"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan perjodohan itu? Apakah kamu sudah setuju?" Yudha bertanya, mengangkat satu alis dan menatap putranya yang duduk di seberangnya.
Evan yang sedang menyantap makan malam pun langsung terdiam saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh ayahnya. Lalu ia menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya. "Iya Yah, aku setuju" jawabnya menganggukkan kepala.
Akhirnya Evan terpaksa menerima perjodohan itu karena jika tidak maka Yudha akan mengambil semuanya yang telah ia berikan padanya, termasuk perusahaan yang saat ini Evan kelola. Sehingga Evan tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keinginan ayahnya, sebab ia tidak mau jika harus ditendang dari rumah itu dan hidup sengsara.
"Bagus" Yudha mengangguk. "Kalau begitu Minggu depan Ayah akan melangsungkan acara pertunangan kamu dengan Aruna" katanya beralih menatap sepiring makanan yang berada di depannya.
"APA? Minggu depan?" Evan bertanya dan terlihat tidak percaya. "Kok buru-buru banget sih, Yah? Kenapa enggak bulan depan aja?"
"Karena Ayah ingin kamu segera menikah dengan Aruna" jawab Yudha menyendok makanan dari piringnya dan memasukannya ke dalam mulut. "Maka dari itu kamu harus melakukan pendekatan dengannya. Dan mulai besok Ayah ingin kamu menjemputnya dan kalian pergi ke kantor bersama, lalu saat pulang kamu juga harus mengantarnya ke rumahnya"
"Tapi Yah aku kan bukan supir pribadi kenapa harus aku yang melakukan itu?" protes Evan tanpa melepaskan pandangan dari ayahnya.
"Seperti yang Ayah bilang sebelumnya kalau kamu harus melakukan pendekatan dengan Aruna dan salah satunya yaitu dengan cara pergi ke kantor dan pulang bersama" jelas Yudha tanpa beralih menatap Evan.
"Dan dengan cara itu kalian akan dekat" tambah Paula dan Evan beralih menatapnya.
"Benar" Yudha mengangguk dan terlihat setuju dengan yang dikatakan oleh istrinya.
"Maaf, Yah, tapi aku enggak bisa" Evan menggeleng dan menatap makan malamnya. "Aku bukan supir pribadi jadi aku enggak mau melakukan itu. Lagipula, kenapa Ayah enggak suruh supir pribadi Ayah aja?"
"Ya sudah enggak apa-apa kalau kamu enggak mau" Yudha berkata dan menganggukkan kepala. "Tapi mulai besok kamu harus pergi ke kantor dengan menggunakan taksi lagi"
"Lho, kok begitu?" Evan bertanya dengan dahi yang mengerut.
"Karena mobil kamu akan Ayah sita lagi sampai kamu mau melakukan apa yang Ayah suruh" jawab Yudha kembali memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.
Evan menghela nafas dan mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban ayahnya. Ia sudah menduga jika ayahnya akan mengatakan itu. "Ya udah aku mau pergi ke kantor dan pulang bersama dengannya"
"Benarkah? Kamu mau melakukan itu?" Yudha mengangkat satu alis dan menatap putranya.
"Iya, dari pada mobil aku disita lagi" jawab Evan dengan datar.
"Bagus" Yudha mengangguk. "Kalau begitu setelah ini Ayah akan menelpon Aruna dan memberitahunya bahwa besok kamu akan datang ke rumahnya untuk mengajaknya pergi ke kantor bersama"
Evan hanya mengangguk dan beralih menatap sepiring makanan yang tersisa tanpa mengatakan apa-apa.
***
"Jadi hari ini pak Evan bakal datang ke sini untuk menjemput kamu?" Indira bertanya menatap Aruna yang berjalan di sebelahnya.
"Iya" Aruna mengangguk. "Soalnya tadi malam om Yudha bilang kalau mulai hari ini aku dan anaknya bakal pergi ke kantor dan pulang bersama" katanya berjalan menuruni anak tangga.
"Tapi aku enggak yakin kalau pak Evan bakal melakukan itu secara dia kan bos masa mau disuruh jemput karyawannya, ya meskipun karyawannya itu adalah calon istrinya" Indira berkata dan mengalihkan pandangan
"Sebenarnya aku juga berpikir seperti itu, tapi kita lihat aja dia bakal datang atau enggak" Aruna berkata dan terus menuruni tangga.
Beberapa saat kemudian mereka pun tiba di lantai satu kostan Indira, segera mereka berjalan dan menuju pintu. Sama seperti dua hari yang lalu, kemarin Aruna kembali menginap di kostan temannya karena ia belum berani untuk pulang ke rumahnya. Sebab ia takut jika pria misterius itu kembali datang dan mencoba untuk membunuhnya.
"Tunggu" Indira berkata dan tiba-tiba berhenti membuat Aruna ikut berhenti juga.
"Ada apa? Kok kamu tiba-tiba berhenti?" Aruna mengerutkan dahi dan menoleh ke arah Indira.
"Itu kan mobilnya pak Evan" Indira berkata dan menatap sebuah mobil yang terparkir di depan kostannya.
Aruna pun segera beralih menatap ke depan dan ia melihat mobil itu yang memang terparkir di luar sana. "Emang pak Evan pakai mobil itu?" tanyanya menoleh ke arah Indira.
"Iya, itu mobil yang dipakai oleh pak Evan" jawab Indira menganggukkan kepala. Lalu ia menoleh ke arah Aruna. "Kita samperin aja yuk dari pada entar Beliau ngomel-ngomel karena kelamaan nunggu"
Aruna hanya mengangguk dan terus menatap mobil itu tanpa mengatakan apa-apa. Dan kemudian mereka pun berjalan keluar kostan dan menghampiri mobil itu.
Setelah tiba di dekat mobil mereka berhenti, lalu Indira mengulurkan tangan dan mengetuk kaca mobil.
Tok Tok Tok...
"Pak Evan" Indira memanggil dan terus mengetuk kaca mobil.
Seseorang yang berada di dalam pun langsung menoleh dan membuka pintu mobil. Lalu ia melangkah keluar dan ternyata benar itu memanglah Evan.
"Kenapa lama banget sih?" Evan bertanya menatap Indira dengan raut wajah yang terlihat datar tanpa sedikitpun ekspresi.
"Maaf, Pak, kita kan enggak tahu kalau Bapak udah datang. Lagipula, kenapa Bapak enggak SMS atau chat kalau Bapak udah di depan kostan?" Indira berkata dan menundukkan kepala.
"Memangnya saya supir pribadi pakai kasih tahu segala kalau saya udah datang" Evan memutar mata dan mengalihkan pandangan. "Saya juga terpaksa datang ke sini kalau bukan ayah saya yang nyuruh" katanya.
Namun Indira hanya terdiam dan tetap menundukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Dan begitu juga dengan Aruna yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka.
"Ya udah ayo cepat masuk nanti kita telat sampai di kantor" suruh Evan beralih menatap Indira, lalu ia melirik ke arah Aruna.
"Iya, Pak" Indira mengangguk tanpa berani mengangkat kepala dan menatap bosnya.
Evan menatap Aruna sekali lagi sebelum akhirnya ia masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya.
Indira dan Aruna pun segera membuka pintu dan masuk ke dalam, tidak lupa mereka menutupnya kembali. Kemudian Evan menyalakan mesin dan melajukan mobilnya menuju kantornya.