Jemari Sarah yang sedang mengetik diatas keyboard seketika terhenti ketika ia sadar bahwa sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu, tapi Norika belum juga keluar dari ruangan Gyan. Lagi-lagi Sarah menggeser kursinya ke kabinet Vian yang sedang serius membalas email yang masuk.
“Apalagi?” Tanya lelaki itu tanpa mengalihkan tatapan dari layar laptopnya.
“Lo sadar nggak sih Yan, Norika belum juga keluar dari ruangan Pak Gyan?” Pancing Sarah.
Vian akhirnya juga menghentikan gerakan jemarinya dan menatap kearah ruangan Gyan yang kacanya masih menggelap.
“Iya juga ya.” Jawabnya menyadari, lalu langsung menatap kearah Sarah sambil meringis ngeri. “Gue yakin sih Pak Gyan nggak bakal bisa marah orangnya. Mungkin mereka lagi membahas hal yang penting banget?”
“Masalah soal Mbak Railyn maksud lo?”
Vian sontak mengedikkan bahu. “Ya mana gue tahu?”
“Ih gimana sih, Yan!”
Vian segera menghindari dari pukulan Railyn. “Secara, cuma Norika yang paling dekat sama Mbak Railyn di perusahaan ini dan Norika juga yang paling dekat sama Pak Gyan. Jadi mungkin aja mereka bahas soal masalah eksternal selain perusahaan?”
Walaupun nyatanya memang Gyan dan Norika sedang melakukan hal eksternal selain masalah perusahaan. Dengan Norika, Gyan selalu tidak bisa menahan dirinya dan berimbas bermesraan dengan Norika dimanapun. Bahkan ini yang pertama kalinya Gyan melakukan hal ‘nakal’ di kantor.
Saat berpacaran dengan Railyn yang notabene sekantor pun Gyan tidak pernah berulah nakal dengan Railyn. Karena ia dan Railyn sangat mementingkan urusan perusahaan dan membawa urusan hubungan mereka berdua yang intens di luar perusahaan. Sedangkan Norika sangatlah polos dan seolah terlena pada tiap sentuhan Gyan sehingga membuat Gyan senang sampai menginginkan lebih.
Bahkan sekarang napas Norika tersenggal dan pinggangnya masih di rengkuh erat oleh Gyan karena kaki Norika terlalu lemas untuk menopang dirinya setelah pelepasan yang menajubkan itu. Jari Gyan dengan lihai bermain dibawah sana, didalam milik Norika dan ciuman Gyan membekap bibirnya agar tak mengeluarkan desahan keras yang menimbulkan banyak pembicaraan di kantor.
Kemeja Norika sampai sudah keluar dari roknya, kancing kemejanya terbuka dan letak bra-nya tak lagi benar karena tangan serta bibir Gyan bermain nakal mencumbu tubuhnya dengan mendamba.
“Kamu menyukainya?” Tanya Gyan dengan suara beratnya sambil berusaha mengatur deru napasnya.
Norika mengangkat pandangannya, menatap Gyan dengan malu-malu dan berakhir dengan hanya mengulum bibirnya sambil mengangguk pelan tak kentara. Terasa sangat menggemaskan bagi Gyan.
Gyan sontak mendorong helaian rambut Norika ke belakang telinga wanita itu dan berbisik mesra. “Nanti malam kita bisa melanjutkan lebih.” Lalu Gyan mengecup pipinya.
“Saya mau ke kamar mandi dulu, Pak.” Norika sengaja tidak menjawab ajakan Gyan dan mendorong Gyan.
Ia kemudian berlari kecil kearah kamar mandi di ruangan kerja Gyan. Sedangkan Gyan hanya bisa menatapnya sembari tertawa kecil. Norika benar-benar membuatnya gemas.
Saat Norika masih di kamar mandi, Gyan membuka ponselnya dan jemari yang menggulir layar sontak terhenti ketika melihat notifikasi dari satu nama kontak yang sudah lama tak ia lihat.
Railyn: hai gyan, how r u?
Hanya satu pesan itu, tapi mampu membuat Gyan berpikir dan termenung sampai beberapa menit. Kemudian pintu kamar mandi terbuka, Norika keluar dari kamar mandi dan langsung melangkah cepat melewati Gyan.
“Saya kembali dulu, Pak.” Ucap Norika tanpa melihat kearah Gyan.
Gyan sontak mengabaikan pesan dari Railyn dan menaruh ponselnya diatas meja begitu saja. Ia langsung menarik kembali tangan Norika dan membuat wanita itu menahan napas sepersekian detik karena terkejut saat jarak tubuhnya dan Gyan lagi-lagi terlalu dekat. Aroma parfum Gyan yang maskulin, genggaman tangan hangat Gyan dan paras pria itu membuat Norika seolah tak berdaya hingga semakin ingin berada di dekat Gyan.
