Untuk orang lain mungkin menikahi Mega adalah kebanggaan, tapi tidak dengan Ridwan. Dia tersiksa batinnya. Bahkan malam pertama dengan Mega pun tak dia lakukan karena dia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri juga mengkhianati cintanya pada Wintha.
Ridwan baru bisa melakukan ritual malam pertama di hari ketiga dengan alasan dia tidak tega melihat Mega yang terlalu capek dengan acara ijab kabul dan resepsi besar-besaran. Sungguh dia sangat pintar cari alasan. Selanjutnya dengan Mega Ridwan sangat jarang melakukan ritual olahraga malam. Tidak seperti dengan Wintha.
Dengan Wintha kapan pun dia mau dia akan lakukan, tidak menunggu malam. Bahkan setelah lima tahun pernikahan mereka, hampir tahun keenam dia selalu bersemangat melakukannya dengan Wintha.
Dengan Mega setiap dia pulang ke Bandung dia hanya melakukan satu atau dua kali. Tidak pernah lebih karena memang dia tidak mencintai Mega dan dia tidak ingin melampiaskan kepuasan seksualnya dengan Mega. Dengan Mega yang dia lakukan hanya kewajiban, tapi tak pernah merasakan kepuasan, karena batinnya tersiksa. Dia selalu hanya ingin melakukannya dengan Wintha.
Ridwan juga ingat, Mega yang terlahir dari keluarga kaya tak pandai mengelola uang. Ridwan tahu, uang saku bulanan dari papi mertuanya tak pernah di stop sejak dia menikahi Mega. Malah jumlahnya ditambah. Dan masih ditambah bila Mega merengek pada sang papi minta uang jajan, entah untuk dirinya sendiri atau alasan untuk keperluan Tya putri mereka.
Ridwan tahu Mega tak punya tabungan seperti Wintha, padahal sekarang Ridwan tahu, harta kekayaan orang tua Wintha bisa 10X di atas papinya Mega. Tapi Wintha lebih cermat mengatur pemberian suami. Semua dia hitung dan laporkan.
“Kalau begitu saya pamit ya Pak,” kata Ridwan. dia sungguh sangat menyesal mengetahui bahwa sebenarnya dia tidak perlu melakukan kesalahan dengan menikahi Mega, kalau sejak awal dia tahu istrinya itu anak orang kaya.
Tentu dia hanya tinggal bekerja jujur, mungkin dengan begitu dia bisa ditarik kerja di perusahaan mertuanya. Tapi nyatanya dia melakukan kesalahan fatal dengan menikahi Mega. Pernikahan hanya untuk mencari keamanan posisi saja.
≈≈≈≈≈
Sekarang Ridwan bingung dia mau ke mana, mau kembali ke Bandung dia malas karena memang dia tidak pernah mencintai Mega sama sekali dan tidak ingin memperjelas apa pun dengan Mega. Sebagai seorang ayah dia mencintai Tya putrinya tapi cinta pada Tya juga tidak sebesar cintanya pada Raffa anak yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya oleh dirinya dan Wintha. Anak yang ketika diberitahu bahwa Wintha hamil saja membuat dia sangat terharu.
Ridwan ingat saat Wintha memberi hadiah di hari anniversary satu tahun pernikahan mereka sebuah amplop berwarna hijau.
“Apa ini Cinta?” tanya Ridwan kala itu.
“Hadiah buatmu Mas,” jawab Wintha yang kadang memanggil Ridwan dengan kata Mas sesuai dengan suku asli Wintha yaitu dari Jawa, kadang dia memanggil Kang yaitu panggilan dari sukunya Ridwan yang asli Bogor.
Dengan tak sabar Ridwan membuka hadiah tersebut.
Tanpa menunggu lama Ridwan langsung melakukan sujud syukur melihat benda pipih bergaris dua dalam amplop yang Wintha berikan. Ada dua buah test pack beda merk di amplop dan keduanya bergaris dua.
Reaksi itu tidak Ridwan lakukan saat Mega melakukan dinner sebagai kejutan bahwa dia hamil. Suatu dinner spesial di rooftop sebuah hotel mewah.
Saat itu ada musik pengiring yang sangat merdu.
“Kita mulai menu pembuka ya Kang,” ucap Mega, saat itu pelayan mengantarkan satu piring bertudung saji kecil yang dihias dengan pita berenda di tudung sajinya.
“Kenapa hanya ada satu piring pembuka?” tanya Ridwan saat itu selama menikah dengan Mega dia jarang bersikap manis berlebihan di depan Mega. Ridwan hanya memberikan usap lembut di lengan atau punggung tangan atau kecup di kening dan pipi sebagai bentuk pengucapan kasih sayang. Padahal bentuk seperti itu biasa dilakukan pada siapa pun bukan pada orang spesial.
“Karena itu memang menu pembuka untuk Akang saja. Silakan dinikmati,” kata Mega dengan senyum manisnya.
Ridwan membuka tudung saji, dan di piring ternyata tidak ada hidangan apa pun. Hanya ada satu amplop bertulis nama sebuah rumah sakit ibu dan anak. Ridwan membuka amplop dia sudah bisa menduga dari kop surat amplop pasti itu adalah hasil pemeriksaan Mega.
“Alhamdulillah,” kata Ridwan melihat kertas yang menyatakan bahwa Mega memang dinyatakan sedang mengandung anaknya dan usia kandungan Mega saat itu sudah tiga minggu.
Tak ada kecup atau rona bahagia yang Ridwan berikan untuk Mega, dia hanya mengecup kertas yang menandakan bahwa dia bersyukur Mega hamil. Hanya itu saja reaksinya.
Bodohnya Mega sejak dulu tak pernah peka. Dia mengira Ridwan memang orang yang sulit memperlihatkan rasa suka atau bahagianya karena terbiasa hidup sulit sebagai yatim piatu. Sehingga selalu dingin pada setiap orang. Melihat Ridwan mengecup surat keterangan saja sudah membuat Mega bahagia.
Tak ada peluk dan cium hangat untuk Mega apalagi sujud syukur seperti saat Wintha hamil dulu.
“Sebaiknya aku kembali saja ke kantor. Aku urus pengerjaan proyek sampai selesai sesudah itu aku resign. Lebih baik aku cari kerja lain dan fokus agar Wintha mau memaafkanku. Aku akan kembali tinggal di Jakarta seperti dulu sebelum aku jadi kepala proyek di Batam.”
≈≈≈≈≈
Ridwan pun akhirnya kembali ke Batam sambil dia mencari keberadaan Wintha baik di media sosial maupun bertanya pada siapa pun yang dia yakin bisa dapat jalur ke arah Wintha. Tapi sosok Wintha belum bisa Ridwan temui padahal ini sudah hari kelima sejak kejadian di mall Bandung.
≈≈≈≈≈
Hari ini Adit dan Farhan mengunjungi lokasi penambangan batu bara. Mereka hanya berdua tentunya. Farhan memang tidak mengajak Wintha untuk ikut terjun ke lapangan karena mereka ada Raffa. Kalau tidak ada Raffa tentu Wintha akan ikut.
“Nanti makan malamnya bareng kami ya Mas. Aku sudah janjian dengan Mbak Wintha,” Farhan mengajak Adit makan malam bersama, karena lusa mereka sudah kembali ke Jakarta.
“Ya ampun masih jam 03.00 sore, kamu sudah ngomong masalah makan malam,” kata Adit.
“Aku takut Mas sudah janji dengan orang lain. Jadi aku bilang dulu. Kalau Mas punya janji dengan orang lain maka aku akan reservasi untuk dua orang saja,” ucap Farhan.
“Memang kalau tambah aku jadi reservasi untuk lima orang begitu?” goda Adit.
“Ya enggak sih Mas, kalau sama Mas aku akan reservasi di VIP saja jadi nggak keganggu dengan orang lain, walau tetap ruang kecil tapi kalau hanya berdua Mbak Wintha aku akan di ruang umum tidak di ruang VIP.”
“Kalau begitu sewa meja biasa saja tanpa ruang VIP. Enggak apa-apa kan kalau aku kelihatan duduk bersama kamu dan Wintha, kecuali aku hanya berdua Wintha,”
“Kalau pun aku berdua Wintha, aku nggak punya hubungan apa pun dengan Wintha kan? Nggak mungkin kan aku dibilang selingkuhannya Wintha wong yang jelas-jelas selingkuh adalah calon mantan suaminya Wintha.”