnya warna hijau juga, sebab sebelumnya kami masih belum tahu mau adopsi anak laki-laki atau perempuan," ujar Bu Aliya.
"Kalau kamu nggak suka, besok biar Ayah benahin," sahut Pak Joko.
Candra tanpa menjawab, hanya nyelonong masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di pinggiran kasur yang begitu empuk, dibandingkan tempatnya yang sebelumnya. Bu Aliya dan Pak Joko pun menghampiri.
"Candra, suka?" tanya Bu Aliya.
"Suka, Bu, Pak. Eh, Ayah maksudku. Aku suka, makasih ya?" ucap Candra.
"Alhamdulillah, kamu lanjutin tidurnya ya, Nak. Ayah dan Ibu mau beres-beres dulu, soalnya hari ini libur untuk jualan," ujar Bu Aliya lagi.
Candra pun menganggukkan kepalanya. Kemudian kedua orang tuanya keluar, sedangkan Candra merebahkan tubuhnya di atas kasur. Saat ini, dia seakan-akan melupakan sosok sahabatnya yaitu Nadin.
Sepanjang siang itu, Candra hanya menghabiskan waktunya di kamar sembari memeluk guling yang sudah di sediakan di sana. Hingga sore tiba, Bu Aliya kembali memanggilnya.
"Candra, sayang. Kamu tidur? Bangun, yuk. Mandi, sudah sore, Nak," ujar Bu Aliya sembari mengetuk beberapa kali.
"Iya, Bu. Bentar lagi," jawabnya.
"Iya, Nak. Keburu malem, nanti," ujar Bu Aliya lagi.
"Iya-iya," jawab Candra sedikit ketus.
Bu Aliya, akhirnya kembali ke dapur. Sedangkan Candra masih belum juga bangun dari tempatnya berbaring. Dalam hatinya berkata, 'Enak banget, sih. Di sini nggak ada yang nyuruh-nyuruh, untung tadi aku berubah pikiran jadi mau.'
Tak berselang lama, ganti Pak Joko yang memanggilnya. Beliau mengetuk-ngetuk pintu Candra sembari memanggil anaknya itu.
"Candra, bangun, Nak. Cepetan mandi, keburu magrib, loh. Anak cewek jangan suka mandi terlalu sore, nggak baik!" tegur Pak Joko.
"Iya-iya, ini bangun," ujar Candra sembari beranjak dari tempat tidurnya. Dia berjalan keluar kamar, mencoba mencari keberadaan orang tuanya.
"Bu, Yah," panggilnya. Dia kira sebelumnya, saat ayahnya memanggil dia, nggak mungkin Pak Joko pergi secepat itu.
"Bu!" panggilnya sedikit berteriak.
Bu Aliya yang berada di dapur, baru mendengar panggilan Candra.
"Iya, Nak. Di dapur," jawab Bu Aliya.
Candra segera menghampiri sumber suara itu. Terlihat Bu Aliya sedang memasak makanan, yang mungkin untuk mereka makan malam nanti.
"Bu, kamar mandinya mana, ya?" tanya Candra.
Bu Aliya menoleh ke arah Candra, lalu menjawab, "Itu, oh iya. Ibu ambilkan handuk baru buat kamu."
Bu Aliya, setelah menunjuk ke arah pintu yang berada di dapur itu, kemudian pergi untuk mengambilkan handuk Candra. Sedangkan Candra, melihat beberapa makanan yang sudah siap untuk di hidangkan, memutuskan untuk mendekat.
"Banyak banget, kalau masak Ibu. Ada ayam goreng juga, lumayan bisa makan ayam lagi," gumam Candra.
Terdapat ada sayur ayem, beserta lauk pauk yang mana salah satunya ayam. Candra pun merasa bahagia, sebab di panti asuhannya, dia hanya sesekali makan ayam dalam satu bulan.
"Candra, ini sayang," ujar Bu Aliya, yang membuat Candra terperanjat kaget.
"Astagfirullah, kaget aku, Bu. Kok masak banyak banget? Bukannya tadi Ayah udah beli makanan ya?" tanya Candra.
"Tadi sudah dibuat lauk Ayah dan Ibu. Sengaja Ibu masak ini, biar kamu suka," ujar Bu Aliya sembari tersenyum.
"Baik, Bu. Makasih, aku mandi dulu," jawabnya sembari tersenyum..
Memang Candra anaknya ketu, namun kalau masalah makanan dia bukan tipe orang pemilih. Sebab, dari dulu dia sudah terbiasa makan-makanan yang sederhana. Hanya dulu, sikapnya ke Nadin yang membuat dia terlihat jelek. Dia selalu iri, apa saja yang dimiliki Nadin.
Pak Joko pun datang sembari mengangkut galon yang berisi air untuk minum keluarganya.
"Bu, Candra sudah bangun?" tanya Pak Joko sembari meletakkan galon.
"Sudah, Pak. Dia lagi mandi. Ibu bahagia, kala melihatnya tersenyum," ujar Bu Aliya.
"Memangnya kenapa, Bu?" tanya Pak Joko.
"Katanya dia seneng melihat makanan ini, sampai-sampai dia bergegas untuk mandi," jawab Bu Aliya.
"Alhamdulillah, kita bisa masakin ayam untuknya setiap hari, Bu. Biar kita selalu melihat kebahagiaan itu," ujar Pak Joko.
Bu Aliya pun hanya tersenyum. Tak berselang lama, Candra pun keluar. Dia melihat kedua orang tuanya menunggu dia di meja makan yang terdapat di dapur.
"Lama, ya?" tanya Candra, sembari menghampiri mereka.
"Enggak, kok. Duduk, sayang," ujar Bu Aliya.
Candra pun duduk, lalu mereka menyantap makanannya dengan penuh cita. Sebab melihat Candra memakannya dengan lahap.
Mereka sama-sama merasa bahagia. Candra bahagia, sebab perlakuan kedua orang tuanya. Sedangkan Pak Joko dan Bu Aliya, merasa bahagia sebab apa yang diingkan, yaitu memiliki keturunan akhirnya tercapai.
Malam itu, mereka berkumpul bersama hingga larut malam. Kemudian tidur.
***
Keesokan harinya, Candra bangun pagi saat matahari belum menampakkan cahayanya. Kebiasaan bangun pagi itu, sudah menjadi hal rutin dilakukan dia saat di panti.
Dia keluar kamar, yang mana di dapur sudah terdengar orang yang sedang memasak. Dia memberanikan diri untuk menghampiri, ternyata Bu Aliya yang berada di sana.
"Bu!" panggil Candra.
"Iya, Nak. Kok sudah bangun?" tanya Bu Aliya.
"Iya, Bu. Sudah kebiasaan bangun jam segini. Ayah belum bangun?" tanya Candra.
"Sudah, itu lagi mandi. Nanti mau ke sekolah lamamu, kemudian berangkat ke pasar juga.
***
Setelah semua selesai, Pak Joko berangkat lebih pagi untuk mengurus surat pindah sekolah dari sekolahan Candra.
Candra bersekolah ditempat yang berbeda dengan Nadin. Memang daerah mereka sama, tetapi Nadin bersekolah ditempat yang favorit. Sedangkan Candra bersekolah di tempat sekolah dasar yang hitungannya biasa saja.
Bersambung ....