“Pak!” Akhirnya Norika membentak Gyan dan membuat Gyan terkejut dengan bentakannya. “Saya harus kembali bekerja dan seharusnya Pak Gyan tidak melakukan hal tadi di kantor. Karena—”
Ucapan Norika sontak terputus karena tangan Gyan kembali bergerak melepas kancing teratas kemeja Norika.
Oh tidak, jangan lagi! Teriak Norika dalam hati. Ia langsung menahan tangan Gyan. “Pak, jangan!”
Namun Gyan tetap melepas kancing kemeja Norika yang kedua. “Kamu nggak sadar kalau salah mengkancingkan kemeja?”
“Hah?”
Tangan Gyan bergerak mengkancingkan kembali dengan benar kancing kemeja kedua dan pertama. Ia lalu tersenyum, senyuman penuh pesona yang bisa membuat Norika kembali mengalungkan lengannya dan mencium Gyan dengan penuh napsu. Namun tentu saja Norika menahan hasratnya.
“Orang-orang akan semakin curiga jika kamu keluar dengan penampilan berantakan.” Jemari Gyan bahkan bergerak mengusap ujung bibir Norika karena lipstick wanita itu sedikit belepotan karena ulahnya.
Sampai kemudian pintu ruangan Gyan diketuk dari luar, membuat Norika dan Gyan sama-sama tersentak lalu saling menjauhkan diri.
“Saya permisi, Pak.” Norika langsung buru-buru keluar dari ruangan Gyan, meninggalkan Gyan yang tertawa kecil dibuatnya.
Ketika Norika membuka pintu ruangan Gyan, dirinya dibuat terkejut karena ada sekertaris pribadi Gyan dan dibelakangnya ada Irina—mama Gyan yang langsung terbelalak kaget saat Norika keluar dari ruangan Gyan.
Norika menelan salivanya gugup, ia hanya mengangguk cepat dan langsung melangkah cepat meninggalkan Irina yang masuk ke ruangan Gyan dengan rasa kesal yang memuncak.
“Mama ada urusan apa kesini?” Tanya Gyan sambil melangkah kearah meja kerjanya dan membaca berkas yang baru saja diberikan Norika.
Irina melirik sekertaris Gyan yang baru saja keluar menutup pintu, baru kemudian berbicara. “Ternyata benar, Norika itu karyawan perusahaan kita.”
Gyan hanya menghela napas, memilih tidak menanggapi ucapan ibunya.
“Setelah Railyn, muncullah Norika. Kamu mau cari gara-gara sama Ayah kamu, Gyan? Bukannya Ayah sudah bilang tidak ingin ada hubungan lebih dari rekan kerja di perusahaannya?”
“Perusahaan ini Gyan yang memimpin, Ma. Jadi bebas dong Gyan mau berhubungan dengan siapa?” jawab Gyan.
“Tapi tidak dengan karyawan sendiri, Gyan. Banyak kok wanita lain diluar sana yang mau kamu kencani.”
Gyan hanya menghela napas. “Gyan nggak mau kencan sama siapa-siapa dulu.”
“Lalu Norika-Norika itu?”
“Ya cukup Norika aja.” Jawab Gyan dengan santainya, namun penuh keseriusan karena ia merasa cukup yakin dengan Norika.
***
Gyan sadar bahwa dirinya yang jadwalnya sangat padat membuat ia terlihat seperti seseorang yang gila kerja. Padahal hal ini merupakan kewajibannya sebagai direktur personalia di usia yang masih terbilang muda. Bahkan sekarang dirinya sedang makan malam sekaligus rapat bersama para koleganya, membahas pembangunan gedung di Kalimantan yang akan menjadi ibu kota baru Indonesia.
Selagi rapat, sesekali Gyan mengecek ponselnya untuk melihat balasan chat dari Norika. Hubungan mereka sudah semakin dekat, saling berkirim kabar, berkirim foto kegiatan masing-masing, hingga saling bertelepon saat malam sebelum tidur jika mereka dalam sehari tidak bertemu. Secara lambat laun, Norika benar-benar membantu Gyan pulih dari patah hatinya.
Semakin Gyan mendekati Norika secara intens, semakin ia tahu mengenai hal-hal baru tentang diri wanita itu. Dulu mereka hanyalah teman dan partner kerja, namun sekarang Gyan dibuat semakin penasaran dengan diri Norika yang ternyata menyenangkan, sangat ceria, perhatian dan tentu saja selalu ada untuk Gyan. Masa-masa saat break dengan Railyn dulu membuat Gyan kehilangan semua perhatian dari wanita, sampai ia putus dengan Railyn, ia benar-benar kehilangan Railyn dan kebiasaan romantis mereka.
Namun Norika berhasil mengisi hari-harinya yang kosong menjadi lebih baik. Setidaknya Gyan tidak kesepian dan mentalnya tidak begitu terguncang karena ada Norika yang menenangkannya. Hubungan yang serius selama tiga tahun, hubungan yang intens dan mengarah ke jenjang pernikahan, kemudian Gyan diputuskan sepihak oleh Railyn pada saat ldr, tentu saja membuat Gyan hampir gila.
Apalagi Gyan sangat mencintai Railyn. Bahkan hari ini Gyan juga mengabaikan pesan dari Railyn lagi.
Railyn: kok chatku nggak dibalas yan? Kamu marah sama aku?
Gyan mendengkus saat membaca pesan itu. Jelas ia marah. Gyan sudah memberikan segalanya untuk Railyn tapi di Belanda Railyn malah bersenang-senang dengan pria lain, terlena oleh pesona pria itu hingga memutuskan Gyan dan menghancurkan semua masa depan yang sudah mereka susun dengan indah.
Sekarang fokus Gyan untuk Norika. Gyan melihat ponselnya lagi ketika ada chat balasan dari Norika.
Nori: semangat meetingnya, gyan!
Nori: aku mau belanja ke supermarket dulu. nanti aku chat lagi kalau udh pulang, oke?
Gyan Revano: oke, hati hati yaa!
Gyan Revano: pengen ikut nemenin kamu belanja ☹
Gyan menutup mulutnya lagi karena menahan tawanya. Lucu rasanya ia menjadi berlebihan seperti ini dan menjalani pendekatan lagi dengan wanita setelah berpacaran dengan Railyn selama tiga tahun. Gyan kemudian kembali menutup ponselnya dan memilih untuk ke toilet saat rapat malam ini sudah cukup santai.
Ia rapat di sebuah gedung yang berisikan tempat hiburan bagi sebagian warga Jakarta. Gedung ini hampir seperti mall namun berkonsep modern. Hanya ada restoran dan berbagai stand eksklusif di gedung ini. Ada danau kecil di samping gedung, taman di dalam gedung serta ada juga air terjun buatan di taman tersebut, serta ada rooftop bar.
Setelah Gyan keluar dari toilet, ia memilih untuk tidak langsung kembali ke rapat dan menikmati keramaian gedung ini di malam hari. Banyak keluarga, pasangan hingga muda-mudi yang menghabiskan malam untuk sekadar bersantai dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Sampai kemudian langkah Gyan terhenti ketika melihat lima orang wanita muda berpakaian modis dan seksi melintas dihadapannya.
Bahkan ketika melangkah melewatinya, harum aroma parfum kumpulan wanita itu sangat semerbak. Namun tatapan Gyan terkunci pada wanita berambut panjang yang rambut indahnya di curly pada bagian bawah dan mengenakan dress ketat yang sangat membentuk tubuh indahnya, dress ketat dengan ujung diatas paha, off shoulders dengan lengan panjang dan berenda dibagian dadaa sebuah tali-tali yang menutupi belahan dadaanya.
Itu Norika dan Gyan sangat memperhatikan detail pakaiannya. Norika berpenampilan sangat berbeda daripada Norika yang ia temui di kantor dengan pakaian formalnya yang rapi. Penampilan Norika malam ini seperti hendak ke club.
Norika bersama teman-temannya terlihat tertawa tanpa beban sambil menunggu lift. Beberapa meter dibelakangnya, Gyan sengaja menempelkan ponselnya pada telinga dan menghubungi Norika. Dari jauh wanita itu terlihat terkejut karena dering ponsel dari dalam tasnya, Norika terdiam ketika melihat nama Gyan muncul di layar teleponnya.
“Siapa, Ka?” Tanya Olivia—temannya saat duduk di bangku kuliah.
“Bukan siapa-siapa.” Norika tersenyum dan memilih kembali memasukkan ponselnya kedalam tas.
“Pacar ya?” Pancing Olivia menggoda.
“Bukan, ih. Ituloh, atasan gue di kantor tadi telepon.” Jawab Norika pada akhirnya daripada ia harus berkelit lebih jauh.
Olivia sontak membelalakan matanya. “Gila! Atasan lo telepon nggak tahu jam banget deh.”
Norika akhirnya hanya menyeringai kecil. “Namanya juga atasan, Liv.”
“Iya, tapi kan ini udah diluar jam kerja.” Olivia lalu merangkulnya. “Udah, pokoknya kita have fun malam ini!”
Sedangkan dari jauh, Gyan menurunkan ponselnya dari telinganya dan menatap datar kearah Norika yang mulai masuk kedalam lift dengan teman-temannya. Jelas sekali Norika membohonginya malam ini. Izin untuk belanja ke supermarket tapi malah pergi ke club.
Gyan menundukkan wajahnya, tertawa miris. Lebih mentertawai diri sendiri. Dirinya sedang takut dengan sebuah komitmen dan trauma akan hubungan percintaan karena Railyn main belakang darinya. Ia mencoba dekat dengan Norika yang ia kira baik, tapi malah membohonginya.
Rasa percayanya malah semakin memudar dan kini hatinya diliputi rasa kecewa.
“Pak Gyan!” Sekertarisnya tiba-tiba menyusul. Napasnya terengah karena mencari Gyan daritadi. “Rapatnya sudah mau selesai. Pak Gyan tidak kembali ke rapat?”
“Sampaikan permintaan maaf saya karena pulang duluan.” Tanpa banyak bicara lagi, Gyan melangkah ke lift meninggalkan sekertarisnya begitu saja.
“Pak Gyan mau kemana?!” Sekertarisnya dibuat bingung bukan main dengan kelakuan Gyan yang tidak pernah meninggalkan rapat secara tiba-tiba seperti saat ini.
“Saya ada urusan mendadak.” Ya, urusan untuk memantau Norika dari jauh.
***
Rooftop bar & club yang Norika datangi malam ini sangat ramai. Karena ada Oza—mantannya semasa kuliah selama tiga tahun yang kini menjadi guest star di club ini. Oza adalah seorang dj terkenal di Indonesia.
Tidak banyak yang tahu bahwa semasa kuliah, Norika adalah wanita dibalik kesuksesan dj Oza yang kini terkenal di media sosial dan digilai banyak wanita. Selama merintis karir dari bangku perkuliahan, Norika adalah wanita yang menemani Oza dan hubungan mereka berjalan selama tiga tahun. Sampai kemudian hubungan mereka kandas karena orangtua Norika tidak suka Norika berhubungan dengan Oza yang berprofesi sebagai dj dan bergumul dengan dunia malam.
Oza sangat berbeda dengan Norika yang merupakan wanita rumahan yang hobi membaca n****+, menonton drama korea dan belajar. Namun tidak ada yang tahu juga jika Norika adalah mantan terindah bagi Oza.
Kini setelah dua tahun tidak bertemu, teman-teman kuliah mengajak Norika untuk ke club dan bertemu Oza. Norika hanya melihat kumpulan orang-orang yang menari di dance floor dengan alkohol di tangan mereka ketika dj Oza mulai tampil. Kamera ponsel benar-benar mengarah ke Oza yang berkharisma itu.
“Ka, ini minum!” Teriak Olivia di tengah-tengah electronic dance music yang bergema di club ini.
“Iya!” Norika balas berteriak, meminum segelas kecil alkohol dari Olivia yang entah apa jenisnya itu.
Sampai kemudian Norika terbatuk karena ia tidak terbiasa meminum alkohol dan merasakan pahit serta panas rasanya di tenggorokan. Olivia hanya tertawa dan menuangkan minumannya lagi, menyuruh Norika meminumnya lagi. Norika menuruti, tapi tak tahu jika Gyan masih mengamatinya dari jauh dengan mata yang menatap tajam kearahnya.
Gyan secara tak sadar juga meneguk segelas alkohol miliknya. Melihat Norika yang paling tampak bersinar di tengah kumpulan teman-temannya dan cahaya club yang remang ini membuat Gyan ingin menariknya sekarang juga dan membawa Norika pergi jauh daripada dirinya yang cantik dan berpakaian seksi itu menjadi objek fantasi liar bagi orang lain.
Norika terus meminum minumannya, sampai tetesan air alkohol itu membasahi dagu, leher dan belahan dadaanya karena Norika sudah tidak kuat minum tapi terus dipaksa—sedangkan temannya hanya tertawa-tawa. Gyan sudah tak tahan lagi, ia melangkah kearah Norika dan hendak menarik Norika saat itu juga.
Namun langkah Gyan seketika terhenti, saat ada pria lain yang menarik gelas Norika secara tiba-tiba dan meminum isinya. Norika sontak menoleh dan ternyata debaran itu masih ada.
“Hai, Ka, udah lama ya kita nggak ketemu?”
Norika perlahan tersenyum kecil dan mengangguk. “Iya udah lama banget.”
“Kamu makin cantik, Norika.” Puji Oza sambil merangkul Norika setelah mengusap rambutnya.
Sedangkan beberapa meter dihadapannya Gyan hanya menghela napas berat dan langsung membalikkan badannya saat melihat Norika tersenyum pada pria lain. Sesak di dadanya semakin bergumul, bukan hanya karena Railyn, tapi entah kenapa ia juga tak suka melihat Norika bersama pria selain dirinya.