"Mas Ramda kelihatan cukup baik. Syukur deh kalau gitu." Lazuardi menarik kursi plastik warna biru di samping brankar saya. Menggesernya cukup jauh kemudian duduk di sana menghadap saya. Saya bahkan belum mempersilakan ia duduk. Tapi ia sudah duduk sendiri seperti itu. Lagipula kenapa duduk segala, sih? Jangan-jangan ia akan lama di sini. Doa saya sih semoga dia cepat pulang. Kalau melihat dia rasanya ingin marah terus. Entah karena aura Lazuardi yang terlalu negatif. Atau karena saya yang terlampau tak suka padanya. Ibuk ke mana pula. Katanya beli sarapan tapi kok lama sekali. Saya benar-benar malas harus menghadapi Lazuardi sendirian. Pasti kalau bicara nanti omongannya ngelantur tak keruan. Apalagi kalau ia sampai membahas apa yang saya alami ini. Fikri dan Paklik Hidayat juga tak k