Bab 2 - Terjual

1074 Words
Arrabel melihat penampilannya melalui cermin besar yang berada di depannya. Wajahnya yang telah berpoles make up dengan riasan bibir berwarna merah, seolah menyatu dengan pakaiannya yang jujur saja tak pernah dia suka. Pakaian pelayan di klub ini, sangat kekurangan bahan. Hanya memakai atasan kemeja putih dengan rompi hitam sedangkan bagian bawahnya cukup dengan stoking hitam seperti jaring laba-laba sehingga membuatnya tak pernah leluasa saat bergerak. Dengan pakaian seperti ini, tentu saja dia merasa risih. Apalagi saat para pria itu menatapnya dengan nakal. "Sudah siap?" tanya Risa yang sudah datang dengan pakaian yang sama. Wajah wanita itu pun berpoles make up dan terlihat begitu dewasa. Keterampilan Arrabel dalam ber make up tentu saja atas pelatihan dari Risa. Yang mengajak Arabel bekerja di klub ini pun juga Risa. Mulanya Arrabel hanya bekerja sebagai pelayan hotel saja, tetapi tekanan yang semakin besar dari pamannya, membuat Arrabel harus mencari pekerjaan baru. Dan Risa yang merasa kasihan pada Arrabel, pun menjadikan pekerjaan di klub ini sebagai satu-satunya penawaran yang dia miliki. Selain pekerjaan yang dikerjakan terbilang mudah, bayaran yang akan didapat juga setiap hari setelah selesai bekerja. Arrabel mengangguk. Rambutnya yang digulung ke atas, membuat lebam yang berada di sudut leher belakangnya pun terlihat. Dan hal itu, membuat Risa lagi-lagi harus menahan kesal dihatinya. Demi apapun, paman Arrabel sudah sangat keterlaluan. Risa mendekati Arrabel kemudian berkata, “Bagaimana jika rambutmu digerai saja? Lebam di sudut leher belakangmu terlihat." Arrabel memegang sudut lehernya. Dia tidak tau jika ada lebam juga di sana. Dia mengira hanya sakit biasa. Beruntungnya, Risa memberitahunya sehingga dia pun mengangguk setuju atas saran Risa tadi. “Ide bagus. Sungguh, aku tidak tau jika ada lebam di sana," ucapnya kemudian melepaskan tali rambut yang menggulung rambut panjangnya hingga jatuh tergerai. Sedangkan tali rambut itu sendiri dia letakkan di pergelangan tangan. Dia pasti akan membutuhkannya saat bekerja. Lagi-lagi Risa menghela napasnya pelan. Melihat Arrabel yang sama sekali tak bereaksi berlebihan atas yang terjadi pada wanita itu sendiri, tentu saja membuatnya prihatin. Arrabel seolah tak peduli. Seperti ... tubuh dan perasaan Arrabel telah mati oleh beban hidup yang selama ini Arrabel alami. Melihat keterdiaman Risa, Arrabel segera meraih tangan sahabatnya itu kemudian menariknya keluar dari ruang ganti yang telah mengubah penampilan mereka secara drastis. "Jangan melamun, Risa. Sudah saatnya kita bekerja," ajaknya dan Risa pun mengangguk dengan penuh semangat. Tentu saja mereka harus segera bekerja jika tidak ingin mendapat sanksi berupa potong gaji. Risa dan Arrabel melihat ke arah bartender. Di sana, sudah ada beberapa nampan berisi minuman yang harus mereka bawa ke pelanggan. Sejenak, Risa dan Arrabel saling berpandangan sebelum melangkah ke arah meja bartender dan mengambil nampan berisi minuman yang sudah disiapkan. Setelahnya, mereka pun melangkah berlawanan arah ke sudut klub berbeda. "Jaga dirimu baik-baik, " hal itulah yang biasa Risa ucapkan kepada Arrabel ketika akan bekerja. Bagaimana pun dia tau jika Arrabel sangat menjaga harga dirinya dan tak akan pernah mau disentuh oleh sembarang orang. Aroma minuman yang pekat dan menyengat, serta asap cerutu yang mencemari udara sudah bukan lagi hal yang baru. Apalagi bising musik yang membuat setiap sudut klub dipenuhi oleh orang-orang yang menari dengan riangnya seolah tak memiliki beban dalam hidup mereka. Beberapa Wanita dengan pakaian kurang bahan itu pun, berkeliaran ke sana kemari untuk mencari mangsa. Mencari uang dengan instan dan tentu saja tak pernah terbesit dalam pikiran seorang Arabel untuk melakukan hal yang sama. Hidup di dunia malam yang gemerlapan oleh kebahagiaan sesaat ini, sudah membuat Arabel sedikit terbiasa. Walaupun dia sering kali mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Tidak sekali dua kali, pelanggan pria bertindak tidak senonoh terhadapnya. Namun, dia tetap berusaha untuk menolak dan menghindari mereka. Tak peduli jika dirinya menjadi pelayan yang paling banyak mendapatkan keluhan dari pelanggan dan sesekali berimbas pada bayaran yang dia terima. Yang terpenting adalah, harga dirinya tidak akan pernah dia jual. Saat orang-orang yang berada di sini menghamburkan uang mereka, dirinya justru bekerja keras untuk menyambung hidup, dan lagi-lagi kenyataan itu menempatkan dirinya di sisi tak beruntung. Arrabel mendekati meja bundar yang di kelilingi oleh para pria bermain judi. Dengan sigap, dia meletakkan beberapa botol minuman di atas meja itu agar dirinya bisa secepatnya pergi. Namun, baru saja dia ingin beranjak. Tiba-tiba saja, seseorang memegang tangannya dan begitu dia lihat, orang itu tak lain adalah pamannya. "Paman?" seru Arrabel dengan raut wajah terkejut. Ternyata, ke tidak beradaan pamannya di rumah, adalah karena pamannya sudah berada di Klub ini. Dan sekarang, dia mulai takut melihat tatapan pamannya sebagai mana saat pria itu memukulinya. "lepaskan tanganku, Paman." lanjut Arrabel mencoba menarik tangannya yang pamannya genggam. Paman Drew menyeringai. Melihat penampilan Arrabel yang sudah seperti wanita jalang, tentu saja membuatnya muak ketika wanita itu masih bersikap seperti wanita terhormat di depannya. "Kau harus memberikan aku uang, Arrabel!" ucap paman Drew sembari menyentak tangan Arrabel yang dia pukuli kemarin. "Aku tidak punya uang, Paman. Aku akan memberikannya setelah aku pulang bekerja nanti," jawab Arrabel meringis. Keberadaan pamannya di meja perjudian tentu saja membuatnya takut. Memukulinya saja pamannya tega, untuk melakukan hal yang lebih jahat pun bukannya tidak mungkin pamannya lakukan saat ini. "Kau akan memberiku uang, Arabel. Itu pasti." setelahnya, paman Drew menghadap meja bundar tempatnya menonton perjudian tadi tanpa bisa ikut di dalamnya kemudian berkata, "aku akan bermain dan taruhanku adalah gadis ini." suara menggelegar paman Drew beserta tawa lantang setelahnya, pun membuat mata Arrabel membola dengan gelengan kepalanya yang kuat. "Tidak, Paman. Aku tidak mau. Tolong jangan lakukan ini. Aku janji, setelah pulang bekerja nanti aku akan memberikan Paman uang, " mohon Arrabel dengan sorot mata berkaca-kaca. Untuk pertama kali dalam hidup, dia merasa begitu ketakutan. Harga dirinya terancam dan dia tidak bisa meminta tolong pada siapa pun. Semua orang yang berada di klub ini tidak akan ada yang mau menolongnya. Apalagi yang melakukan hal ini adalah pamannya sendiri. "Jadi bagaimana? Apa taruhanku cukup menggiurkan?" Bukannya menggubris permohonan Arrabel, paman Drew justru menantang para penjudi di sana, sehingga sebuah persetujuan dari mereka pun membuat tangis Arrabel pecah. Paman Drew menjadikan dirinya taruhan. Harga dirinya telah terjual. "Tidak perlu menjadikannya taruhan. Aku akan menukarnya dengan uang!" Suara lantang seorang pria yang tiba-tiba terdengar di sana, pun membuat semua mata tertuju ke arahnya. Begitu pun dengan Arrabel yang cukup tercekat. Manik matanya yang teduh, melebar kala melihat pria dengan kemeja sedikit berantakan itu melirik ke arahnya dengan ekor matanya yang tajam. Seketika debaran di jantungnya berpacu dua kali lebih cepat begitu dia menyadari sesuatu. Bukankah pria itu adalah pria yang aku temui di hotel tadi pagi? Batinnya meragu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD