Friend With Benefit

2853 Words
Deru napas Gyan dan Norika saling tersenggal satu sama lain setelah pelepasan mereka berdua yang kesekian kalinya dalam bercinta ini. Gyan mengangkat wajahnya dan ceruk leher Norika, menatap wajah cantik Norika dalam remangnya cahaya di kamarnya ini. Norika mengulum bibirnya untuk menahan eluhannya saat Gyan menarik miliknya dari diri Norika. Pria itu masih berada diatas Norika, mengukung diri Norika dibawahnya sambil menatap Norika dengan tatapan memuja setelah dirinya merasa puas akan percintaan ini. Gyan lalu menurunkan tubuhnya lagi, mengecup pipi Norika yang tanpa Gyan sadari hal itu membuat pipi Norika memerah. “Dingin?” Tanya Gyan dan kemudian Norika mengangguk. Gyan lalu menarik selimut putih untuk menutupi tubuh polos mereka berdua dan menyalakan lampu tidurnya. Norika kira Gyan akan langsung tidur setelah ini. Tapi ia malah merebahkan lengan kirinya dan membuat Norika menjadikan lengannya sebagai bantalan kepalanya. Bahkan setelah itu Gyan memeluknya, menatapnya penuh cinta sambil merapikan anak rambut Norika yang menempel pada dahi wanita itu. “Terimakasih, Norika.” Kali ini Gyan mengecup pundaknya. Entah sudah berapa kali Norika dibuat menahan napas sejenak karena terkejut dengan kecupan atau sentuhan Gyan yang tidak ia duga-duga. “Tidur, gih.” Ucap Gyan. Norika menggeleng pelan sambil tertawa kecil. “Nggakbisa tidur deh aku kayaknya.” “Loh kenapa?” “Terlalu senang.” Norika mengangkat tangannya untuk mengusap pipi Gyan. Ditatapnya garis wajah tampan itu yang setiap hari ia bayangkan untuk ia miliki. Bahkan malam ini pria yang hanya bisa ia bayangkan malah bercinta dengannya, saling memberi kepuasan dan memadu kasih. “Ini semua kaya mimpi.” Gyan hanya balas tersenyum sambil mengusap bahu Norika. “Hari ini juga pertama kali aku ikut belanja kebutuhan seperti ini. Dulu waktu sama Railyn nggak pernah.” “Loh kenapa? Aku kira kalian tinggal bareng dan itu tandanya kalian sudah pernah belanja bulanan bersama juga.” “Enggak.” Gyan kini tersenyum miris, seketika teringat Railyn lagi. “Aku sibuk kerja saat itu. Memang sebenarnya semenjak lama berpacaran dengan Railyn, aku lebih sering sibuk kerja, Railyn juga sibuk. Kami juga kadang ketemu kalau malam aja dan Railyn juga pernah protes agar aku meluangkan waktu untuk dia. Padahal juga aku sudah sebisa mungkin meluangkan waktu.” Seketika Norika termenung, ia malah membayangkan dan sadar bahwa di kasur inilah tempat Gyan dan Raily menghabiskan waktu, bercinta berkali-kali seperti yang Gyan dan Norika lakukan barusaja ini. Norika hanya menghela napas, lalu menenggelamkan wajahnya di d**a Gyan. “Jangan sedih lagi ya, Gyan.” Ia lalu mendongakkan wajahnya, menatap Gyan. “Kamu bisa cerita semuanya sama aku. Aku bakalan berusaha selalu ada buat kamu.” “Makasih. Aku nggak tahu kalau nggak ada kamu hari ini mungkin keadaanku sudah semakin parah.” “Sekarang perasaanmu gimana?” “Hm…” Gyan berpura-pura berpikir, membuat Norika berdecak karena Gyan terlalu lama berpikir. Sampai kemudian Gyan tertawa lagi dan makin erat memeluk Norika. “Sudah mendingan kok dan aku merasa baik. Semuanya karena kamu, Norika.” *** Hari Minggu di pagi hari ini kamar Gyan sudah dipenuhi suara keras desahan yang saling bersahutan dari kamar mandi kamar. Ya, Gyan dan Norika lagi-lagi bercinta seolah tidak puas dengan yang semalam. Gyan yang sangat menyukai tubuh Norika, respon tubuhnya yang masih malu-malu dan sungkan membuat Gyan semakin ingin bercinta dengan Norika dan mengajari wanita itu banyak hal baru. Norika jelas berbeda dengan Railyn yang lebih berpengalaman karena sering bercinta dengannya. Norika seperti angin