Chapter 6 - Care For Me
Perduli pada seseorang apa butuh alasan? Jika hati yang ingin memperdulikannya, apa juga butuh alasan? Nicho masih kepikiran kejadian semalam. Mungkin hal itu akan membuat Nadira salah paham. Pasti sekarang Nadira sedang senyam-senyum, karena dia mengira Nicho jatuh cinta padanya.
"Kacau gue! Kenapa juga gue harus seperduli itu sama Nadira? Jadi salah paham kan! Padahal niat gue cuma pengen nolongin dia. Itu aja, karena salah gue juga enggak ngasih tahu Nadira, kalau menggerakkan berkasnya harus selesai besok. Jadinya dia harus lembur. Dan ketakutan mendengar telepon dari momy. Duh, bego banget sih gue!" Maki Nicho pada dirinya sendiri.
Tok. Tok. Tok. Pintu ruangan Nicho di ketuk. Pasti Nadira yang mengetuknya.
"Masuk!" Perintah Nicho. Nicho harus tenang, jangan sampai membuat Nadira baper lagi padanya.
Nadira masuk ke ruangan Nicho. "Maaf pak, saya tadi di suruh ke ruangan bapak sama manager Park Wo Bin. Ada apa yah pak? Apa ada pekerjaan yang harus saya kerjakan lagi?" Nadira harus tetep profesional. Ia tidak boleh terlarut dalam kejadian semalam. Siapa tahu niat Nicho hanya benar ingin menolong Nadira.
"Gimana kaki kamu? Sudah lebih? Apa perlu ke dokter?" Rempet Nicho.
Bodoh! Kenapa kesannya gue khawatir sama dia. Nadira bakalan tambah baper aja. Bego banget sih Lo Nicho! Rutuk Nicho dalam hati.
Nadira mendelik sebal. Rasanya risih di perhatikan oleh Nicho. Mungkin bagi sebagian orang, dia akan senang di perhatikan oleh CEOnya. Namun, tidak bagi Nadira. Yang Nadira suka bukan Nicho, tapi manager Park Wo Bin.
"Saya sudah baik-baik saja, kok pak. Apa bapak perlu bantuan saya untuk menyelesaikan pekerjaan bapak?" Nadira berusaha mengalihkan perhatian Nicho. Nadira benar-benar malas membicarakan soal semalam.
"Kamu enggak lihat tumpukan berkas di meja saya. Coba semuanya kamu cek! Bicarakan agenda minggu ini dengan manager Park Wo Bin. Setelah itu minta acc saya untuk poryek bersama pak Oh Jin So!" Perintah Nicho dengan nada tegas.
Loh! Kok bisa yah, orang yang tadinya setengah mati khawatir pada Nadira. Berubah seratus delapan puluh derajat seperti tadi. Dari baik jadi galak. Nicho memang aneh.
"Baik, pak," hanya itu yang Nadira bisa ucapkan.
"Selesaikan secepatnya!" Perintahnya lagi.
"Iya, pak. Kalau begitu saya ambil berkasnya. Saya pamit ke ruangan saya. Buat memeriksa semua berkasnya," ucap Nadira dongkol. Nicho hanya mengangguk tanpa berkata. Kemudian Nadira mengambil tumpukan berkas di meja Nicho, lalu ia pergi dari ruangan Nicho.
"CEO gila! Bentar baik, bentar kejam! Mau dia apa sih!" Omel Nadira saat sampai di ruangannya. Baru kali ini Nadira bertemu dengan orang yang mempunyai dua kepribadian. Nadira jadi geli sendiri, pantas saja tidak ada yang mau dengan Nicho. Sifatnya saja selalu berubah-ubah. Mana ada yang tahan, jika terus di samping dia. Lagian CEO muda seperti Nicho kenapa harus menikah muda?
Nadira tahu soal sayembara pecarian jodoh untuk Nicho. Dan sayembara itu gagal. Karena tidak ada satu perempuan pun yang cocok dengan Nicho. Karena Nicho menginginkan perempuan yang sempurna. Paling tidak yang mirip seperti Kim Hana, momynya.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Nicho kenapa elo kacau banget hari ini! Nadira pasti mikir gue punya kepribadian ganda. Astaga! Lagian kenapa gue juga terlalu perduli sama dia! Ayo lah Nicho, elo harus tetep fokus sama kerjaan lo!" Rutuk Nicho sambil memukul-mukul kepalanya. Sikapnya hari ini pada Nadira. Membuat Nicho malu sendiri.
Ingin terlihat dingin, tapi gengsi untuk memperlihatkan sikap perdulinya. Nicho memang terlihat cuek dan biasa saja. Namun, diam-diam Nicho sering memberhatikan suatu hal. Bahkan hal yang terkecil tentang karyawannya. Baik itu hal yang buruk maupun yang terbaik.
Saat Nicho masuk ke Multi Fashion Grup. Di hari pertamanya berkerja, Nicho memanggil beberapa staf ke ruangannya. Nicho kembali meriview dan menginterview stafnya. Di hari kedua, Nicho malah memecat hampir sepuluh stafnya. Bukan karena tanpa alasan tentunya. Setelah Nicho selidiki, ternyata sepuluh karyawan ini menggelapkan uang perusahaan. Nicho bisa dengan cermat mengetahui kebusukan mereka. Tanpa basa basi, Nicho memecat mereka. Dengan catatan mereka harus mengembalikan uang perusahaan yang telah terpakai. Kalau tidak, mereka akan berurusan dengan polisi. Atas laporan penggelapan uang perusahaan. Mereka memohon pada Nicho agar tidak di pecat. Kalau mereka di pecat, dari mana mereka harus mengembalikan perusahaan?
Namun, Nicho tidak menerima permohonan itu. Karena Nicho tahu, semua itu hanya dijadikan alibi oleh mereka. Untuk kembali korupsi uang perusahaan. Nicho tidak mau ada duri dalam daging di perusahaannya. Penyakit dari perusahaan harus segera di singkirkan sebelum merusak dan merambat seperti sel kanker. Sejak itu, Nicho di nilai kejam oleh karyawan lainnya. Tidakan tegasnya di salah artikan. Padahal semua itu Nicho lakukan untuk menstabilkan kembali perusahaan yang sempat nurun.
Nicho juga memutasikan Billy, sepupunya ke kantor cabang. Karena ketahuan sering tidak masuk kerja. Dan loyalitasnya pada perusahaan sangat kurang. Bisa di bilang Billy itu sangat malas. Dan Nicho tidak suka dengan orang yang pemalas. Jadi Nicho sengaja memindahkan Billy ke perusahaan cabang. Untuk mengembangkan cabang tersebut. Nicho ingin tahu hasil kerjanya. Dia itu penjilat, selalu mencoba mendekati Alfred demi mendapatkan jabatan CEO di Multi Fashion Grup. Nicho tahu, dadynya tidak akan semudah itu menyerahkan jabatan sepenting itu pada orang lain. Tentunya Alfred akan lebih percaya pada Nicho yang ia didik selama ini. Dibandingkan Billy anak adiknya. Meski Billy lulusan luar negeri. Namun, tetap saja. Alfred tetap percaya kalau anaknya lebih berpotensi tinggi, untuk memajukan perusahaan.
Dari dulu Billy memang selalu iri dengan semua yang dimiliki Nicho. Dia selalu berusaha merebut apa yang Nicho punya. Termasuk perusahaan Multi Fashion Grup. Harusnya yang menjadi direktur utama Multi Fashion Grup adalah ayahnya bukan Alfred. Dan Billylah CEOnya. Itu yang Billy inginkan. Harta dan jabatan memang selalu menggiurkan, tapi haruskan semua itu menghancurkan sebuah keluarga? Bahkan demi semua itu, ada yang sampai melakukan segala hal untuk mendapatnya. Sekalipun itu harus menghilangkan nyawa seseorang. Semoga saja Billy tidak termasuk orang yang seperti itu. Karena obsesi yang sangat tinggi. Justru akan menghancurkan kita. Karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik juga.
Nicho kembali fokus pada pekerjaannya. Gara-gara Nadira, pikiran Nicho jadi kemana-mana. Nicho jadi sulit berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Nicho berjanji pada dirinya sendiri, agar berhenti memperdulikan Nadira. Ia akan bersikap profesional. Memperlakukan Nadira sama seperti karyawan lainnya. Nicho tidak mau ada yang baper lagi padanya.
Nicho membuka laptopnya. Ada sebuah email yang menganggu matanya. Namun, Nicho sengaja tidak membacanya. Email itu dari Mevita Aurora. Ada apa sebetulnya antara Nicho dan Mevita Aurora?
********
Seja telah tiba. Semua karyawan Multi Fashion Grup bersiap-siap untuk pulang. Hari ini tidak ada yang lembur. Karena kebetulan pekerjaan tidak terlalu banyak. Namun, besok terpaksa harus masuk. Karena ada acara Jakarta fashion week. Mereka semua harus bekerja keras. Agar busana yang mereka pamerkan menang dalam acara tersebut.
Sesuai dengan janji, Nadira akan bertemu manager Park Wo Bin sepulang kerja. Sebetulnya deg degan juga ini pertama kalinya Nadira mengajak manager Park Wo Bin untuk berbicara serius. Biasanya mereka bertemu di kantor. Tidak pernah lama, hanya membahas soal pekerjaan di kantor saja.
Namsan Restoran.
Nadira sengaja memilih restoran Korea. Biar berasa Koreanya karena dia akan makan bersama orang Korea. Namsan Restoran ini adalah restoran makanan Korea yang mempunyai latar seperti Korea. Dekorasinya sengaja dibuat seperti restoran di Korea. Belum lagi pelayannya yang jago-jago pakai bahasa Korea. Tidak heran banyak sekali turis Korea yang mampir ke sini untuk makan. Tidak hanya itu, harga makanan di sini tidak bikin kantong jebol. Meskipun harganya murah, tapi rasa bisa di adu. Sangat enak! Harga kaki lima, rasa bintang lima! Wih mantap.
"안녕하세요 남산 레스토랑에 오신 것을 환영합니다. Annyeonghaseyo, namsan leseutolang-e osin geos-eul hwan-yeonghabnida. (Hallo,selamat datang di restoran Namsan)." Sambut sang pelayan. "Reservasi atas nama siapa?" Tanya sang pelayan.
"Park Wo Bin, apa sudah ada di sini orangnya?" tanya Nadira. Tadi manager Park Wo Bin meminta lokasi tempat mereka untuk bertemu. Katanya langsung bertemu saja di restoran. Nadira sengaja memesan tempat atas nama manager Park Wo Bin. Agar nantinya manager Park Wo Bin tidak kebingungan.
"Belum ada yang datang, mbak. Baru mbak saja, silahkan ikut saya!" Ucap si pelayan. Kemana manager Park Wo Bin? Jangan-jangan dia tidak akan datang. Seharusnya sih sudah sampai ke sini. Karena restorannya juga sangat dekat dengan kantor.
"Silahkan, ini menu makanannya. Kalau sudah mau memesan. Silahkan panggil kami," ucap si pelayan kemudian berlalu.
Nadira duduk di tempat yang sudah ia pesan. Nadira tidak mau memesan makanan dulu sebelum manager Park Wo Bin datang.
"Kemana sih dia? Coba gue telepon!" Nadira mencoba menelepon manager Park Wo Bin. Namun, ternyata malah operator yang menjawab. Memberi tahu, bahwa ponselnya tidak aktif.
Nadira sedikit gelisah. Karena waktu sudah berjalan tiga puluh menit. Manager Park Wo Bin tidak kunjung datang. Padahal dia orangnya on time.
"Mian He, Nadira saya terlambat. Ada sedikit insiden soalnya," akhirnya manager Park Wo Bin datang juga. Nadira kira dia tidak akan datang.
Nadira melihat tangan manager Park Wo Bin terluka. Kakinya juga sepertinya terluka. Apa manager Park Wo Bin tadi mengalami kecelakaan?
"Tidak apa-apa pak? Bapak kenapa? Sepertinya bapak terluka? Boleh saya lihat?" Tawar Nadira. Setelah mendapatkan izin. Nadira melihat lukanya manager Park Wo Bin. Ternyata benar kaki manager Park Wo Bin juga berdarah.
"Bapak kenapa? Kok tangan sama kaki bapak berdarah? Kenapa enggak ke klinik atau ke rumah sakit untuk di obati dulu? Kenapa langsung ke sini?" Tanya Nadira khawatir.
"Saya tidak enak sama kamu. Tadi saat saya mau pergi ke sini. Mobil saya mogok. Pas mau pesan taksi online. Saya malah kena serempet motor. Tadi saya lumayan terseret. Makannya sampai berdarah seperti ini," ucap manager Park Wo Bin menjelaskan kronologinya.
"Ya ampun, ya udah yuk! Kita ke rumah sakit saja!" Ajak Nadira. Mana mungkin Nadira tega melihat manager Park Wo Bin terluka seperti ini. Mana dia sudah bela-belain ke restoran dulu. Padahal sedang terluka.
"Saya tidak, apa-apa Nadira. Saya baik-baik saja. Nanti juga lukanya sembuh sendiri," tolak manager Park Wo Bin secara halus.
"Enggak pak, lukanya harus segera di obati. Saya khawatir ada luka dalam yang serius," Nadira terus membujuk manager Park Wo Bin.
"Lalu makan malamnya?"
