"Kenapa? Kok kaget gitu?" Pria itu bertanya dengan santai dan mengangkat satu alis.
"K-Kamu..." Aruna berkata dan tidak dapat menyelesaikan kalimatnya.
Namun pria itu hanya terdiam dan menatap Aruna dengan seringai yang terukir di wajahnya.
"Pak, nasi gorengnya enggak jadi!" Aruna berkata pada penjual nasi goreng, lalu ia bangkit dari kursinya dan segera beranjak pergi.
"Lah, kok enggak jadi, Neng?" penjual nasi goreng itu bertanya dan beralih menatap Aruna.
Aruna pun terus berjalan secepat mungkin dan sesekali ia menoleh ke belakang berharap pria itu tidak mengikutinya. Lalu ia berhenti saat tiba di penjual pecel ayam.
"Kamu udah selesai beli nasi gorengnya?" Indira bertanya dan menoleh ke arah Aruna.
"Belum" Aruna menggeleng dan menoleh ke belakang sambil mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah.
Indira mengerutkan dahi saat mendengar jawaban Aruna. "Belum?" tanyanya yang terlihat heran. "Terus kenapa kamu jalan buru-buru gitu? Kayak lagi dikejar sama hantu"
Namun Aruna hanya terdiam dan terus melihat ke belakang, jantungnya berdebar dengan cepat dan nafasnya tidak teratur.
Indira yang melihat itu pun merasa bingung, ia mencoba menoleh ke belakang dan melihat ke arah yang dituju oleh temannya. Namun ia tidak melihat apapun kecuali beberapa pedagang kaki lima yang berada di sana. "Kamu lihat apa sih?" tanyanya beralih menatap Aruna.
Aruna menoleh ke arah Indira dan menatapnya tanpa mengatakan apapun sehingga membuat rekan kerjanya semakin merasa bingung.
"Nanti aku ceritain setelah kita tiba di kostan" jawab Aruna yang akhirnya membuka suara.
Indira mengangguk. "Terus sekarang kamu mau makan apa? Atau mau makan pecel aja?" tanyanya mengangkat satu alis.
Aruna hanya mengangguk dan menatap Indira tanpa mengatakan apa-apa. Lalu Indira segera memesan pecel ayam pada penjualnya.
Dua puluh menit kemudian, mereka telah tiba di kostan Indira dan sedang bersiap untuk menyantap makan malam.
"Sebenarnya tadi kamu lihat apa sih?" Indira bertanya sambil membuka pecel ayam yang tadi ia beli dan meletakkannya di sebuah piring.
"Aku ketemu sama orang yang tadi malam mau membunuh aku" jawab Aruna menundukkan kepala dan membuka pecel ayam miliknya.
Indira beralih menatap Aruna. "Jadi kamu ketemu sama orang itu?" tanyanya yang terlihat sedikit terkejut.
"Iya" Aruna mengangguk. "Dia ada di penjual nasi goreng dan duduk tepat di sebelah aku. Tapi dia enggak pakai penutup wajah seperti tadi malam dia cuma pakai masker yang menutupi setengah wajahnya, dia juga memakai Hoodie dengan kepala yang sengaja dia tutupi" jelasnya kembali teringat dengan hal itu.
"Tapi kok dia bisa tahu kamu ada di sini?" Indira bertanya dan terlihat penasaran.
"Aku juga enggak tahu" jawab Aruna menggelengkan kepala. "Dia cuma bilang kalau aku takut"
"Takut?" Indira mengerutkan dahi dan Aruna mengangguk. "Ini aneh" katanya dan rekan kerjanya menoleh ke arahnya.
"Aneh? Aneh bagaimana?" Aruna bertanya dan menatap Indira dengan dahi yang berkerut.
"Ya, aneh. Bagaimana bisa dia tahu kalau kamu ada di tempat ini" jawab Indira beralih menatap pecel ayam miliknya dan mulai memakannya.
"Tapi bisa aja kalau dia mengikuti aku" Aruna berkata tanpa melepaskan pandangannya dari temannya.
"Benar" Indira mengangguk. "Itu salah satu kemungkinannya" katanya yang terus memakan makanannya.
***
"Udah bayar di aplikasi ya, Pak" Indira berkata pada seorang supir taksi online.
"Iya, terima kasih, Mbak" jawab supir taksi itu.
Indira hanya mengangguk dan membuka pintu mobil lalu ia melangkah keluar dan disusul oleh Aruna. Setelah itu ia menutup pintunya kembali.
"Enggak ada yang ketinggalan, kan?" Indira bertanya dan menoleh ke arah Aruna.
"Enggak ada kok" jawab Aruna menggelengkan kepala.
"Ya udah kalau begitu ayo kita nyebrang" Indira berkata dan berdiri di pinggir jalan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada kendaraan yang melaju dalam waktu dekat. Setelah dirasa aman ia dan Aruna segera menyebrang untuk menuju kantor mereka.
Aruna dan Indira pun terus berjalan dengan hati-hati dan menyebrangi jalan itu sambil tetap menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun dari sisi kanan tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan cepat ke arah mereka.
"Aruna awas!" teriak Indira saat ia menyadari itu.
Aruna menoleh ke arah kanan, namun matanya melebar saat ia melihat mobil itu yang sedang melaju ke arahnya. Jantungnya langsung berdebar begitu kencang dan nafasnya tercekat di tenggorokan. Dan seketika ia membeku di tempat.
Dengan cepat Indira meraih tangan Aruna dan menariknya mengajaknya untuk berlari secepat mungkin.
Indira pun terus berlari dan menggenggam tangan Aruna lalu ia berhenti saat tiba di seberang jalan. "Kamu enggak apa-apa, kan?" tanyanya menoleh ke arah temannya dan mengatur nafasnya yang terengah-engah.
Aruna hanya mengangguk dan menatap Indira tanpa mengatakan apa-apa, ia masih syok atas kejadian tadi yang hampir menimpanya dan rekan kerjanya. Bahkan jantungnya masih berdebar dengan kencang. Beruntung, Indira menyadari itu sehingga mereka bisa selamat.
"Sebaiknya kita beli minum dulu" Indira berkata dan Aruna hanya mengangguk lagi. Kemudian mereka berjalan menuju sebuah warung kecil yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri.