Sebulan kemudian...
Adelard keluar dengan perasaan lega begitu urusannya sudah selesai. Kasus penipuan Adelard 2 tahun yang lalu menjadi perdata setelah Adelard memberikan perjanjian bahwa ia akan mengembalikan semua uang korban penipuan itu sesuai data yang di pegang Marcello sebagai kaki tangannya.
"Aku ingin pulang dulu ke rumah. Orang tuaku pasti merindukanku." sela Marcello begitu keduanya sudah tiba di parkiran mobil kantor kepolisian negara Italia.
"Aku juga akan pergi ke makam orang tuaku. Sampai jumpa.."
Adelard sudah memasuki mobilnya dan duduk di bagian kursi belakang. Setelahnya, Bagas mengemudikan sedan itu menuju sebuah pemakanan. Sesampainya disana, Adelard keluar dari mobilnya. Sesaat, Adelard terdiam sejenak. Di tangannya sudah ada dua buket bunga Lily yang akan ia letakkan di atas pusara orang tuanya.
Adelard berusaha untuk kuat selama melangkahkan kedua kakinya menuju dua kuburan yang kini terlihat saling berdampingan. Makam Ayah dan Ibunya, kini ada di depan mata.
"Ayah.. Ibu.. Maafkan aku. Ini baru pertama kalinya aku bisa mendatangi kalian.. " Abelard tetap mencoba untuk kuat. Merasa bersalah karena sebagai anak ia belum sempat membahagiakan mereka di sisa hidupnya.
Cinta dan kasih sayang orang tua yang selama ini Adelard dapatkan telah hilang selamanya. Bahkan harapan besar yang ia berikan pada seorang istri sebagai kepercayaan pun juga hilang karena kekecewaan. Adelard seperti merasa berdiri sendiri dengan perasaan hampa.
Saat itu juga, Adelard yang di kenal dingin dan kaku itu akhirnya tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak menangis. Adelard sampai merosot dan terduduk di samping makam orang tuanya.
"Nafisah, kenapa kau menyakiti diriku sedalam ini?"
****
Marcello memasuki mansionnya dengan tubuh yang lelah. Padahal ia ingin sekali memasuki kamarnya dan tidur dengan lelap. Tapi begitu sampai di ruang tamu, justru orang tuanya malah mengadakan sambutan untuknya.
"Kenapa wajahmu murung? Seharusnya kau merasa bahagia ketika kami menyambut kedatanganmu." Eloisa, Ibu Marcello yang sudah tua tapi masih terlihat cantik itu langsung memeluk hangat putranya.
Marcello membalas pelukan sang ibu yang memang ia rindukan. Marcello sadar, cara bermainnya sudah terlalu jauh hingga ke Indonesia. Sudah waktunya ia pulang ke rumah.
"Seharusnya kalian tidak perlu repot-repot menyiapkan penyambutan ini buatku. Aku hanya keluar dari penjara dengan status mantan napi. Tidak ada yang istimewa."
"Tapi kau tetap putra semata wayang yang Ibu cintai dan Ibu banggakan. Manusia tidak ada yang sempurna, Marcello. Manusia tempatnya salah. Sekalipun kesalahan itu sengaja di perbuat atau tidak."
"Dan kau jangan percaya diri Marcello. Yang benar-benar menyambut kepulanganmu hanya Ibumu. Tapi tidak denganku!"
Tiba-tiba Stephano menuruni anak tangga satu per satu dengan wajah angkuh. Dia adalah Ayah Marcello yang dulunya baik dan sekarang berubah membencinya. Marcello terkejut. Kenapa Ayahnya bisa berkata seperti itu? Marcello mencoba untuk sabar.
"Bahkan aku tidak mengharapkan sambutan apapun dari Ayah.."
Eloisa berusaha untuk menyelamatkan situasi. "Marcello, sebaiknya kita-"
"Perusahaan yang aku dirikan selama bertahun-tahun hampir saja gulung tikar kalau saja keluarga Valerio tidak membantuku."
"Lalu apa hubungannya denganku?"
"Dasar anak bodoh!"
Prank!
Tanpa di duga Stephano menghampas gelas kaca yang ada di dekatnya dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Kemana kau gunakan otakmu setelah mengatakan hal tadi? HAH?! Semenjak media memberitakan dirimu di penjara akibat kasus penipuan bodoh yang kau lakukan, semua rekan bisnisku pergi!"
"Sayang.. Hentikan. Jangan kasar sama putra kita. Dia baru saja pulang setelah 2 tahun ini tidak bersama kita."
"Apakah kau masih waras dengan membela putramu yang tak berguna ini?!"
"Tapi Stephano-"
"Perusahaan hampir gulung tikar karena semua investor menarik sahamnya. Mereka khawatir putramu ini akan memiliki banyak cara untuk berniat jahat dengan merugikan mereka! Aku sudah mempercayakan semua usahaku padanya. Tapi dia merusaknya hanya karena membantu sahabatnya yang t***l itu!"
Dengan tanpa rasa takut Marcello melangkahkan kedua kakinya dan kini berdiri di hadapan Ayahnya.
"Ayah boleh marah padaku. Tapi jangan berkata kasar pada Ibu atau menghina sahabatku!"
"Kau masih menyebutku Ayah setelah apa yang terjadi?"
Stephano menatap Marcello dengan tajam. Keduanya sama-sama bersitegang. Tiba-tiba seorang wanita cantik datang dengan gayanya yang anggun dan berkelas. Marcello menatap wanita itu dengan tatapan heran meskipun masih ada sisa amarah disana.
"Lebih baik kau berterimakasih padanya.. " Tatapan Stephano beralih ke arah wanita cantik yang masih berusia muda. Suaranya terdengar dingin dengan perintahnya yang mengintimidasi.
"Dia sudah menjamin kebebasan dirimu dengan bantuan Ayahnya. Keluarga Valerio, akan menjadi keluarga kita."
Marcello emosi. Tanpa diduga ia mencengkram kuat lengan Stephano. "Apa maksudmu?!"
"Kau akan menikah dengannya!"
****