Kucing-Kucingan

1086 Words
Alfan sedang ada di rumah untuk mengambil beberapa barangnya yang ketinggalan. "Hmm ... Menghilang kemana saja ?" Tanya seorang wanita anggun menatap ke arah Alfan. "Alfan ada urusan Ma, lagian di rumah juga enggak ada yang bisa diajak ngobrol kan." Alfan tampak cuek pada Wanita yang dipanggilnya Mama itu. Wanita itu tampak kesal pada jawaban putranya yang menikam terlalu dalam. Dia sadar, selama ini tidak memiliki waktu banyak untuk Alfan, karena sibuk dengan karir dan juga perkumpulannya. Itu dilakukan untuk mendapat pengakuan. Menjadi istri kedua tidaklah mudah, ia harus menjadi wanita yang terlihat berkelas untuk bisa memenangkan hati suaminya. Keluarganya terlihat hangat saat dipandang siapapun, tapi sebenarnya sangat dingin di dalam. "Alfan ... Kamu enggak bisa begitu sama mama, semua yang mama lakukan untuk kamu!" ucap wanita anggun itu terlihat emosi pada putranya. "Untukku ? apa tidak salah ma ?" ucapan Alfan terdengar penuh luka. "Bukannya untuk Mama ? untuk ego Mama ? untuk ketenaran Mama ?, Aku hanya alat Mama untuk membuat Papa tidak pergi." Kedua Netra Alfan tampak berkaca-kaca saat mengucapkannya. Ada perih di hatinya, begitu banyak. Alfan segera mengambil tas nya dan hendak pergi, tapi Mamanya dengan cepat menahan tangannya. "Kamu enggak bisa egois begini sama mama, kamu harus ketemu keluarga Tante Ana, kita harus bahas pertunangan kamu sama putrinya. Setelah gagal dengan Nadine, gara-gara gadis bodoh yang mengaku sebagai istrimu itu," ucap Mega, wanita anggun itu pada putranya. Alfan menarik nafas lelah, selalu saja begini yang dibahas oleh Mamanya.Sebenarnya ia menyukai kepribadian Nadine saat berusaha menerima perjodohan itu, tapi nyatanya Nadine milik sahabatnya. "Sudahlah Ma, aku bisa temukan sendiri pasangan hidupku," ucap Alfan berusaha memberi pengertian pada Mamanya, walau itu terasa sangat sia-sia, karena wanita di depannya akan menentang dengan berbagai macam cara. "Kamu mau cari sendiri ? Gadis yang seperti apa yang akan kamu cari ? Seperti almarhumah istrimu itu ? Gadis kampung yang tidak tahu tata krama sama sekali !" Mega meledak mendengar keinginan putranya. "Untung saja dia sudah mati, kalau enggak, Mama enggak bisa bayangin gimana hidup kamu !" Mega masih meluapkan amarahnya karena penolakan Alfan atas idenya yang ingin menunangkan Alfan. Itu semua demi masa depan Alfan juga, menikah dengan keluarga kaya yang memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan mereka. Mega berharap, selain membuat pamornya makin naik, suaminya juga akan makin melihat dirinya. "Alfan capek Ma," ucap Alfan lalu segera pergi tanpa menoleh lagi. "Mama enggak akan pernah kasih restu kalau kamu masih nekat cari istri sendiri !" Teriak Mega sebelum Alfan menghilang di balik pintu. Alfan sudah tidak memperdulikannya lagi, saat ini ia memiliki hal menarik yang harus dilakukan. Tapi dirinya juga harus pintar menyembunyikan Adrea dari Mamanya yang pasti akan mencari tahu keberadaannya. Malam hari, tampak Adrea yang baru kembali dari kantor. Dilihatnya Alfan sedang menunggu dirinya di teras. "Kamu sudah makan ?" Tanya Adrea lelah, yang dibalas gelengan Alfan. Setelah membuka pintu, Alfan segera mengekorinya masuk ke dalam rumah dan langsung menuju dapur. "Hmm ... Semalam aku lupa tanya, itu bahan makanan penuh, kamu yang beli ya ?" Tanya Adrea sebelum masuk ke kamar. "Iya, kebetulan aku ada uang sedikit, jadi aku belikan bahan makanan, buat jaga-jaga kalau aku kehabisan uang." Adrea manggut-manggut lalu segera masuk ke dalam kamar. Adrea keluar kamar sambil mengeringkan rambut dengan handuk, memperhatikan Alfan yang masih asyik dengan masakannya. Setelah beberapa saat masakan siap, Adrea segera membawanya ke teras, mereka akan makan di luar. Tampak Adrea makan dengan lahap, hingga tersedak. "Pelan-pelan makannya, aku enggak akan ambil bagian kamu," ucap Alfan sambil mengangsurkan air pada Adrea, yang segera meminumnya dengan cepat. "Hmm ... Maafkan aku ya, sudah buat kamu di usir dari rumah. Pasti rasanya sangat enggak enak kan hidup begini ?" Adrea kembali menyesali perbuatannya yang sudah membuat Alfan terusir dari rumah. "Tidak usah dibahas lagi, kamu malah membuatku jadi sedih," ucap Alfan dengan raut sedih yang dibuat-buat. "Aku masih saja merasa bersalah," ucap Adrea sangat tulus. "Bagaimana aku memperbaiki kesalahanku ?" Adrea menatap Alfan yang makan pelan-pelan. "Menikah denganku." Adrea yang kaget menyemburkan air dari mulutnya ke hingga mengenai baju Alfan. "Aduhh ... Maaf ... Maaf," ucap Adrea lalu segera memberikan tisu pada Alfan. "Kamu membuatku kaget dengan bercanda kayak begitu," ucap Adrea sambil tertawa. "Beneran, aku serius, tapi mana mungkin kamu mau sama pengangguran kayak aku, yang hanya bekerja sebagai OB," ucap Alfan sambil mengusap lehernya yang juga basah akibat semprotan dari Adrea. "Eh ... Bukan begitu, hanya saja, aku enggak cinta dan juga enggak kenal dekat sama kamu," ucap Adrea merasa tidak enak pada Alfan. "Aku juga hanya bercanda kok, enggak usah dipikirkan," ucap Alfan lagi sambil tersenyum. Wajah panik Adrea sungguh menggemaskan. Adrea makan dalam diam tanpa bicara apapun lagi. Selesai makan, Alfan segera kembali ke kos nya meninggalkan Adrea yang segera membereskan peralatan makan. Malam makin merambat, meninggalkan hari ini yang penuh pertanyaan yang belum selesai terjawab. **** Tampak Alfan sedang memeriksa berkas ketika Kafi, Asistennya masuk ke dalam ruangannya. "Pak Alfan, sudah waktunya untuk meeting dengan bagian personalia," ucap Kafi mengingatkan jadwal Alfan. "Baiklah,"ucap Alfan lalu segera berdiri dari kursi kebesarannya. Berjalan keluar ruangannya, diikuti Kafi di belakangnya. Saat hendak menuju lift, tampak seseorang yang dikenalnya keluar dari dalam Lift. Siapa lagi kalau bukan Adrea. Tapi gadis itu tampak ngobrol dengan seseorang sehingga tidak melihat Alfan. Alfan yang panik, segera menarik tangan Kafi untuk kembali ke ruangannya. Dia belum ingin rahasianya terbongkar saat ini. Kafi yang juga melihat Adrea, langsung paham dan berjalan cepat mengikuti bos nya. Alfan benar-benar lupa, jika ia dan Kai sedang membahas tanah yang akan dibebaskan. Pasti Adrea disuruh oleh Kai. Tok ... Tok ! Pintu diketuk dari luar, dengan cepat Alfan segera berlari ke toilet. Tapi tiba-tiba keluar lagi dan melihat ke arah Kafi. "Bermain peran dengan baik ya," ucap Alfan yang dibalas dua jempol Kafi. "Masuk," ucap Kafi yang saat ini duduk di kursi kebesaran milik Alfan. Adrea masuk ke dalam ruangan dan segera tersenyum pada Kafi. "Pak Naka ini berkas yang bapak minta," ucap Adrea menyebut nama depan Alfan. Kafi mengangguk lalu mengambil berkas yang diberikan oleh Adrea. "Hmmm ... maaf pak, saya boleh permisi ke toilet ?" Tanya Adrea yang terlihat menahan sesuatu. "Boleh ... Eh itu ...." Belum selesai Kafi berucap, Adrea segera berlari hendak ke toilet. Kafi yang segera sadar, cepat menyusul Adrea. "Aduh ... kok susah dibukanya," ucap Adrea berusaha membuka pintu toilet. "Eh ... Itu, toiletnya sedang rusak, mampet, kamu bisa pakai toilet di ruangan sebelah," ucap Kafi lalu mempersilahkan Adrea untuk mengikutinya. Alfan yang berada di dalam toilet mengusap dadanya lega karena Adrea telah pergi. Hampir saja Adrea menangkap basah dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD