Menjadi istri kedua di Indonesia, lebih banyak duka daripada suka. Apalagi jika menjadi istri ketiga? Bisakah kalian bayangkan itu? Hujatan, nyinyiran, sindiran, omongan, hinaan dan semua yang negatif tentu saja menjadi makanan sehari-hari yang mau tidak mau harus diterima dengan lapang d**a.
Padahal, mereka yang berkata seperti itu tidak tahu betapa penderitaan yang harus aku alami dengan menjadi istri ketiga Mas Rendra. Apakah aku bahagia? Entahlah. Sepertinya kebahagiaan itu alergi berada di dekatku. Aku dan bahagia itu bagai musuh, walau dulu kami berteman baik. Hidupku berubah total waktu aku kelas dua SMP.
Mungkin kalian lalu akan bertanya, terus kenapa mau menikah? Bahkan rela menjadi istri ketiga? Apakah ini sebuah pernikahan kontrak? Pernikahan yang diatur? Seperti yang banyak di n****+-n****+ itu?
Aku jawab : TIDAK! Ini bukanlah sebuah pernikahan kontrak atau pernikahan yang diatur. Bagiku ini adalah sebuah pernikahan terpaksa! Kenapa terpaksa? Karena aku harus membalas budi bapak dan ibu. Mereka yang memintaku untuk menikahi Mas Rendra. Semua karena Aliesya, demi Aliesya. Padahal aku memimpikan pernikahan sekali saja seumur hidupku, dengan lelaki yang aku cintai. Tapi nyatanya? Hufftt... aku menarik nafas panjang karenanya.
Selama dua tahun pernikahanku dan Mas Rendra, aku tidak dianggap layaknya seorang istri. Seperti yang Mas Rendra bilang, bahwa dia mau menikahiku walau secara siri karena Aliesya yang memintanya.
Umurku masih cukup muda waktu itu. Selisih usiaku dan Mas Rhendra dua belas tahun. Seharusnya Mas Rendra bisa 'ngemong' aku kan? Tapi untuk apa? Tak pernah ada aku di hatinya, tak pernah ada aku di dalam doanya - mungkin sih -. Lalu, haruskah aku bertahan? Saat Aliesya kemudian pergi meninggalkan kami?
Seperti apa pernikahan yang aku jalani dan kenapa aku mau menjadi istri ketiga? Lalu siapa pula Aliesya? Kalian bisa ikuti perjalanan hidupku di n****+ ini Titip Rindu untuk Aliesya. Insya Allah aku akan bercerita pada kalian tiap hari di bulan September 2021. Doakan!