Pram turun dari atas tempat tidur, ia menuju lemari, tujuannya ingin mengambil selimut untuk dirinya sendiri, karena ia tidak mau satu selimut dengan Hanum. Hanum menatapnya dengan bergumam di dalam hati.
'Orang tua tidak punya malu. Berjalan telanjang kesana kemari, hiiiyyy ... seperti manusia jaman purba saja, apa tidak sadar Tuan Pram itu kalau di badannya banyak bulunya, hiiiyyyyy ....'
Tanpa sadar tubuh Hanum bergidik jadinya. Pram kembali berbaring di atas ranjang, ia menyelimuti tubuhnya sendiri, punggungnya menghadap ke arah Hanum.
"Ingat ya, jangan mendengkur, jangan ileran, dan jangan ngompol!" Pram masih sempat mengacungkan telunjuknya mengancam Hanum.
"Iya," jawab Hanum seraya menganggukan kepala. Tapi pada kenyataannya, Hanum tidak bisa memicingkan matanya barang sekejap, karena Pram tidur dengan mendengkur.
'Mengancam orang jangan mendengkur, dirinya sendiri mendengkur, eeh tapi Tuan Pram mungkin tidak tahu kalau dia tidur mendengkur. Diakan tidur jadi mana mendengar suara dengkurannya sendiri.'
Hanum berusaha menutup kupingnya dengan bantal, agar dengkuran Pram tidak terdengar terlalu jelas baginya. Perlahan Hanum mulai terbawa ke alam mimpi, karena rasa lelah yang mendera tubuhnya, setelah perjalanan panjang dari kampungnya ke Jakarta.
♥♥♥
Hanum terbangun, karena merasa ada yang menggigit ujung dadanya. Bola mata Hanum hampir melompat ke luar, saat melihat sebuah kepala berada tepat di atas dadanya.
"Awww ! Pergi, pergi ... awww! Di Jakarta ternyata ada hantu pengisap d**a!" Hanum memukulkan kedua telapak tangannya dengan membabi buta. Ia memejamkan matanya karena takut melihat rupa hantu yang tengah menghisap dadanya. Kedua tangannya ditangkap oleh sepasang lengan kokoh.
"Ini aku! Bukan hantu!!"
Sontak Hanum membuka matanya saat mendengar suara Pram yang bicara.
Hanum terlonjak bangun, ditarik selimut untuk menutupi dadanya yang terbuka.
"Ya Tuhan, Tuan haus, ingin minum? d**a saya tidak ada airnya Tuan, Tuan bisa minta saya untuk mem ...."
"Diaaaam!! Kau benar-benar menguji kesabaranku, Hanum! Sepertinya kau perlu diberi pencerahan bagaimana cara pria, dan wanita berhubungan agar bisa mendapatkan keturunan!" Seru Pram gusar.
"Tuan tidak takut urat leher Tuan putus, karena selalu bicara keras?" Tanya Hanum yang meski nyalinya menciut, tapi tidak bisa menahan mulutnya agar tidak bertanya.
"Kau yang membuatku harus bicara keras padamu. Sekarang diamlah di sini, aku akan memperlihatkan padamu bagaimana caranya agar orang bisa memiliki keturunan!"
"Saya tahu soal itu Tuan, s****a dari pria harus membuahi ...."
"Bukan itu, Hanuuuum!!" Gigi Pram bergemurutuk saking menahan rasa kesalnya pada Hanum.
"Tapi begitu menurut pelajaran reproduksi yang per ...."
"Cukup ... cukup! Kita tidak sedang membicarakan masalah reproduksi sekarang. Tapi proses agar reproduksi bisa terjadi, kamu paham?" Pram menurunkan volume suaranya sedikit.
"Saya tidak paham, Tuan. Yang saya tahu ...."
"Cukup Hanum, diam di sini. Tunggu aku!" Pram turun dari ranjang, ia menuju meja kerjanya di sudut kamar, diambil laptop dari sana.
'Masa belajar membuat keturunan pakai laptop segala? Hhhh, disangkanya aku bodoh apa, meski orang dusun akukan tamat SMP.'
"Sini, lihat ini!" Pram duduk di atas ranjang, ditariknya selimut untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Laptop terbuka di depannya, sementara Hanum menjepit tepi selimut dikedua belah ketiaknya.
Hanum menggeser duduknya untuk mendekat agar bisa melihat apa yang ada di layar laptop. Mata Hanum melebar besar, mulutnya ternganga, tiba-tiba saja ia merasa perutnya bergolak hebat.
"Hoeekk!!" Hanum menyingkap selimutnya, lalu turun dari ranjang sambil menahan muntah yang ingin segera ke luar dari mulutnya. Ia lari ke dalam kamar mandi, sesaat ia bingung ingin menumpahkan muntahnya di mana. Akhirnya ia membuka tutup closet, dan membuang seluruh isi perutnya di sana. Tubuh Hanum berulang kali bergidik, ia merasa jijik melihat apa yang ditunjukan Pram kepadanya.
'Pria tua otaknya porno! Aku masih belum cukup umur melihat film begituan. Itukan pasti untuk 21 tahun ke atas, Hiiiyyyy ... apa Tuan Pram ingin aku begitukan?'
Membayangkan Pram ingin ia mengikuti seperti yang dilihatnya di film tadi, membuat Hanum kembali memuntahkan isi perutnya yang sebenarnya sudah habis. Hanya tertinggal ludahnya saja yang bisa ia muntahkan.
Pram berdiri di ambang pintu kamar mandi dengan juniornya yang mengacung mengarah pada Hanum. Hanum melangkah mundur sambil menggoyangkan telapak tangannya.
"Jangan meminta saya melakukan seperti di film itu, Tuan, saya tidak mau, hooeekkk!" Perut Hanum kembali bergolak.
"Siapa yang memintamu melakukannya, Hanum!?" Tanya Pram sambil menatap Hanum dengan perasaan antara geli, dan kesal.
Hanum menatap Pram tidak mengerti.
"Jadi Tuan tidak ingin saya melakukan seperti di film tadi?"
"Aku tidak akan memintamu melakukan yang itu, cepatlah gosok gigimu, aku tidak ingin saat menciummu, mulutmu bau muntah!"
"Tuan ingin mencium saya lagi? Tidak takut ...."
"Hanum! Aku tidak ingin malam ini terbuang dengan sia-sia. Sudah aku katakan, semakin cepat kau hamil, semakin cepat kontrak kita berakhir, semakin cepat kau bebas dariku, paham!"
"Iya, Tuan."
"Jangan memanggilku Tuan!"
"Iya, Juragan."
"Jangan memanggilku juragan!"
"Iya, Den"
"Errrr, jangan memanggil yang membuatku merasa sedang bercinta dengan pembantu, Hanuuuummm!" Geram Pram.
"Jadi saya harus memanggil apa, Bapak? Nanti Tuan merasa sedang bercinta dengan anak sendiri," jawab Hanum dengan polosnya, membuat Pram benar-benar kesal luar biasa.
"Apa saya harus memanggil Kang, Bang, atau Mas? Di dusun saya, para su ...."
"Cukup Hanum! Gosok gigimu sekarang juga, soal panggilan nanti kita bicarakan lagi, cepatlah!" Pram beranjak meninggalkan Hanum yang masih berada di dalam kamar mandi. Hanum menggaruk kepalanya, berusaha memikirkan panggilan apa yang tepat untuk Pram.
Saat Hanum kembali ke dalam kamar, ia naik ke atas tempat tidur, dan menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Ada rasa lucu dan malu melihat keadaannya sendiri. Seumur hidupnya baru kali ini berkeliaran tanpa memakai apapun di tubuhnya.
"Mendekatlah, agar kau bisa melihat dengan jelas, jadi kau tidak lagi mengira aku hantu yang sedang menyusu!" Pram menepuk tempat di sebelahnya. Hanum beringsut mendekat. Tayangan di layar membuat wajah Hanum merona, sepasang pria, dan wanita tengah berciuman dengan bibir mereka. Tanpa sadar Hanum meraba bibir, dan menjulurkan lidahnya, Pram mengamati reaksi Hanum saat melihat tayangan film dari dvd yang diputarnya, tiba-tiba saja Pram ingin tertawa sekerasnya.
**********