segar yang baru ia hirup dan ia rasakan. Nikmat, menyegarkan dan membuatnya semakin menginginkan lebih. Norika juga sangat menyukai Gyan dan seolah tak percaya bahwa wanita yang biasa saja sepertinya bisa membuat Gyan terpikat padanya dan membuat Gyan bercinta dengan dia berkali-kali. “Tolong ambilkan handukku juga, ya.” Ucap Gyan yang masih membersihkan dirinya sedangkan Norika sudah membalut tubuhnya dengan handuk putih. “Tadi aku lupa ngambil handuk tambahan. Ya maaf, kebiasaan sendirian.” “Dasar jomblo ngenes!” Ejek Norika sambil membenarkan gelungan handuk di rambutnya. “Sekarang kan udah enggak lagi, kan udah sama kamu.” Jawab Gyan. Norika sontak menahan senyumannya. “Emangnya aku mau sama kamu?” “Norika,” Gyan menatapnya pura-pura kesal. “Kamu mau aku tarik dan buat kamu mandi lagi?” “Enggak!” Norika cepat-cepat kabur. “Tolong ya aku udah mandi berkali-kali gara-gara kamu!” “Makannya cepet sana keluar sebelum aku narik kamu lagi.” Norika hanya tertawa kecil dan mengedipkan salah satu matanya untuk menggoda Gyan saat keluar dari kamar mandi. Norika lalu membuka lemari Gyan untuk mengambil handuk, tapi seketika ia terdiam saat melihat masih ada beberapa potong baju Railyn disana. Norika tidak bisa menahan rasa penasarannya, ia menarik laci di deretan tumpukan baju Railyn dan melihat masih ada dalaman serta lingerie milik Railyn. Tidak hanya itu, ketika Norika menggeser pintu lemari sebelah, ia juga melihat night gown seksi dan juga transparan masih menggantung rapi disana. d**a Norika sontak terasa sesak, ia berusaha mengatur napas berkali-kali tapi ia juga ingat bahwa Gyan dan Railyn tidak mungkin mengira hal ini akan terjadi. Mereka berdua pasti sama-sama tak menyangka akan putus begitu saja sesudah tinggal bersama dan berpacaran selama tiga tahun. “Udahlah nggak usah dipikirin.” Norika menggelengkan kepalanya sambil berusaha tersenyum tipis. “Hubunganku sama Gyan juga akan sebatas friend with benefit.” Norika kemudian kembali ke kamar mandi, menaruh handuk untuk Gyan begitu saja di pinggir wastafel dan meninggalkan Gyan begitu saja. Namun perasaan Norika masih saja tak nyaman semakin ia memikirkan soal Railyn. Norika sadar bahwa walaupun Railyn atasannya di kantor, tapi Railyn menganggap Norika adalah teman baiknya. Bahkan Railyn menganggap Norika adalah adiknya sendiri. Mereka berdua banyak melakukan aktifitas kerja bersama karena satu team, juga Railyn dan Gyan sering mengajak Norika ikut dalam kencan mereka agar kencan terasa tidak hambar. Entah bagaimana jadinya bila Railyn tahu bahwa seseorang yang ia anggap sebagai adiknya malah bercinta dengan mantannya sendiri. Norika menatap kasur Gyan lagi yang sudah berantakan karena mereka berdua. Memang sangat menyenangkan dan membuat sangat candu. Tapi hal yang mereka lakukan ini sepertinya salah. Tak seharusnya Gyan melakukannya dengan Norika dan juga kebalikannya. “Kepalaku rasanya mau pecah.” Norika memutuskan untuk keluar dari kamar dengan hanya masih berbalut handuk putih. Ia melepaskan gelungan handuk di rambutnya, membiarkan rambutnya yang basah terurai begitu saja dan ia mengambil air mineral dingin dari kulkas. Norika masih meneguk minumannya, sampai kemudian pintu apartemen Gyan tiba-tiba saja terbuka dan kini ada seorang ibu-ibu menatapnya penuh keterkejutan. “Kamu siapa?!” Tanya ibu itu tanpa keramahan sama sekali. “Kenapa bisa ada di apartemen anak saya dengan penampilan seperti ini?!” “Anak?!” Norika ikut terkejut dan seketika menutupi dadaanya dengan tangan walaupun rasanya sia-sia. “Ma-maaf bu, saya—” Dan keadaan diperparah dengan Gyan yang habis mandi dan melangkah keluar kamar hanya dengan menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya. “Norika kamu nggak pakai baju du—” ucapannya terputus saat melihat mamanya yang tiba-tiba datang. “Mama kok datang nggak bilang-bilang Gyan?!” “Abang! Pakai baju kalian sekarang dan jelaskan semua yang terjadi!” *** Norika merasa malu bukan main. Bahkan rasanya ia dan Gyan seperti pasangan yang terpergok bercinta di hotel dan kena sidak oleh polisi! Sekarang bayangkan saja, bagaimana bisa Gyan Revano memberitahu password pintu apartemennya pada ibunya padahal ia juga sudah tinggal bersama dengan Railyn?! Kini di depan Norika adalah Mama kandung Gyan yang berarti juga merupakan istri direktur perusahaan tempat Norika bekerja karena Gyan adalah anak kandung direktur perusahaannya. “Ma—” “Kamu jangan bilang kalau mama salah lihat!” Bentak Irina—Mama Gyan bahkan sebelum Gyan menyelesaikan ucapannya. “Enggak gitu, Ma. Ini tuh—” “Apa?! Nggak seperti yang Mama pikir?! Jelas-jelas kalian keluar dalam keadaan… astaga, Gyan!” Irina langsung memijat kepalanya yang berdenyut. “Mama nggak nyangka kamu berselingkuh dari Railyn dengan wanita ini.” “Ma, Gyan nggak selingkuh.” Gyan membantah dengan nada tenang. “Nggak selingkuh gimana?! Membawa wanita lain ke apartemen ini setelah ldr sama Railyn. Kamu waras, Gyan?!” Omel Irina. “Mama sudah mewanti-wanti kamu agar tidak selingkuh dari pasangan kamu. Mama minta kamu setia. Dari awal mama udah nggak setuju soal hubungan kamu dan Railyn, tapi kamu mempertahankannya dan meyakinkan mama hingga membuat mama setuju. Lalu setelah ini? kamu malah menyelingkuhi Railyn? Pikiranmu ini dimana sih, Gyan?” Norika akhirnya angkat bicara. “Bu, Maaf. Saya bukan selingkuhannya Gyan dan Gyan tidak selingkuh dari mbak Railyn.” “Diam kamu jangan ikut campur!” Bahkan Irina sampai menunjuk wajah Norika. “Kamu pasti menggoda anak saya, kan?! Berapa sih yang Gyan kasih ke kamu sampai kamu mau tidur dengan anak saya dan sampai Gyan menyelingkuhi Railyn?!” “Ma!” Gyan bahkan sampai membentak Mamanya. “Railyn kurang apa sih, Gyan? Dia jelas lebih cantik dari wanita ini, lebih mandiri, lebih pintar.” Lalu tiba-tiba Irina membuka tasnya, menarik entah berapa lembar dollar dari dalam dompetnya dan melemparkannya ke wajah Norika. “Uang kan yang kamu cari dari anak saya. Tuh uang! Kurang? Butuh berapa lagi?!” “Ma, cukup!” Gyan pada akhirnya menarik tangan Irina dan menatap marah mamanya. “Gyan dan Railyn sudah putus, Ma. Dan Gyan nggak selingkuh sama dia!” Irina langsung terdiam, tapi ia masih menatap benci pada Norika yang hanya menunduk dan menahan tangisnya. Tenggorokan Norika benar-benar tercekat karena menahan tangis. Belum selesai ia dengan rasa bersalahnya pada Railyn karena sudah tidur dengan Gyan, kini malah ditambah dengan dipermalukan oleh istri dari direktur perusahaannya sendiri. “Saya lebih baik pulang dulu, Pak.” Ucap Norika dengan suara bergetar tanpa berani menatap Gyan dan Irina. Ia membersihkan uang yang ada di pahanya dan menunduk sopan tanda pamit. “Saya permisi Pak Gyan, Bu Irina. Saya pulang dulu.” “Norika!” Gyan memanggilnya, namun Norika tetap melangkah keluar dengan cepat dari apartemen Gyan. “Bagaimana bisa dia tahu nama Mama dan memanggil kamu, Pak?” Tanya Irina curiga. “Dia karyawan perusahaan kita?” Gyan meremas rambutnya frustasi dan berdecak kesal. “Mama benar-benar sudah keterlaluan!” Gyan meninggalkan Irina begitu saja, berlari keluar dari apartemennya mengejar Norika. Ia bersyukur masih menemukan Norika yang sedang melangkah kearah lift. Gyan segera berlari mendekat dan menarik tangan wanita itu. Perasaan Gyan semakin kacau saat melihat Norika menangis sesenggukan dan berusaha mengusap air matanya saat Gyan menatapnya. “Maafin mama saya, Norika. Mama saya benar-benar keterlaluan. Saya sangat minta maaf.” “Nggakpapa, Pak. Ibu Irina juga nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kan.” Norika berusaha tersenyum tipis yang malah membuat perasaan Gyan semakin bersalah. “Saya pulang dulu, Pak.” “Saya antar kamu.” “Nggak.” Norika mendorong tubuhnya dengan keras. “Pak Gyan harus menjelaskan pada Ibu Irina apa yang sebenarnya terjadi agar tidak ada kesalahpahaman lagi.” “Tapi, Ka—” “Pak, tolong.” Norika menatap Gyan sambil mengehela napas. “Saya lagi ingin sendiri.” Gyan pada akhirnya mengalah dan kemudian mengangguk. “Nanti saya hubungi kamu, ya.” Norika hanya mengangguk sambil tersenyum tipis dan kemudian pulang begitu saja. Memang setelah itu Gyan menghubunginya, menanyakan kabar dan menelepon berkali-kali. Tapi Norika sengaja tak menjawab telepon atau membalas pesan dari Gyan sama sekali hingga keesokan harinya. *** Hari Senin dan meeting di pagi hari adalah hal yang mengesalkan. Bahkan Norika merasa sial karena Gyan selaku pimpinan perusahaan ini akan datang ke rapat. Belum-belum ia sudah merebahkan kepalanya di meja rapat sebelum meeting dimulai. “Eh, ada hot news ada hot news!” Sarah yang terlambat memasuki ruang meeting langsung heboh. “Heh kenapa-kenapa?!” Vian—teman satu team Norika ikut nimbrung. “Pak Gyan dan Mbak Railyn putus!” Ucap Sarah heboh sambil berbisik. “Tuhkan! Pantesan semalem Mbak Railyn upload story galau di instagramnya!” Ucap Vian. “Oh iya?!” Sarah makin heboh. Ia lalu mengguncang-guncang bahu Norika. “Ka! Kok lo nggak heboh sih?! Lo kan fans-nya Pak Gyan!” Vian sontak berdecak. “Dia udah diceritain sama Mbak Railyn kali. Norika sama Mbak Railyn kan deket. Iya kan, Ka?” “Iya Ka? Yang bener?!” Sarah semakin mengguncang-guncang bahunya. Norika semakin memejamkan matanya dan kini menutup telinganya. “Berisik!” “Ih, Ka, ayo dong spill sama kita-kita! Lo pasti punya sumber paling pasti!” Vian mengompori. Norika masih memejamkan mata rapat-rapat. Ia bukan lagi dapat info dari Railyn, malah dapat info dari Gyan dan bercinta berkali-kali dengan atasannya itu. Teman-temannya pasti akan kaget bukan kepalang jika tahu Norika—si pegawai biasa ini bercinta dengan atasannya sendiri. “Selamat pagi.” Suara berat dan ramah dari Gyan mengejutkan Sarah dan Vian. “Ka, Pak Gyan udah datang!” Bisik Sarah sambil tersenyum pada Gyan yang berdiri disampingnya. Gyan hanya tersenyum kecil melihat Norika yang mengangkat wajahnya sambil merapikan rambutnya tanpa mau menatap Gyan. “Selamat pagi, Norika.” Sapaan hangat Gyan yang jelas ditunjukkan padanya membuat Sarah dan Vian terkejut. “Kok kelihatannya lemes banget? Lagi sakit?” “Pagi, Pak.” Norika menjawab tak enak hati. “Saya cuma kurang tidur aja.” Gyan hanya tertawa kecil dan mengangguk, lalu melangkah kedepan untuk memulai rapat. “Ka, gimana rasanya disapa Pak Gyan langsung?!” Sarah kembali heboh. “Biasa aja.” Jawab Norika dengan wajah datar sambil menatap kedepan dan menatap Gyan yang baru saja mengalihkan tatapan dari wajahnya. Gyan terpergok menatapnya tadi. “Udah biasa dia, kan udah sering pergi juga sama Mbak Railyn dan Pak Gyan.” Sahut Vian. Rapat kemudian dimulai dan Norika juga menyampaikan laporan dari team pemasaran. Sampai kemudian rapat selesai dan Gyan melangkah disampingnya. “Norika setelah ini tolong ke ruangan saya.” Ucapnya membuat Norika terkejut. “Bawakan juga laporan pemasaran bulan ini dalam bentuk hardfile.” “Baik, Pak.” Lirih Norika sambil memasang wajah pasrah. Sedangkan Vian dan Sarah juga panik dan langsung membantu Norika untuk menyiapkan laporan di ruangan