08 - Dibentuknya Club Astronomi!

2020 Words
        Pandanganku tertuju pada jam dinding yang ada di ruang makan. Dengan cepat aku menghabiskan sarapan yang dibuat Michiru ini karena sepuluh menit lagi lonceng masuk sekolah berbunyi! Kenapa aku tidak sadar kalau sudah sesiang ini!?         Michiru memiringkan kepalanya bingung karena melihatku yang makan terburu-buru. “Apa masakanku sangat enak sampai napsu makanmu sebesar itu, nyonya?”         Aku hanya membalas perkataannya dengan menunjuk jam dinding. Michiru meliriknya sebentar, kemudian meminum s**u pada gelasnya dengan santai. “Masih ada sepuluh menit. Kita masih bisa tepat waktu.”         “Tepat waktu apanya!?” kataku yang akhirnya selesai mengunyah makanan itu.         Michiru tersenyum tipis sambil mengeluarkan bola dari sakunya. “Tinggal pakai ini, ‘kan?”         Hm? Bola itu sepertinya pernah kulihat sebelumnya … Kepalaku masih penuh dengan tanda tanya ketika Michiru melempar bola itu dengan santai ke lantai.         Bola itu terpantul beberapa kali di lantai kemudian berubah menjadi papan luncur yang sering ia gunakan untuk terbang. “Oh, Flying Gear!”         Michiru tersenyum bangga. “Dari wajahmu terlihat jelas kalau kau ingin menggunakan benda ini lagi, ‘kan?”         Hoho … sepertinya memungut penyihir yang terlantar ini tidak ada ruginya juga.         .         .         Meski begitu, Michiru tidak bisa membawa papan luncur itu ke atap sekolah karena akan terlihat mencurigakan jika sepatu Michiru dan sepatuku belum diganti. Akhirnya, Michiru sepakat untuk berhenti di gang sempit yang berada tidak terlalu jauh dari pintu gerbang sekolah.         Dengan secepat kilat aku dan Michiru berlari setelah mendengar lonceng tanda masuk sekolah sudah mulai berbunyi.         Ah! Sepertinya akan terlambaaat. Kumohon, setidaknya yang menjaga gerbang hari ini Takamura-senseiiii!!         Sayangnya, doaku tidak terkabul. Yang menjaga gerbang sekolah hari ini ternyata Yuno-sensei, guru matematika jahat yang tidak kenal ampun!!         Mata tajam Yuno-sensei menyipit ketika melihatku dan Michiru yang berlari seperti dikejar anjing gila. Namun, ketika beberapa meter lagi aku masuk melalui gerbang itu … dengan senyum tipis yang terlihat mengerikan Yuno-sensei menutupnya.         “Kumo Akari, dan … murid pindahan baru. Terlambat,” kata Yuno-sensei dengan suaranya yang tajam.         Aku berlutut dengan keras, kemudian berteriak ‘Tyyydaaackkkk!!’ dalam hati sekeras mungkin. Oh, rekorku … rekorku seumur hidup yang tidak pernah telat sekali pun … hancur!!         Dengan tatapan sedih, Michiru berkata dengan bahasa yang bercampur dengan aksen Eropa. “Oh, bagaimana ini … kukira awalnya dadaku berdegup kencang karena kelelahan berlari, tetapi …”         Yuno-sensei hanya menatap tajam ke arah Michiru.         Michiru kembali melanjutkan aktingnya. “Oh, betapa berdosanya diriku … apakah aku seorang murid bisa memiliki perasaan seperti ini!?” katanya penuh dramatisir.         Mengerti apa yang dilakukan Michiru, aku mengangkat kedua jempolku dalam pikiran. Sedangkan wajah Yuno-sensei terlihat sedikit memerah.         Meski jahat, sepertinya pesona bulenang milik Michiru bisa menghancurkan hati keras milik Yuno-sensei yang saat ini menurut gosip masih single!         Setelah berdeham beberapa kali, akhirnya ia berkata, “Kumo Akari, ini pertama kalinya kau terlambat. Jadikan ini sebagai pelajaranmu, jangan pernah terlambat lagi,” katanya dengan suara yang tajam. “Lalu kau, murid pindahan. Sepertinya kau masih belum beradaptasi, aku akan menganggap kejadian ini tidak pernah terjadi untuk kali ini,” kata Yuno-sensei dengan suaranya yang lebih lembut.         Ey woy apa ini!? Kok ga adil!! Tapi setidaknya, terima kasih pada Michiru.         “Terima kasih, Sensei!” kataku dan Michiru bersama-sama kemudian langsung masuk melalui gerbang sekolah.         Sesampainya di kelas, aku dan Michiru langsung terduduk lemas di kursi masing-masing. Seika yang melihat tingkahku terkekeh pelan kemudian berkata, “Tumben kau terlambat, Akari?”         Sambil menatap tajam ke arah Michiru, aku menjawab, “Tadi di rumah ada anjing nakal yang buat aku terlambat sekolah!” mendengar hal itu, Michiru hanya tertawa geli.         “Akari, kau punya anjing? Kenapa aku baru dengar!?” Ah … Seika yang polos … Seika yang manis … aku akan berusaha sekuat tenaga agar suatu hari kau tidak akan tertipu sampai bangkrut!         Seika memiringkan kepalanya karena pertanyaan itu tidak dijawab olehku. Untung saja, Takamura-sensei masuk kelas setelahnya.         “Ohayou minna. Ahh, hari ini sensei ga punya info apa-apa, tapi karena peraturannya setiap wali kelas harus mengisi jam pertama ... jadi Sensei ke sini. Ahh repotin aja ...” gumam Takamura-sensei yang wajahnya terlihat jelas seperti kehilangan motivasi hidup. Bagaimana bisa orang ini menjadi guru, ‘sih? Apa orang ini benar-benar punya sertifikat untuk mengajar?         “Tapi karena Sensei sudah di sini, dan waktu pemanasan percobaan yang ke #284630 sepertinya sudah pas, jadi ... Sensei mau balik ke ruangan lagi. Karena meja terisi penuh, berarti tidak ada yang bolos, sekian. Dadah!” Seperti biasa Takamura-sensei pergi tanpa mengindahkan anak muridnya di kelas ini.         “Bukannya kemarin percobaan #284626 ya? kenapa tiba-tiba udah 630? Haha.” Salah satu teman sekelasku berkata seperti itu.         “Haha gagal semua kali.” Jawaban teman sekelasku yang lain. Seperti biasa walau pun beberapa kali bicara seperti itu kita pun tertawa bersama~         “Lagi pula Takamura-sensei itu buat percobaan apa, sih?” tanya Seika tiba-tiba.         Seisi kelas langsung berhenti berbicara, dan kelas pun tiba-tiba menjadi sunyi. Satu pertanyaan muncul di semua pemikiran murid di satu kelas itu. Untung saja, pemikiran semua orang belum menjadi berbahaya karena guru mata pelajaran selanjutnya sudah masuk ke dalam kelas.         .         .         Kelas berlalu dengan lambat seperti biasanya. Untung saja hari ini mataku tidak menyerah secepat kemarin!         Aku memberi pandangan tajam pada Michiru. Dengan cepat Michiru mengerti apa yang ada di pikiranku dan langsung berlari cepat keluar kelas. Sepertinya kemampuan telepatiku sudah semakin hebat!         Aku baru saja bbersiap-siap memindahkan mejaku ke dekat meja Seika untuk makan siang, tetapi tiba-tiba kepala Takamura-sensei muncul dari pintu masuk kelas. “Ehh ... apa ada Kumo Akari dan Michiru? Ah tidak peduli, siapa pun tolong beritahu mereka untuk datang ke ruanganku saat pulang sekolah nanti,” katanya singkat kemudian kembali menghilang.         “Kumo~” kata seseorang yang sampai saat ini aku masih lupa namanya.         Dengan berat hati aku menghela napas panjang. “Aku dengaaar~”         Semua murid yang masih ada di kelas itu pun tertawa mendengar jawabanku yang sangat malas. Hmm … Apa ada hubungan nya dengan pertarungan Michiru kemarin ya? Aku pun bergidik menghilangkan pemikiran itu. Lalu melanjutkan untuk memindahkan mejaku ke dekat meja Seika. Michiru lama sekali beli makan siangnya!         “Kau tidak bawa bekal untuk makan siang?” tanya Seika.         Aku hanya bisa tersenyum canggung. “Tadi pagi terlambat bangun … besok pagi harus bangun lebih pagi untuk buat sarapan. Aku juga harus buat bekal untuk Michiru juga …”         Terlihat tatapan Seika yang penuh dengan simpati. “Kalau begitu, kau makan bekal punyaku saja! Lagi pula bekalku terlalu banyak.”         Ah, bekal legendaris keluarga Rizumu, ya? Sepertinya jika aku dan Michiru ikut memakan bekalnya juga tidak akan habis …         Dengan wajah yang sedikit merah karena kesulitan mengangkat kotak bekalnya, akhirnya Seika berhasil meletakkannya di atas meja dengan suara bedebum keras.         Itu benar, kotak bekal legendaris keluarga Rizumu sangat berbeda! Seika membawa kotak bekal tradisional yang memiliki empat tumpukan! Tentu saja, makanan di dalamnya sangat banyaaak. Seharusnya kotak bekal seperti ini hanya dibawa ketika ada turnamen olahraga sekolah!         Tetapi, Seika menganggapnya biasa saja. Karena dahulu sudah sering terkejut, aku pun sudah mulai terbiasa dengan kotak bekal itu. Entah kenapa seisi kelas pun cepat menganggap kalau kotak bekal legendaris ala keluarga Rizumu itu biasa.         Meski begitu … sampai jam istirahat makan siang selesai, Michiru tidak kembali ke kelas juga. Seketika aku berpikir sepertinya telepatiku tidak berhasil …         Michiru kembali ketika lonceng jam makan siang selesai berbunyi, dia masuk ke dalam kelas bersama Tetsushi dan Kazuyoshi. Seragam mereka sedikit basah oleh keringat. Ah … ternyata Michiru yang tidak kembali itu ikut bermain bola basket dengan mereka …         Wajah Michiru yang penuh dengan senyuman langsung berubah ketika membalas tatapan dariku. Mulutnya terbuka seperti ‘O’ besar. Dia benar-benar lupa dengan niatku yang menyuruhnya membeli makan siang karena ulahnya jadi terlambat masuk sekolah!!         Masih menatap Michiru dengan tajam, aku membuat gerakan dengan ibu jariku yang melesat di udara dari kiri ke kanan tepat di depan leherku.         Wajah Michiru semakin panik setelah melihat gerakan itu. “Maafkan aku Akari~ lain kali tidak akan terulang lagi!!”         “Jangan pulang malam ini,” kataku singkat.         “Ampun!!”         .         .         Michiru terus menggangguku dengan permintaan maafnya sampai jam pelajaran sekolah selesai. Dengan helaan napas panjang, aku akhirnya menyuruh Michiru untuk mengikutiku. Tentu bukan untuk memaafkannya, tetapi untuk membawanya menuju ruangan Takamura-sensei.         “Maafkan hambamu ini, Nyonya,” kata Michiru yang masih berlutut di sebelah mejanya. Murid-murid di kelas hanya terkekeh geli melihat tingkah Michiru itu.         “Hm,” kataku singkat, menyuruhnya untuk cepat berdiri untuk ke ruangan Takamura-sensei.         “Hambamu ini tidak akan berdiri sampai mendengar perkataan ampun dari mulut Nyonya!”         “Tidak ada jatah makan tiga hari,” tambahku lagi.         “Nyonya!!” kata Michiru dengan dramatis. Apa dia benar-benar pemeran film dari Eropa!?         Aku memijat keningku karena mulai pusing. “Tidak ada lain kali lagi. Kamu juga harus bantu aku untuk buat sarapan dan bekal makan siang.” Tidak ingin mengunggu jawaban Michiru, akhirnya aku keluar kelas secepat mungkin karena tidak tahan malu dengan sikap Michiru itu!         Wajah Michiru langsung cerah setelah mendengar perkataanku. “Terima kasih, Nyonya! Hambamu ini tidak akan pernah melakukan kesalahan lagi!” sahutnya kegirangan dan langsung mengejarku.         “Ckck mereka itu akrab ya?” kata Seika pada Kazuyoshi dan Tetsushi.         “Maklum lah mereka kan tinggal bareng,” jawab Tetsushi.         “Hmm..” Kazuyoshi hanya menarik napas mendengarnya.         “Kenapa Kazuyoshi? kau cemburu?” Ledek Tetsushi.         “Ahh apa nih? Apa nih? Kazuyoshi suka sama Akari? waaaaawww.” Seika ikut meledek Kazuyoshi yang mulai salah tingkah.        Kazuyoshi mengangkat tinggi kedua alisnya. “Jangan salah paham ya! Kata siapa aku cemburu kalau Kumo dan Michiru itu berangkat sekolah bareng terus? Tinggal satu rumah? Buat sarapan dan bekal bersama? Pokoknya gaada yang bilang itu. Aku pulang duluan,” katanya sambil menyambar tasnya dengan cepat dan langsung keluar kelas.         Seika dan Tetsushi tertawa geli bersama melihat tingkah Kazuyoshi yang seperti itu.         .         .       Aku dan Michiru akhirnya sampai di depan ruangan Takamura-sensei. Entah kenapa aku tidak mau membuka pintunya …       Melihat tingkahku, Michiru bertanya, “Kenapa? Bukannya kita dipanggil Takamura-sensei?”       “Kamu, kamu yang buka pintunya,” kataku langsung bersembunyi di balik punggung Michiru.       Michiru hanya memiringkan kepalanya bingung, tapi dia tetap membuka pintu ruangan itu. Seketika terdengar suara ledakan dan asap hitam keluar dari ruangan itu. Aku dan Michiru yang berada di depannya langsung berlari menjauh.       “Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!!” terdengar sahutan Takamura-sensei dari dalam ruangannya.       Terkejut dengan hal itu, aku dan Michiru cepat-cepat berlari untuk memeriksa keadaannya. Tetapi perkataan selanjutnya membuat kami terhenti, “Percobaan kesayanganku gagallll!!”       Ternyata hanya percobaan yang gagal … untunglah tidak ada sesuatu yang berbahaya terjadi … atau belum ada.       “Sensei,” kataku pelan.       Wajah Takamura-sensei dipenuhi oleh debu hitam. “Ah … Kumo … Michiru … kalian datang untuk membantu penelitianku?” tanyanya dengan mata yang terlihat mengerikan.       Aku dan Michiru langsung menggelengkan kepala dengan panik. Takamura-sensei langsung cemberut dan bertanya, “Lalu kenapa kalian ke sini?”       “Tadi saat istirahat makan siang … kau memintaku dan Michiru untuk ke ruanganmu …” kataku mengingatkan.       Wajah Takamura-sensei terlihat kosong untuk beberapa detik, kemudian seperti teringat sesuatu ia menepuk kedua tangannya. “Oh itu benar. Michiru … ini mengenai permintaanmu. Kau berhutang padaku.”       Michiru tersenyum cerah mendengarnya. “Oh, benarkah? Apa permintaanku disetujui!?”       Takamura-sensei hanya menganggukkan kepalanya dan memberi Michiru selembar kertas. Penasaran, aku melihat apa yang tertulis di atasnya. Ternyata … permohonan untuk pembuatan club Astronomi?       “Bagaimana …?” tanyaku sedikit takjub. Apa Michiru tahu kalau aku pernah ingin bergabung dengan club Astronomi.       Aku menatap Michiru dengan tatapan bangga. Tetapi melihat senyum sombong di wajahnya rasa bangga itu seketika sirna diganti dengan rasa ingin memukul wajahnya.       “Terima kasih, sensei! Untuk sisa anggotanya aku akan cari secepatnya!” kata Michiru senang sambil menarik tanganku keluar dari ruangan itu.       “Ah … hutangmu …” terdengar jelas Takamura-sensei ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya menghilang ketika dengan keras Michiru menutup pintu ruangan itu.       “Bagaimana? Nyonya tidak akan marah lagi, ‘kan?” tanya Michiru dengan pandangan memohon.       Ehm … meski tidak ingin mengakuinya, tetapi aku sedikit senang. Setelah berdeham beberapa kali, aku berkata, “Hmmm … ya. Tidak marah lagi.”       Michiru bergerak kegirangan di tempatnya. Dengan cepat aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, untung saja tidak ada siapa pun di lorong ini. Sepertinya suatu hari nanti aku harus pura-pura tidak kenal dengannya.       “Tapi untuk buat sebuah club, anggotanya harus lima orang … ‘kan? Tiga orang lagi siapa?” tanyaku.       “Tinggal pakai sihir!” katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.       Ah … aku terlalu banyak berharap pada orang ini.       “Pakai jurus seri*u ba*angan?” tambahnya ketika melihat wajahku yang tidak puas dengan jawabannya.       “Aku akan coba ajak Seika. Untuk dua orang lainnya … mungkin kita cari di kelas lain,” kataku singkat.       “Oooh Nyonya memang hebat!”       “Lalu untuk pembimbingnya? Jangan bilang …”       Michiru menganggukkan kepalanya, lalu menepuk bahuku dan berkata, “Tentu Takamura-sensei!”       Aku menepuk keningku sedikit keras setelah mendengar jawabannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD