San mencoba menutup mata sebentar namun beberapa detik kemudian mendesah keras. “Sial, Kim!” dan segera membawa langkahnya keluar ruangan. San diperintahkan otaknya untuk mencari Jungkook karena tak tenang jika mengetahui pemuda itu pergi sendirian. Bagaimana jika Jungkook menemui Lizzy lalu ada sasaeng atau siapa saja yang memotret mereka berdua?
San ingin sekali bisa istirahat meski hanya sebentar, tapi Jungkook selalu tak membiarkan hal itu terjadi. Dan sialnya, San tidak bisa jika tidak peduli pada maknae itu.
Langkah San terhenti saat menemukan Jungkook yang ternyata benar-benar menemui Lizzy. Untung suasananya sepi.
San berjanji setelah ini akan memukul leher Jungkook karena sekarang pemuda itu malah membawa Lizzy masuk ke toilet!
“Apa sih yang ada di pikiran Jungkook?!” Meski mengomel, San membawa kakinya menuju toilet. Mengintrupsi sepasang kekasih yang sedang bertemu melepas rindu memang perbuatan tidak sopan, tapi San lebih baik menjadi manusia seperti itu daripada dimarahi oleh manajer Sejun karena tidak becus mengurus kelinci sialan.
Membuka pintu toilet, suara San yang semula akan berteriak memanggil Jungkook langsung tertahan di tenggorokan. Refleks membawa fokus matanya ke arah mana saja saat tak sengaja melihat adegan romansa dan dengan segera menutup kembali pintu itu tanpa membuat bunyi yang berarti.
San seketika panik saat ada artis perempuan yang sepertinya akan menuju ke toilet. “Toilet ini rusak!” katanya dengan mata melebar dan berjanji akan membunuh Jungkook setelah ini karena membuatnya repot.
Setiap ada orang yang ingin masuk ke toilet, San akan segera menghalangi pintu dan berkata toiletnya sedang tidak bisa dipakai. Meski tampangnya tidak memungkinkan, tapi San berhasil mengusir orang-orang itu.
Pintu toilet yang San jaga akhirnya terbuka perlahan menampilkan sosok Lizzy yang tersenyum lalu langsung memasang ekspresi terkejut ketika melihat San.
San berdeham kikuk. “Aku mencari Jungkook.”
“Dia ada di dalam.”
San bingung harus berkata apa. Dia tahu pemuda itu memang ada di dalam. “Kau kembalilah.”
“Aku duluan, unnie.” Lizzy membungkukkan tubuhnya sedikit dan setelah San membalas, dia segera pergi dari sana.
San mengambil ponsel dari tas kecilnya untuk menelepon Jungkook. Mengawali panggilan itu dengan nada membentak marah, “Kau di mana?!” dan melanjutkan dengan helaan napas berat; “Aku sudah lelah menunggumu. Cepat kembali, Kim.”
(*)
"Kookie!" Vantae datang membawa beberapa makanan. Duduk di sebelah member termuda yang sibuk dengan ponselnya sebelum syutin RUN dimulai..
"Hyung, mengapa San tidak ikut dengan kita?" tanya Jungkook to the point.
“San datang, tapi besok."
"Maksudku, kenapa tidak hari ini?"
"Dia dapat libur, tidak mungkin menghabiskan seluruh waktunya dengan kita.” Vantae memberi pengertian.
Jungkook tidak berbicara lagi, hanya membuka makanan ringan yang dibawa Vantae lalu fokusnya terintrupsi ketika mendengar Jimmy sedang berbicara di telepon.
"Besok kau datang sore saja, San. Kami di sini baik-baik saja, ada manajer Sejun. Nikmati waktu liburanmu."
Jimmy-hyung berbicara dengan San? Jungkook memasang telinganya dan setelah yakin langsung menghampiri Jimmy lalu meminta ponsel pemuda itu.
Jimmy mengangguk pada Jungkook, lalu meminta persetujuan dulu pada San. "Jungkook ingin berbicara denganmu—“
Belum selesai, Jungkook malah mengambil ponsel Jimmy. Mengomel, "San! Kau tidak menjawab pesanku sejak tadi tapi bisa menelepon Jimmy-hyung?! Manajer macam apa kau?!"
Dari ujung panggilan, suara San terdengar jengah. "Berhentilah mengeluh, Kim Jungkook. Tahun ini kau akan berumur 22 tahun dalam hitungan umur Korea!"
"Aku tidak mengeluh, hanya bertanya mengapa kau pilih kasih, Sanayya!"
Jimmy dan Vantae langsung lirik-lirikkan ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jungkook. Setahu mereka berdua, selama ini San selalu sabar mengurusi Jungkook. Apa-apa selalu Jungkook. Jungkook berada di urutan pertama dibandingkan enam member yang lain jika berurusan dengan gadis bernama San. Apanya yang pilih kasih?
"Sudah ya, aku tutup." Adalah kalimat terakhir dari San bersamaan dengan panggilan telepon yang berakhir.
Jungkook berteriak, "Aku belum selesai, Sanayya-ssi!" pemuda itu menatap layar ponsel seolah ingin mengajak berdebat. "Arghh, gadis ini senang sekali membuat aku gila!"
Ponsel itu dikembalikan kepada Jimmy dan Jungkook langsung melangkah pergi dengan hati yang tetap merasa bahwa San sudah pilih kasih terhadapnya.
(*)
Sudah lama sejak terakhir San pergi ke rumah sakit—karena selama ini merasa badannya selalu sehat. San tak mengalami kesulitan dan bersyukur akan itu. TTS sedang sibuk-sibuknya, San tidak boleh lemah.
“Sanayya-ssi, tidurlah meski sebentar. Jangan membawa atau mengangkat sesuatu yang berat. Anda tahu konsekuensinya jika badan Anda terbentur, meski itu hanya sedikit.”
San mengangguk mengerti pada seorang dokter yang sudah menjadi langgananannya berkonsultasi soal kesehatan sejak San pindah ke negeri ini.
“Saya beri penambah stamina saja untuk kali ini dan saya harap Anda selalu sehat.”
“Terima kasih, Dokter,” ujar San setelah mendapat resep yang harus ditebus. San pamit karena ingin segera pergi dari tempat ini. Bukan apa-apa, hanya tak suka aroma rumah sakit.
Ponselnya sejak tadi bergetar karena mendapat pesan beruntun dari Jungkook yang menanyakan kapan gadis itu akan ke villa tempat TTS syuting. Karena sedang fokus melihat pada layar ponsel, San tidak sengaja menabrak seseorang yang sepertinya juga hendak pergi untuk menebus obat. Cukup keras sehingga San merasa bahunya sakit.
“Jesonghamnida! (Maaf)” ujar San bersamaan dengan orang yang dia tabrak. San bisa melihat bahwa orang di hadapannya adalah perempuan dengan wajah Korea yang khas.
“Tidak apa-apa karena saya juga terburu-buru, jadi tidak melihat,” katanya dengan ekspresi menyesal menggunakan bahasa formal.
San segera meralat meski bahunya masih terasa sakit. “Saya juga terlalu fokus dengan ponsel.”
“Kalau begitu impas, tidak usah meminta maaf lagi.”
San mengangguk ketika gadis di hadapannya tersenyum ramah.
“Mau mengambil obat? Sudah punya nomor antrian?” tanya gadis asing itu yang dihadiahi anggukan lagi oleh San.
“Nomor 26.”
“Saya nomor 25.”
Seperti sebuah kebetulan yang bertubi-tubi, dua gadis yang tidak saling mengenal itu akhirnya sepakat duduk bersebelahan sambil menunggu nama mereka dipanggil.
“Siapa yang sakit?” San berani bertanya duluan karena gadis di sebelahnya terlihat sehat.
“Adik saya,” jawabnya, masih dengan senyum ramah. “Kalau Anda? Menebus obat untuk siapa?”
“Saya sendiri. Hanya check up rutin.” Biasanya San akan malas berbincang dengan orang asing, tapi karena gadis yang memakai celana kebesaran sampai menutupi seluruh bagian bawah tubuhnya ini tampak baik, maka San lumayan nyaman untuk mengobrol.
Ponselnya bergetar lagi, sekarang panggilan dari Jimmy. San segera mengangkat. “Kami sudah sampai di villa, San.”
“Syukurlah.” San membalas perkataan Jimmy. “Kalian tidak kesulitan, kan? Aku ke sana besok. Jangan mengacau, kasihan manajer Sejun.”
Jimmy menjelaskan bahwa mereka baik-baik saja lalu pemuda itu berkata bahwa Jungkook ingin berbicara dengannya.
San bisa langsung mendengar Jungkook mengoceh, membuatnya jengah. “Berhentilah mengeluh, Kim Jungkook.”
Bahkan pemuda itu mengatai San pilih kasih. Sepertinya Jungkook sudah tidak waras. Karena sedang malas berdebat, akhirnya San memutuskan sambungan. Ia kembali melirik pada gadis asing yang ternyata sedang menatapnya.
“Nomor saya sudah dipanggil. Senang bertemu dengan Anda. Saya duluan,” pamitnya, membuat San langsung berdiri dan membungkukkan badan agar sopan. Gadis itu tersenyum lalu meninggalkan San yang bersiap-siap akan menebus resep miliknya sendiri.
(*)
San datang ke villa sore hari. Member TTS sedang melakukan syuting memasak. Koki kali ini Jungkook dan Hoobi meski ujung-ujungnya tetap dibantu member lain. Selesai syuting, San meminta semua orang yang terlibat untuk segera istirahat karena mereka akan kembali esok, pagi-pagi sekali. Bahkan manajer Sejun kembali malam ini juga karena harus merampungkan persiapan konser Love Yourself.
"Berhentilah merajuk, Kim." San menyindir Jungkook yang tidak menyapanya sejak dia datang ke sini. Jika tak sengaja berpapasan, bahkan Jungkook pura-pura tidak melihat. Dan sekarang mereka berdua ada di luar villa. Duduk melihat langit yang gelap.
"Mau minum?" San menawarkan cola kepada Jungkook dan pemuda itu menerimnya. San mendengus. "Kau tidak cocok menjadi orang pendendam, Kookie-bunny."
"Terserah kau," balas Jungkook dengan nada datar. Dia membuka cola yang diberikan gadis itu, meminumnya sambil melirik San yang juga sedang menghabiskan minuman. “San..." panggil Jungkook, pelan.San hanya bergumam karena sedang menikmati cola. "Kau kambuh?" lanjutnya.
"Huh?" Setelah sadar apa yang terjadi, San sedikit menjauh dari Jungkook—yang mencoba menyentuh bahunya. San mengusap hidung miliknya yang sudah mengeluarkan darah.
Tidak ada tisu di sini dan cairan kental berwarna merah itu terus keluar dari hidung San sehingga Jungkook langsung bangkit dari duduknya. Memberikan ujung kaus yang dia pakai kepada San. "Pakai ini dulu. Aku akan panggil hyung—“
"Diam." San menarik ujung kaus Jungkook, dia pakai untuk menghentikan darah dari hidungnya. Jungkook refleks semakin mendekatkan diri agar San tidak kesulitan, juga bisa mengusap rambut San yang dikuncir kuda.
Jungkook tahu apa yang akan terjadi jika gadis ini sudah kambuh. Sekuat apa pun San berkata ia baik-baik saja, pasti ujungnya San jatuh pingsan.
"San, jika kau merasa sakit tolong bilang padaku,” ujar Jungkook, serius.
San menggeleng. "Aku baik-baik saja. Hal ini biasa, Kim. Jangan berlebihan."
Jungkook seharusnya sudah tidak heran jika San keras kepala. Setelah gadis itu selesai dengan ujung kaus yang dia kenakan, Jungkook langsung melangkah masuk ke villa. Seperti orang gila, berteriak meminta tisu. Member yang lain bahkan panik karena kaus yang dikenakan Jungkook berlumuran darah.
Setengah berlari Jungkook kembali dengan segulung tisu. San masih mimisan dan gadis itu tetap saja berkata bahwa dia tidak apa-apa. Keras kepala!
Kemarin, San yang memberikan tisu kepada Jungkook; menjaga lewat hal sederhana. Malam ini, mereka berdua bertukar peran.