mereka. *** “Masuk!” Gyan yang awalnya tersenyum kecil ketika mengetahui bahwa yang mengetuk pintu adalah Norika kemudian langsung berdeham dan membuat ekspresinya menjadi datar lagi, ia juga pura-pura sibuk dengan layar pc dihadapannya. Namun Norika tidak tahu jika Gyan diam-diam memencet tombol sehingga kaca ruangannya menggelap dan tidak bisa dilihat dari luar. Sarah yang memperhatikan dinding kaca ruangan Gyan menggelap langsung gigit jari dan menggeser kursinya ke kabinet Vian. “Yan, gue jadi takut Norika diomelin sama Pak Gyan. Lihat tuh, kaca ruangannya jadi gelap gitu. Kita jadi nggak bisa tahu apa yang terjadi di dalam.” “Anjir, beneran lagi.” Komentar Vian setelah memperhatikan. “Biasanya digelapin gitu kalau lagi meeting aja dan ada tamu penting.” “Kita cuma bisa mendoakan Norika!” Iya, mereka berdua harus mendoakan Norika karena disini Norika juga sudah khawatir. “Kamu sudah bawa laporannya, Norika?” Tanya Gyan. “Sudah, Pak. Sesuai yang bapak minta.” Gyan lalu berdiri dari duduknya dan melangkah mendekati Norika. “Kenapa kamu nggak angkat telepon dan balas chat saya?” Norika langsung mengalihkan tatapannya kearah lain. “Pak, ini masih jam kerja dan saya tidak ingin membahas hal-hal diluar pekerjaan disini.” “Boss-nya sekarang kamu?” Kini Gyan berdiri tepat dihadapan Norika dan menggenggam tangan wanita itu. “Ka, kita nggak bisa kaya gini terus. Kejadian kemarin saya juga sudah menyelesaikannya dengan Mama saya.” “Pak, ini di kantor dan orang-orang bisa lihat!” Norika langsung berusaha menarik tangannya. “Nggak, kaca ruangan saya otomatis menggelap. Kamu tahu itu, kan?” Gyan masih menatap Norika. “Apa sih yang Pak Gyan mau?” Kini Norika memberanikan diri menatap Gyan. “Mau saya?” Gyan menundukkan tubuhnya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Norika. “Kamu.” “Saya yang hanya Pak Gyan gunakan untuk pelampiasan saja dari Mbak Railyn?” Kening Gyan sontak mengkerut dan ia menatap Norika tidak suka. “Pelampiasan? Aku nggak berpikir menjadikan kamu pelampiasan, Norika. Bahkan aku nggak pernah sekalipun balikan sama mantan.” Norika sontak mendengkus. “Bohong.” “Aku bisa jamin itu. Asalkan kamu tidak menjauh lagi.” Tanpa disangka-sangka Gyan menempelkan bibirnya pada bibir Norika, melumat bibir ranumnya yang dipoles dengan lipstick berwarna nude. Awalnya Norika menolak dengan cara mendorong d**a Gyan, namun Gyan malah semakin mendorongnya hingga tubuh Norika hampir membentur dinding jika saja Gyan tidak menahan punggung Norika dengan tangannya. Otomatis Norika berakhir pada pelukan Gyan dan ia selalu lemah dengan apapun yang berhubungan dengan Gyan. Norika membalas ciuman itu sama hausnya dan membiarkan tangan Gyan bergerak nakal hingga membuat mendesah dalam ciuman mereka. Sentuhan Gyan sungguh membuat Norika candu dan malah menginginkan Gyan bertindak lebih jauh. Hingga tangan Gyan bergerak kebawah, mengusap pahanya dengan jemarinya secara naik turun sampai kemudian terus naik dan menyusup masuk kedalam roknya, mengusap inti tubuh dan memainkan jemarinya dibawah sana. Otomatis Norika membusungkan dadanya, kepalanya sedikit mendongak merasakan gelanyar nikmat saat tangan Gyan bermain dibawah sana. “Ahh!” “Sstt!” Gyan berbisik tepat di depan bibir Norika, lalu kembali menciumnya. “Aku tahu ini terasa nikmat, tapi kamu harus menahannya. Jangan berteriak terlalu keras.” “Gyan, aku tidak tahan! Eumh!” Norika menghela napasnya, memejamkan matanya kuat-kuat dan menarik kerah jas Gyan agar pria itu membungkam mulutnya dengan ciumannya daripada Norika desahan Norika terdengar sampai luar ruangan Gyan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD