#WARNING RATE 18 +
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya!
..............
Beberapa saat kemudian, Arkan dan Casilda telah berada di sebuah pusat perbelanjaan.
Suasana hati Arkan yang sedang menyamar dan memakai kacamata tipis di sebelah Casilda, sepertinya sangat bahagia dan senang. Sejak tadi dia tersenyum lebar berbunga-bunga seolah-olah dunia telah ditaklukkan olehnya.
Casilda menghela napas lega. Meskipun harus merendahkan diri di hotel sebelumnya agar bisa lepas dari murka sang aktor, ini sedikit membuatnya bisa tenang. Setidaknya malam ini Arkan tidak akan menyiksanya seperti dulu.
Ternyata sangat mudah membujuknya jika terkait desakan biologisnya yang tidak tahu batasannya sampai di level mana.
“Kalau kamu patuh seperti itu terus, aku akan menjamin masa depanmu dengan baik. Oke?” ujar Arkan yang mulai bertingkah posesif dan bangga, meraih pinggang Casilda dan memeluknya mesra seolah sedang pamer kepada semua orang.
Kedua pipi Casilda memerah kecil, meliriknya dingin dan malas.
“Kamu tidak malu memeluk wanita gendut di tempat umum seperti ini?” sindirnya dalam bisikan samar.
Arkan sepertinya benar-benar sangat bahagia. Saking bahagianya dia bahkan tidak menanggapi sindiran tajam Casilda, malahan dia tersenyum menatapnya bagaikan kucing arogan yang patuh, berkata dengan sikap manja dan sombong, “malu? Hah! Untuk apa malu? Kamu pikir hal kecil begini akan membuatku malu? Mereka seharusnya iri kepadaku!”
Selesai mengatakan kalimat yang membuat Casilda bingung, Arkan meraih dagunya dan menciumnya ganas tanpa peringatan!
Casilda syok!
Wanita ini seperti disambar petir di wajahnya!
Apa otaknya sudah tidak beres? Dia sungguh tidak punya rasa malu, ya? Bagaimana bisa dia melakukannya di tempat umum begini secara terang-terangan?
“Arkan! Kamu ini kenapa?” omelnya marah, mendorongnya kesal agar memberikan jarak di antara mereka berdua.
Dengan tersenyum sombong dan percaya diri, Arkan membalasnya, “kenapa? Aku hanya bermesraan dengan istriku. Memangnya tidak boleh?”
“Kamu sadar apa yang kamu ucapkan?”
Casilda menatapnya tak percaya, terheran-heran melihat tingkah Arkan yang berubah drastis setelah kegiatan panas mereka di hotel sebelumnya.
“Jangan menguji kesabaranku kali ini, istriku. Suasana hatiku sedang baik,” ancamnya dengan wajah sangat serius, detik berikutnya tersenyum-senyum lebar seperti orang bodoh.
Casilda terbengong parah, tidak tahu harus menanggapinya bagaimana.
Tiba-tiba dia ditarik oleh sang suami dengan penuh tenaga, mendengarnya berkata sangat riang dan bahagia, “ayo! Kita harus membeli ikat pinggang dan dasi, bukan? Sekalian kita beli baju baru untukmu juga. Pakaianmu banyak yang tidak layak pakai. Pakaian yang dibeli oleh Regan punya selera yang buruk, kita harus menggantinya agar jalan-jalan malam ini lebih terasa indah. Bukan begitu?”
Regan adalah nama pria yang menyambut mereka di hotel tadi. Rupanya Arkan memberikan perintah kepadanya untuk membeli pakaian sementara, dan model baju yang dibeli oleh pria itu tidak sesuai dengan selera sang aktor.
Casilda memakai gaun terusan berwarna biru tua. Cukup indah, tapi agak sempit hingga membuatnya tidak nyaman untuk bergerak. Sementara Arkan memakai kemeja putih dan celana panjang hitam yang sangat formal, mirip seorang karyawan kantoran level menengah.
Arkan mengomel kepada Regan kalau penampilan mereka sudah mirip orang yang ingin pergi bekerja, bukannya bersantai di mall. Terlalu kaku dan tidak praktis untuk dikenakan. Menurut Casilda, pakaian mereka sudah sangat bagus. Apanya yang aneh? Sungguh dia memang sulit untuk dipuaskan!
Casilda ditarik sepanjang jalan, lebih tepatnya diseret oleh sang suami hingga membuatnya menunduk menahan malu.
Dia itu sudah benar-benar gila, ya?!
Untungnya tempat ini adalah mall yang khusus menjual barang-barang bermerk dan mahal. Sehingga pengunjungnya tidak sebanyak di tempat lain. Kalau sampai ada banyak mata melihat dirinya ditarik-tarik seperti hewan peliharaan, Casilda berpikir mungkin akan langsung lompat dari lantai 2 tempat ini!
Arkan menarik Casilda memasuki beberapa toko dengan penuh semangat, tanpa basa-basi, langsung memerintahkan manager toko untuk membungkus semua pakaian dengan ukuran tubuh yang kira-kira cocok dengan Casilda.
Dia bahkan tidak perlu menyuruh Casilda mencobanya, langsung menunjuk semua barang yang ingin dibeli dan meminta ukuran plus size yang tersedia.
Casilda yang ditarik-tarik memasuki satu toko ke satu toko lainnya, merasa pandangan matanya mulai berputar-putar dan kepalanya pusing. Arkan berbelanja seperti orang yang sedang mengikuti acara bagi-bagi uang gratis dengan waktu terbatas, dan tingkahnya seolah ingin membeli semua isi mall dalam waktu semalam.
Apakah ini gara-gara layanannya tadi? Sesenang itukah dia?
Casilda geleng-geleng kepala melihat antusias pria itu yang sedang bersemangatnya menguras isi beberapa toko barang mewah.
Melihat tingkah Arkan yang mirip anak kecil manja tersebut, tiba-tiba dia terdiam menatapnya yang sibuk di depan meja kasir.
Jika dia sudah sesenang itu gara-gara layanan kecilnya, bagaimana dengan wanita lain selama ini? Apakah juga langsung memberinya banyak barang-barang mahal?
Bukankah dengan sikap seperti itu, Casilda tidak ada bedanya dengan wanita yang selalu ditidurinya selama ini?
Casilda menundukkan kepala lesu, tatapan matanya memuram kelam.
Dia tahu risiko saat harus membuat Arkan jatuh cinta kepadanya, terjerat dan jatuh dalam pesonanya adalah hal yang pasti akan terjadi selama proses itu berlangsung.
Sungguh menyakitkan jika harus melihatnya bermesraan dengan wanita lain di luar sana. Apalagi suatu hari pernikahan besarnya bersama Lisa akan diselenggarakan tanpa ragu.
Dia hanyalah orang ketiga, wanita simpanannya yang ditahan di sisinya dengan maksud tertentu. Tidak ada cinta, hanya nafsu dan budaknya yang diperlakukan semena-mena setiap saat.
“Kenapa berdiri saja di situ? Cepat ke mari!” panggil Arkan dengan wajah tidak senang.
Casilda tertegun kaget, menaikkan pandangan melihat wajah tidak puas sang aktor.
Ada apa lagi dengannya? Kenapa wajahnya seperti itu lagi? Apa kesenangannya sudah berkurang?
“Ada apa?” tanya Casilda pelan, tidak berminat cari gara-gara dengannya.
Tubuhnya masih lelah. Mereka hanya istirahat setengah jam usai melakukan olahraga panas sebelumnya, dan sekarang memaksakannya berkeliling berbelanja.
Casilda menebak-nebak dalam hati, jangan-jangan Arkan itu bukan manusia, ya? Kenapa kekuatannya tidak ada habis-habisnya setelah mereka bermesraan berkali-kali malam ini?
“Coba pakai,” titah Arkan malas dan tampak sombong, melempar sebuah gaun berwarna merah muda sangat cantik dan lembut ke tubuh sang istri.
Casilda menangkap gaun tersebut, menatapnya heran.
“Aku?”
“Tentu saja kamu. Memangnya di sini ada siapa lagi?” omelnya kesal, sudut mata tiba-tiba melirik ke arah lain, menilai sebuah satu rak gantung berisi beberapa model pakaian terbaru.
Mata Arkan bersinar terang! Seolah-olah anak kecil yang mendapat permen untuk kali pertama dalam hidupnya! Secara asal dia menarik beberapa pakaian dari gantungan, dan memberikannya kepada Casilda.
“Coba juga semua ini. Nanti aku lihat seperti apa kamu memakainya,” jelasnya dengan nada sombong yang tidak bisa dibantah.
Casilda ingin mengatakan sesuatu, tapi tumpukan pakaian dalam pelukannya terlalu tinggi dan kesulitan melihat Arkan yang tengah berbalik ke arah sang manager toko.
“Aku juga membeli semua yang ada di rak gantung ini dan yang di sana. Hitung semuanya dengan cepat. Kami masih harus ke tempat lain.”
Suara memerintah Arkan terdengar jelas di telinga Casilda.
Untuk apa, sih, dia membeli begitu banyak barang untuknya?
Apakah ini adalah bayaran atas layanan sebelumnya? Memikirkan sikap Arkan yang memperlakukannya bagaikan wanita-wanita yang pernah ditidurinya, hatinya memanas dan sakit, tapi tidak tahu harus melakukan apa.
“Masih berdiri di situ juga? Apa perlu aku menggendongmu masuk ke ruang ganti?”
“Ti-tidak perlu!”
Casilda buru-buru melarikan diri, setengah mati berjalan dengan pandangan tertutup tumpukan pakaian.
Saat tiba di sebuah ruang ganti, semua pakaian segera dijatuhkan ke atas meja kecil di dekat cermin besar.
Wanita ini menatap penampilannya sebaik mungkin.
“Apakah aku semurah itu di matanya?” gumam Casilda, mata setengah melamun entah melihat apa.
Secara keseluruhan, penampilannya saat ini terbilang sangat manis dan tidak biasa. Sangat jauh dari penampilan sehari-harinya yang selalu memakai celana jeans dan kaos sederhana. Ini seolah-olah dirinya seperti masih dari keluarga kaya, hanya saja tubuhnya tidak semenarik dulu.
Suara pintu diketuk cepat, sangat tidak sabaran.
“Kenapa lama sekali? Kamu tidur atau mati di dalam sana, hah?” teriak Arkan tidak sabaran.
Demi menikmati waktu berbelanjanya, Arkan secara khusus meminta manager toko untuk melarang pengunjung lain masuk ke tempat ini. Dengan kata lain, toko itu sedang melayani mereka berdua secara pribadi.
Casilda tidak tahu sama sekali, dan mengira suara titah Arkan yang arogan layaknya seorang tirani pasti didengar oleh orang-orang di luar sana.
“Suami sialan! Apa dia tidak bisa bersikap lembut sedikit? Urusan seksualnya pun selalu menggebu-gebu seperti sedang kesetanan saja! Dasar serigala liar!” umpat Casilda berbisik kesal, tergesa-gesa membuka pakaian yang dikenakannya sembari secara asal mengambil satu gaun di meja.
“Cepat sedikit! Masih ada satu tempat lagi yang harus kita datangi!”
“Tu-tunggu sebentar!”
Casilda menggertakkan gigi marah!
Tahu begini, seharusnya dia tidak menggodanya saja!
Suara ketukan di pintu terdengar semakin keras, membuat Casilda terkejut dan tidak sadar membuat restletingnya tersangkut.
Casilda panik dan bingung, tangannya sudah menarik-narik bagian punggung, tapi takut akan merusak gaunnya.
“Ba-bagaimana ini? Arkan pasti marah kalau sampai gaunnya rusak!”
“Casilda! Kamu ingin membuatku marah lagi?!”
Mendengar nada suaranya sudah tidak nyaman didengar, Casilda segera membuka pintu dan mengintip dari celahnya.
“A-ada sedikit masalah,” katanya gugup.
Wajah tampan Arkan dengan kacamata tipis di wajahnya, sekarang menyipit sangat jelas dan begitu tajam. Penampilan pria berkemeja putih lengan panjang itu, bisa dibilang terlalu keren dan tampan, membuatnya yang berniat tidak ingin menarik perhatian, malah berlaku sebaliknya.
Dia mirip seperti karyawan elit kantoran berwajah dingin, rambut pirang cokelatnya membuat dirinya memiliki kesan pria muda Korea Selatan yang tidak pernah telat mengikuti fashion terbaru.
Sejujurnya, Casilda merasa dirinya seperti kotoran bersanding dengan pria sekeren Arkan. Ketika memasuki mall saja, meski tidak banyak pengunjung dibandingkan di tempat lain, tetap saja penampilannya menarik banyak mata para wanita.
Dia yakin semua orang yang melihat mereka sebelumnya yang sedang berciuman panas, berpikir dirinya telah menyihir Arkan dengan sangat licik dan jahat.
Siapa yang akan percaya kalau pria sehebat itu akan jatuh cinta kepadanya yang gendut dan tidak punya kelebihan ini? Dia saja tidak percaya!
“Ada masalah apa? Kenapa wajahmu pucat begitu?” tanya Arkan semakin tidak sabaran, kening mengernyit dalam sangat tidak puas.
Dengan wajah malu-malu dan keringat gelisah, Casilda berkata pelan berbisik, “i-itu... pakaiannya tersangkut....”
Sang aktor memiringkan kepalanya, wajah tak senang, segera membuka pintu dan masuk ke dalam.
“Mana? Sini lihat!” titahnya galak, dan tiba-tiba begitu melihat punggung Casilda di depan matanya, ekspresi Arkan berubah aneh!
Casilda yang menunggu untuk membantunya, terbodoh sendirian dengan mata mengerjap polos.
“A-apakah gaunnya rusak?” tanyanya cemas, mencoba berbalik melihat Arkan yang sedang memegang bagian belakang gaunnya.
Arkan menelan saliva gugup, mata menggelap memancarkan gairahnya yang naik dengan cepat.
Kenapa Casilda suka sekali menggodanya seperti ini? Padahal dia tidak seseksi dulu. Tapi, gumpalan lemaknya yang menggemaskan itu....
Arkan cepat-cepat menggelengkan kepala, takutnya akan melakukannya di sini tanpa bisa menahan diri. Jalan-jalan indahnya bisa saja jadi berantakan gara-gara nafsunya yang tidak bisa dikendalikan! Sialan!
“Kamu bodoh! Kalau ingin memakai gaun, sebaiknya lihat-lihat dulu seperti apa! Di sini ada benang kecil yang tidak kelihatan! Kamu ingin merusaknya, ya? Kamu tahu berapa harga satu pasang pakaian di tempat ini?” gerutunya kesal, mencoba membantu Casilda dengan gaunnya, sekuat tenaga menahan keinginan untuk menyetubuhinya dengan pikiran liar yang sudah membanjiri otaknya tanpa henti.
Pria itu susah payah menahan desakan biologisnya, merasa dirinya sudah benar-benar mirip hewan buas yang selalu dikatakan oleh Casilda kepadanya.
Dia memangnya harus bagaimana?
Secara pribadi, Arkan bahkan tidak bisa mengerti tubuh dan hatinya sendiri jika sudah berhadapan langsung seperti sekarang!
“Oh?! Sudah bagus, ya?!” seru Casilda riang, merasakan gerakan mulus restletingnya naik dengan cepat.
Wajah Arkan memuram sangat gelap, membuat Casilda yang berbalik menatapnya kaget hingga punggung membentur dinding.
“Ke-kenapa? Apa ada yang salah? Tidak suka dengan gaun ini? Ka-kalau begitu aku buka saja. Coba yang lain!” ujarnya panik, meraih beberapa gaun secara asal, tidak peduli cantik atau tidak.
Casilda bingung menghadapi Arkan yang suka berubah-ubah tidak jelas. Bahkan seekor bunglon pun kalah darinya!
“Bagaimana kalau aku mencoba yang ini?” tanya Casilda gugup, menunjukkan sebuah gaun merah menantang dan sangat cantik, berharap bisa menyenangkan Arkan. Tidak peduli alasan apa pun dia sampai menyuruhnya mencoba semua pakaian di toko ini. Dia senang, maka sudah cukup!
Tidak peduli ucapan Casilda, wajah Arkan menggelap aneh, menggeram dengan mata berkilat misterius, langsung menekan kedua bahunya ke dinding dan memajukan wajahnya tidak sabaran.
Casilda tertegun kaget!
Dansa bibir yang panas dan liar mendarat indah di bibir kecilnya, membuatnya terbuai dan memejamkan mata tanpa sadar.
Satu tangan sang aktor segera meraih pinggang Casilda mesra, dan mengirimnya ke langit lapis tujuh tanpa bisa melawan sedikit pun.
Puas meredakan sedikit keinginannya dengan ciuman itu, Arkan segera keluar dari sana dan menunggu Casilda mencoba gaun lainnya.
Wajahnya agak kesal, sejujurnya masih ingin lebih.
“Arkan?” tegur sebuah suara lembut.
Arkan berbalik, seketika ekspresinya menggelap dingin menakutkan, sangat tidak enak dipandang.
“Lisa?”