"Nanti saja, yang penting kita ke rumah sakit dulu!" Desak Nadira.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke rumah sakit terdekat. Sekarang manager Park Wo Bin sedang di periksa dokter. Nadira harap-harap cemas menunggu kabar dari dokter di depan UGD. Tadi juga Nadira meminta manager Park Wo Bin untuk CT Scan. Untuk memastikan bahwa tidak ada luka dalam. Soalnya tadi juga jalan manager Park Wo Bin terpincang-pincang, pasti sangat sakit.
Tidak lama Nadira di persilahkan masuk ke dalam UGD. Di sana sudah ada manager Park Wo Bin yang sedang terbaring lemah. Dokter mulai menjelaskan kondisi manager Park Wo Bin.
"Lukanya tidak begitu parah. Dari hasil CT Scan. Tulang kakinya sedikit retak dan bergeser, tapi tidak perlu khawatir. Semua itu bisa sembuh, saya sudah pasangkan gips di kaki bapak. Saya juga akan meresepkan beberapa antinyeri agar bisa rawat jalan. Bapak bisa pulang setelah infusannya habis yah," jelas dokter.
"Terimakasih dokter," ucap manager Park Wo Bin.
"Baiklah kalau sepeti itu. Kalau infusannya sudah habis. Minta perawat untuk mencabutnya. Lalu bapak boleh pulang," ulang dokter.
"Baik, dok." Setelah itu dokter pamit pergi dari UGD.
"Tuh kan, untuk ke rumah sakit. Kalau tidak, kita enggak tahu ada luka dalam, pasti sakit banget ya? Harusnya bapak enggak maksain ke restoran. Harusnya bapak langsung pergi ke rumah sakit," omel Nadira khawatir.
Manager Park Wo Bin tersenyum mendengar omelan Nadira. "Saya tidak apa-apa. Terimakasih sudah memperdulikan saya. Saya tadinya mau ke rumah sakit, tapi enggak mungkin dong saya batalin janji sama kamu."
Ya ampun ternyata manager Park Wo Bin lebih mementingkan bertemu dengan Nadira ketimbang ke rumah sakit. Nadira jadi terharu.
"Maaf ya, gara-gara saya. Makan malamnya jadi kacau," sesal manager Park Wo Bin.
"Tidak apa-apa pak. Keselamatan yang utama. Makan malam next time kita bisa atur ulang lagi," ucap Nadira meskipun rada kecewa karena enggak jadi dinner dengan manager Park Wo Bin.
"Lalu Nadira, katanya ada yang mau kamu bicarakan sama saya. Apa itu?" Tanya manager Park Wo Bin.
Nadira terkejut. Ternyata manager Park Wo Bin ingat hal itu, tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk membacakan hal ini.
"Nanti saja pak," ujar Nadira. Dia tidak mau membebani pikiran manager Park Wo Bin dulu dengan pertanyaannya yang sedikit aneh tentang CEO Nicho.
"Loh kenapa tidak jadi? Tapi ya sudahlah terserah kamu saja." Untungnya manager Park Wo Bin tidak memaksa Nadira untuk berbicara.
Nadira membiarkan manager Park Wo Bin untuk beristirahat. Pertanyaan yang mengganjal selama ini di hatinya. Mungkin lain kali ia akan tanyakan kepada manager Park Wo Bin, setelah kondisinya membaik. Untuk saat ini Nadira harus sabar dulu. Yang penting harus jaga jarak dari Nicho yang aneh itu.
Nadira melihat wajah manager Park Wo Bin di depannya. Dia sedang tertidur lelap. Sepertinya karena pengaruh obat yang diberikan dokter. Meskipun tadi dia mengalami kecelakaan, tapi tidak mengurangi kadar kegantengannya. Nadira tetap menyukai manager Park Wo Bin. Ternyata manager Park Wo Bin orang yang tidak pernah ingkar janji. Terbukti dengan dia datang ke restoran Namsan dengan kondisi terluka. Kalau orang lain. Mungkin sudah ingkar janji. mereka lebih memilih mengobati lukanya dulu. Nadira jadi terharu. Pikirannya sudah mulai meliar kemana-mana.
Nadira senyam senyum sendiri. Dalam pikirannya. Manager Park Wo Bin pasti diam diam suka padanya. Wah alangkah bahagianya kalau benar itu terjadi. Nadira akan sabar menunggu sampai. manager Park Wo Bin siap untuk menyatakan perasaannya padanya. Bahkan Nadira rela. Kalau nanti mereka menikah. Manager Park Wo Bin mengajaknya tinggal di Korea. Nadira mau kok. Apa sih yang tidak buat manager Park Wo Bin? pikiran Nadira terlalu ketinggian, tapi ya sudahlah yang penting hari ini Nadira senang.