Percobaan pembunuhan

1242 Words
"Orang-orang kita sudah berada di posisi mereka, Yang Mulia." Malvis, bayangan Ethaan berdiri di belakang tuannya. Ethaan menatap lurus ke danau. Ia telah memberi perintah pada orang-orangnya untuk membunuh Quella di tengah perjalanan menuju ke tempat yang ia pijak sekarang tapi ia masih tetap datang ke tempat ini. Bukan untuk bertemu dengan Quella tapi untuk membuat seolah ia tidak terlibat sedikitpun dengan kematian putri Perdana Menteri. Ia tidak peduli sama sekali dengan putri Perdana Menteri, ia tidak butuh orang yang akan membuatnya semakin kesulitan. Cepat atau lambat putri Perdana Menteri juga akan tewas jika sampai menikah dengannya. Terlalu banyak orang yang menginginkan kematiannya, dan sudah pasti jika putri Perdana Menteri akan tewas karena pembunuh bayaran orang-orang yang menginginkan kematiannya. Untuk apa ia menikah dengan orang yang pada akhirnya akan mati juga? Ethaan tak harus membuang waktunya untuk itu. Di tengah hutan Timur, tandu yang membawa Quella tiba-tiba berhenti. Beberapa orang dengan pakaian serba hitam menghadang tandu itu. Quella tak ingin mencari tahu apa yang terjadi di luar. Ia hanya duduk tenang di dalam tandu. Kali ini ia merasa bahwa ia adalah putri Perdana Menteri, ya meskipun tandu yang ia gunakan adalah tandu lama yang sudah enggan dipakai oleh adik-adiknya. "Apa yang kalian inginkan?" Azyla bertanya pada orang-orang yang menghadang jalan tandu nona mudanya. Orang-orang itu tak menjawab, mereka segera menyerang dan tujuan utama mereka adalah Quella. "Lindungi Nona Muda!" Azyla bersuara tinggi. Dua orang muncul dari sisi kiri dan kanan jalanan hutan itu. Mereka adalah tangan kanan dan kiri Azyla. Suara dentingan pedang terdengar nyaring di telinga Quella, namun ia tetap duduk tenang. Tak merasa takut sedikitpun. Ia sudah berkali-kali hampir mati, jadi tak mungkin baginya untuk takut pada serangan kali ini. Crattt,, pedang di tangan Azyla menembus perut lawannya. Dengan cepat ia menarik pedang itu lalu mengarahkannya ke orang yang hendak membuka tirai tandu. Dentingan pedang itu semakin terdengar nyaring di telinga Quella. Pada saat inipun ia masih tidak bergerak dari posisinya. Ketika suasana menjadi senyap Quella baru keluar dari tandunya. Ia mendongakan wajahnya yang tertutup cadar. Mengibaskan roknya lalu melangkah mendekati Azyla. "Kau terlalu kejam pada mereka, Azyla." Quella melihat ke beberapa mayat yang bergelimpangan. Ada 9 mayat yang terlihat oleh matanya, 4 pengangkat tandu dan 5 pembunuh yang ingin membunuhnya. Azyla tak membiarkan satu orangpun lolos. "Sepertinya kita harus berjalan menuju ke sungai." Quella tidak mungkin naik tandu lagi, orang-orang yang mengangkatnya sudah tewas. "Ayo!" Quella melangkah pergi. "Nona, siapa yang Anda pikirkan mengirimkan orang-orang ini untuk membunuh Anda?" "Hanya sedikit orang yang tahu aku akan pergi ke sungai. Orang-orang di kediaman kita dan Pangeran Kedua." Quella tak memikirkan orang lain. "Dari luka yang kau terima, orang-orang ini adalah orang-orang yang terlatih khusus. Aku tahu kau memiliki tingkat beladiri yang tinggi. Ah, sudahlah, tak penting siapa yang mau membunuhku. Kita tidak boleh membuat Pangeran Kedua menunggu lama." Azyla diam. Ia tidak memperpanjang lagi. Mereka pergi ke sungai dengan berjalan kaki. Malvis, terkejut melihat Quella dan Azyla yang melangkah menuju ke arah Ethaan. Dari mata itu, Quella menyadari bahwa yang mencoba membunuhnya bukan orang di kediamannya tapi calon suaminya sendiri. Azyla berhenti melangkah, sementara Quella melangkah mendekati Ethaan. "Nona Quella memberi salam pada Pangeran Kedua." Quella memberi hormat pada Ethaan. Ethaan tak berpikir jika Quella bisa melewati orang-orangnya. Sudah pasti Quella memiliki orang-orang yang menjaganya dengan baik. Ethaan memiringkan tubuhnya, mata elangnya menatap Quella. Dan ia tidak melihat kotor sedikitpun di pakaian Quella. Sudah jelas bukan Quella yang mengalahkan orang-orangnya. "Pernikahan akan diadakan 1 minggu lagi. Aku tidak membutuhkan seseorang yang akan menghambat langkahku. Jika kau ingin hidup maka selaraskan langkahmu dengan langkahku!" Quella tersenyum di balik cadarnya, namun Ethaan jelas bisa memastikan dari mata melengkung Quella bahwa saat ini wanita itu tengah tersenyum. "Hamba akan melakukan sebaik dan semampu Hamba, Pangeran." Ethaan memiringkan tubuhnya, melangkah lalu meninggalkan Quella tanpa mengatakan apapun. Azyla mendekat ke Quella, ia melihat ke belakang dengan matanya yang menatap tak suka. Bagaimana bisa Nona mudanya diperlakukan seperti ini? Perjalanan menuju tempat itu cukup jauh, 3 kilometer dari kediaman Perdana Menteri, dan percakapan hanya berakhir kurang dari 100 hitungan. "Satu kali percobaan dan dia memutuskan untuk menerima pernikahan denganku." Quella pikir ia akan mendapatkan beberapa kali percobaan pembunuhan lagi tapi ternyata Ethaan berhenti. Tidak, Quella tidak berpikir bahwa Ethaan benar-benar menerimanya. Ia merasa ada yang dipikirkan oleh pria itu. Di jalan menuju tempat mengikat kuda, Malvis berlutut di depan Ethaan. "Maafkan Hamba, Yang Mulia. Hamba telah gagal menjalankan perintah Yang Mulia. Hamba pantas mati." Malvis tertunduk menyesali kegagalan yang orang-orangnya perbuat. Ethaan diam sejenak, menghirup udara lalu melangkah melewati Malvis, "Dia pasti akan mati. Orang-orang yang ingin membunuhku pasti akan memburunya juga." Dan pada saat itu tiba, Ethaan tak akan menyelamatkan Quella. Ethaan melepaskan tali pengikat kudanya, naik ke kuda lalu segera pergi meninggalkan tempat itu. && "Di mana tandu dan orang-orang yang membawamu, Quella?" Nyonya Aster bertanya pada Quella yang baru memasuki gerbang kediaman Perdana Menteri. "Mereka tewas." jawab Quella sekenanya. "Kau bertemu dengan Yang Mulia Pangeran?" Suara Perdana Menteri terdengar. Quella membalik tubuhnya, memberi hormat pada sang Ayah yang selalu terlihat bijaksana dan berwibawa. "Kami bertemu, Ayah. Dialah orang yang menyelamatkan putrimu ini ketika perampok menyerang kami." Quella tak mungkin mengatakan bahwa ada yang mencoba untuk membunuhnya. Ia tidak ingin orang-orang tahu bahwa ia memiliki orang-orang rahasia. Tentang Ethaan yang menolongnya, itu adalah alasan yang paling masuk akal. Lagipula ayahnya tak akan mungkin bertanya pada Ethaan untuk memastikan kebenaran ceritanya. Nyonya Aster mendengus, kenapa Quella harus selamat? harusnya wanita itu mati saja ditangan para perampok. "Aku lelah, Ayah. Aku kembali ke paviliunku." Quella memberi hormat pada ayahnya lalu pergi. "Suamiku, Quella benar-benar keterlaluan. Dia melewatiku tanpa memberi hormat padaku." Nyonya Aster mulai memprovokasi lagi. Perdana Menteri melihat ke Nyonya Aster, "Kau harusnya bisa mendisiplinkannya, Aster. Kau adalah Nyonya di rumah ini. Aku tidak harus mengurusi anak-anak setelah mengurusi pemerintahan di kerajaan." Perdana Menteri melewati Nyonya Aster. Selama ini Perdana Menteri memang tak banyak mengurusi anak-anaknya, ia terlalu sibuk dengan urusan kerajaan dan tak ingin dipusingkan lagi dengan urusan rumah tangga. Nyonya Aster mendengus, ia selalu tak berhasil untuk membuat Quella dihukum secara langsung oleh Perdana Menteri. "Suamiku, aku sudah menyiapkan teh hijau yang kau sukai." Nyonya Aster segera mengikuti langkah suaminya. Ia harus lebih memperhatikan suaminya agar ia tak kehilangan kasih sayang sang suami. Di kediaman ini ia memiliki 2 pesaing yang menginginkan tempatnya. Ia harus mempertahankan posisinya dengan baik. "Aku akan beristirahat, jangan menggangguku!" Nyonya Aster berhenti melangkah, ia tidak akan bisa membujuk suaminya. Jika suaminya ingin sendiri maka ia akan sendiri. && Kediaman Ethaan kembali diserang oleh beberapa orang yang menggunakan pakaian serba hitam. Ini adalah kiriman yang jelas tujuannya untuk membinasakan keberadaannya. Ethaan mengangkat pedangnya, orang-orang yang dikirim ke kediamannya bukanlah orang-orang sembarangan. Jelas prajurit yang berjaga di kediamannya bukan lawan orang-orang itu. Kediaman Ethaan kembali menjadi lautan darah. Mayat bergelimpangan, darah lawan membasahi tubuhnya. Tak sedikitpun rasa terlihat di mata Ethaan, yang dia tahu hanya membunuh dan membunuh. "Bereskan mayat-mayat mereka!" Ethaan membalik tubuhnya, melangkah dengan wajah yang dinodai oleh darah lawannya. Setiap orang-orang yang dikirim ke kediaman Ethaan, tak akan ada yang bisa kembali dengan selamat. Ethaan tak peduli siapa yang mencoba membunuhnya, ia hanya akan membasmi orang-orang yang datang dengan berani ke kediamannya. Ethaan masuk ke kediamannya, melepaskan pedangnya lalu melangkah ke kolam pemandian. Masuk ke sana dengan pakaian penuh darah, mencemari air jernih yang kini berubah menjadi merah. Mata Ethaan tertutup, hidungnya menghirup udara yang bersatu dengan bau anyir darah. Bau yang begitu akrab dengan seorang Ethaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD