SAMA-SAMA GILA

1740 Words
Sesuai dengan pesan Aera, Lira berusaha memasak sesuatu untuk menu sarapan Hyunjin. Setidaknya dia bisa memasak beberapa masakan Korea yang mudah, dan berharap rasanya sesuai dengan lidah bosnya. Karena masakan Korea buatan Lira sudah pasti terkontaminasi dengan selera lidahnya. Jadi rasanya kemungkinan besar sudah tidak original. Sekedar info, Lira tidak terlalu suka makanan khas Korea. Satu-satunya yang dia suka hanya ramyeon dengan campuran kimchi. "Selamat pagi, Hyunjin. Aku belum bisa memasak masakan Korea yang rumit. Jadi pagi ini aku hanya menyiapkan japchae dan bibimbap sebagai menu sarapan. Maaf kalau kamu merasa ini sangat sederhana. Aku akan berusaha lebih keras lagi untuk belajar masak dengan pak Lee." Lira menyambut kehadiran Hyunjin dengan ramah. Dia memang baru bisa memasak menu dua itu yang biasa digunakan oleh Hyunjin sarapan. Lira berharap, masakannya disukai oleh bos barunya itu. "Selamat pagi, Lir. Terima kasih sudah memasak untukku. Apapun menunya tidak masalah. Aku memaklumi karena kamu memang bukan orang Korea. Sekali-kali masak masakan Indonesia juga tidak masalah. Aku suka nasi goreng," Hyunjin menjawab santai sambil menarik kursi yang ada di bawah meja makan, kemudian duduk di sana. Lelaki itu lantas mengambil gelas, mengisi dengan air putih. Dia meneguk isinya hingga habis tak bersisa. Penampilan Hyunjin pagi itu sangat sederhana. Dia memakai kaos oblong putih yang kebesaran, dengan celana pendek sebagai bawahan. Rambutnya juga sedikit acak-acakan khas bangun tidur. Setidaknya wajah yang sudah dicuci membuatnya lebih segar. "Serius? Baiklah, besok aku bikin nasi goreng buat kamu. Masakan pagi ini aku baru pertama membuatnya, semoga cocok dengan seleramu. Hyunjin, aku rasa kurang sopan kalau aku memanggilmu dengan sebutan nama saja. Tolong beritahu aku, panggilan apa yang pas aku gunakan untuk memanggilmu," ucap Lira serius. Sepanjang memasak tadi, Lira memang sempat memikirkan tentang itu. Dia tidak bisa hanya memanggil Hyunjin dengan nama saja. Walaupun wajah mereka seperti seumuran, tetap saja itu tidak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa Hyunjin berusia delapan tahun lebih tua darinya. "Aku tidak masalah dipanggil apapun. Terserah kamu saja. Jangan terbebani hanya karena hal sepele seperti itu. Ngomong-ngomong, ini masakan kamu enak, Lira. Lain kali masakan aku menu ini lagi, ya." Terlalu menikmati makanan buatan Lira, Hyunjin tampak sangat lahap menyantapnya. Tanpa sadar, kedua pipi lelaki itu hingga menggembung. Hal kecil itu menarik perhatian Lira. Menggemaskan sekali, itu yang ada di batin Lira. Ini bukan kali pertama Lira melihat Hyunjin makan. Dia pernah beberapa kali melihat lelaki itu makan sambil menyapa penggemar dari akun media sosialnya. Dan jujur, melihat Hyunjin makan secara langsung ternyata lebih menggemaskan. Dua buah sumpit yang ada di tangan Hyunjin seolah menjadi peralatan makan yang sangat mudah digunakan. Mungkin hal itu terjadi karena memang dia sudah terbiasa dengan dua benda berbentuk stik kembar tersebut. Sementara saat mencoba, Lira hanya berakhir emosi. Dia tidak berhasil memasukkan satu makanan pun ke dalam mulutnya dengan sumpit. "Kamu tidak ikut makan, Lir?" Hyunjin ternyata sadar kalau Lira memperhatikannya. "Tadi sudah makan roti isi, dan s**u hangat. Aku ke kamar kamu dulu, ya? Aku harus menyiapkan pakaian untuk kamu syuting hari ini. Kata pak Lee, lokasi hari ini lebih jauh dari lokasi pengambilan adegan sebelumnya. Ini vitaminmu, diminum ya." Lira mendorong botol kecil berisi vitamin milik Hyunjin ke arah lelaki itu. Bertujuan agar lelaki itu bisa meraihnya dengan lebih mudah. "Tunggu dulu," Suara Hyunjin terdengar menginterupsi. Lira menghentikan langkahnya yang sudah lumayan jauh dari meja makan. Dia berbalik, dan menatap Hyunjin yang ternyata juga menatap ke arahnya. "Ada apa, Hyunjin? Apa ada yang kurang?" tanya Lira bingung. Padahal dia yakin tidak ada yang kurang. Hyunjin bangkit, dan menarik kursi yang ada di sebelahnya. Kemudian tatapan lelaki itu kembali mengarah ke Lira. "Biasanya Aera selalu menemani aku sarapan. Apa aku bisa minta tolong gantikan dia hari ini? Rasanya sepi sekali kalau makan sendirian." Lagi-lagi masalah Aera. Hyunjin seolah terus menyandarkannya kalau dia tidak boleh berharap lebih. Sebenarnya Lira tidak berminat untuk menemani seseorang makan, tetapi dia sekarang dihadapkan pada situasi mau tidak mau harus menuruti keinginan Hyunjin. Apalagi lelaki itu sekarang tengah menatapnya dengan tatapan memelas. "Oke, aku akan menemanimu makan. Ayo habiskan makananmu, Hyunjin." Lira pun menuruti kemauan Hyunjin. Wanita itu kemudian duduk di sebelah sang aktor. "Terima kasih untuk vitaminnya. Aku memang sering lupa meminumnya kalau tidak diingatkan." Hyunjin berupaya memecah kesunyian. Sepanjang dia makan, sang asisten hanya diam saja memainkan ponsel. Tentu saja Hyunjin tidak mempermasalahkan soal itu. "Sama-sama. Sebenarnya kemarin aku diminta untuk mengingatkanmu oleh Aera. Sekarang kamu sudah selesai, bukan? Aku sudah boleh pergi?" tanya Lira kemudian. Dia memang harus menyiapkan pakaian untuk Hyunjin. Wanita itu ingin memastikan pakaian yang nanti akan digunakan oleh Hyunjin benar-benar rapi. Hyunjin justru menatap Lira beberapa saat, seakan dia tengah gagal fokus. Beberapa saat kemudian, barulah dia mengangguk. Lira segera beranjak dari tempat duduknya, dan melangkah menuju ke kamar sang Hyunjin. Tanpa sadar, mata lelaki itu terus mengekori pergerakan Lira, hingga gadis itu tak terlihat lagi oleh netranya. Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pakaian yang digunakan oleh Lira. Gadis itu mengenakan cardigan rajut panjang berwarna putih tulang yang sedikit kebesaran, dan celana jeans putih panjang sebagai bawahan. Tentu saja yang salah di sini adalah isi kepala Hyunjin yang berkeliaran ke mana-mana. Tiba-tiba saja dia mengingat kembali tubuh Lira dalam balutan dress mini merah malam itu. Apalagi setelah wanita itu melepaskannya. Jujur saja, jiwanya kembali bergejolak. Belum lagi bercak merah keunguan yang dia buat masih membekas di leher sang asisten. Sepertinya hari ini Lira lupa menutupinya dengan make-up. "Gila! Kenapa aku jadi terobsesi dengan tubuhnya? Tubuh Lira memang indah, dan menggoda. Tidak! Tidak! Aku tidak boleh memikirkannya lagi. Aku sudah punya Aera. Dia tunanganku." Hyunjin menggeleng brutal. Dia mencoba mengingatkan dirinya sendiri kalau dia sudah bertunangan dengan Aera. Tidak seharusnya dia terus memikirkan tubuh wanita lain. Sayangnya, ingatan tentang Lira begitu kental di pikiran Hyunjin. Wangi tubuhnya malam itu bahkan masih melekat dalam ingatan aktor tiga puluh dua tahun itu. Belum lagi ekspresi Lira saat frustrasi menginginkan dirinya, Hyunjin tidak lupa soal itu. Peristiwa malam itu bahkan merasuk ke dalam alam bawah sadarnya. Semalam lelaki itu harus terbangun dengan bagian tengah celana yang basah. Hyunjin bermimpi berada satu ranjang dengan Lira lagi, dan mereka berbagi kenikmatan di sana. "Argh! Sialan!" Hyunjin mengumpati dirinya sendiri. Bahkan hanya mengingat semuanya membuat celananya sesak. Lelaki itu dengan segera mengeluarkan satu butir vitamin dari dalam wadah, dan meminumnya. Setelahnya dia beranjak dari sana, menyusul Lira ke kamarnya. Hyunjin tahu, dia tidak seharusnya seperti ini. Sayang sekali, dia tidak bisa melupakan kemolekan tubuh Lira. Semakin dia mencoba melupakan, semua tindakan Lira malam itu semakin menggoda ingatannya. Sekarang Hyunjin sudah ada di dalam kamarnya. Dia mengamati Lira yang begitu telaten merapikan beberapa pakaian untuk dia pakai nanti. Melihat itu, Hyunjin merasa seperti sedang mengamati seorang istri. Tanpa sadar, lelaki itu bahkan tersenyum. Langkah kakinya tak terkontrol. Dia menghampiri Lira, dan memeluk wanita itu dari belakang. Seketika Lira mematung. Dia menatap horor ke arah tangan Hyunjin yang sekarang melingkar di perutnya. Wanita itu tidak mengerti, mengapa Hyunjin mendadak memperlakukannya seperti itu. "Hyunjin, apa yang kamu lakukan? Kita tidak boleh seperti ini. Kumohon, sadarlah." Lira mencoba menyadarkan Hyunji , tetapi bukannya melepaskan dekapannya, lelaki itu justru mempererat kaitan tangannya. "Lira, maaf. Aku benar-benar merindukanmu. Aku tahu, mungkin apa yang barusan kukatakan terdengar b******k di telingamu, tetapi jujur, aku tidak bisa melupakan apa yang sudah kita lakukan malam itu. Bahkan ingatan itu membuatku memimpikanmu dalam situasi yang sama. Kita berbagi kenikmatan di malam yang panjang," bisik Hyunjin dengan suara berat, seakan menahan sesuatu. Bulu kuduk Lira berdiri mendengar kejujuran yang keluar dari mulut Hyunjin. Dia ingin menolak dekapan lelaki itu, tetapi tubuhnya bereaksi lain. Lira merasa hangat, dan nyaman. Jujur saja, sebenarnya Lira juga penasaran tentang bagaimana rasanya bercinta dengan Hyunjin tanpa pengaruh alkohol. Sebuah pemikiran gila, tetapi Lira pernah memikirkannya. "Kamu serius? Sampai terbawa mimpi?" tanya Lira memastikan. Padahal tanpa memastikan, Lira bisa merasakan tubuh Hyunjin sekarang memang tengah bereaksi. Ada sesuatu yang mengeras di bawah sana. Itu karena Hyunjin tidak mengizinkan jarak ada di antara mereka. Lira sadar, lelaki yang memeluknya itu memiliki tunangan, tetapi dia seakan tidak berdaya untuk melepaskan diri. "Aku tidak berbohong, Lira. Aku yakin sekarang kamu bisa merasakan tubuhku bereaksi. Bayangan tentang bagaimana keindahan tubuhmu malam itu terlalu membekas dalam ingatanku. Mungkin karena kamu satu-satunya wanita yang pernah kulihat tanpa busana di bawah kungkunganku. Maaf, kalau kata-kataku terkesan tidak sopan. Aku sama sekali tidak memiliki niat untuk merendahkanmu." Lira perlahan berbalik, dan otomatis tatapan keduanya pun bertemu. Gadis itu bisa melihat sorot mata mendamba dari lawan bicaranya. Tanpa sadar, kakinya mengikuti kemana gerak kaki Hyunjin terarah. Langkah keduanya terhenti tepat di pinggir ranjang besar yang biasa menjadi tempat Hyunjin melepas lelah. Dengan satu dorongan lemah saja, tubuh Lira sudah berakhir dengan terlentang di atas kasur empuk itu. Disusul dengan Hyunjin yang kini berada di atasnya. Tangan lelaki itu mulai membelai wajah Lira, dengan tatapan terfokus ke mata wanita itu. "Hyunjin, ah!" Suara Lira terdengar lemah. Pesona lelaki itu terlalu kuat, dan membuatnya tak berdaya. Aura mendominasi dari Hyunjin seolah membius, membawa Lira ke alam bawah sadarnya. Sekarang wanita itu bahkan tidak mampu berbuat apa-apa, saat tangan kekar lelaki itu mulai menjamah dirinya. Tatapan mereka bertemu, saling menghipnotis satu sama lain. Sekali lagi, Hyunjin melupakan Aera. Dia terperangkap dalam hasrat, dan pesona Lira. Wanita yang tanpa sengaja naik ke atas ranjangnya malam itu. Dengan gerakan perlahan, Hyunjin menghapus jarak wajah mereka. Dia menikmati bilah bibir Lira dengan lembut. Tidak ada tuntutan dalam ciuman mereka kali ini. Gerakan Hyunjin begitu perlahan, dan membuai. Menyita kewarasan Lira. Membawa gadis itu terbang ke langit tujuh. Dia hanya bisa meremasi rambut kepala bagian belakang Hyunjin sebagai reaksi sangat menikmati ciuman dari lelaki itu. Hyunjin akhirnya melepaskan ciuman mereka. Tatapan lelaki itu sekarang terfokus pada bibir Lira yang tampak basah, dan membengkak akibat ulahnya. Begitu seksi, begitulah yang ada di pikirannya. "Lira, tolong beri aku kesempatan sekali lagi. Aku sangat membutuhkan tubuhmu," bisik lelaki itu dengan suara serak. Hasratnya sudah sampai di ubun-ubun. Dia tidak bisa menahan lebih lama lagi. Lira sangat tahu, apa yang mereka lakukan itu kesalahan besar. Dia ingin menolak Hyunjin mentah-mentah, tetapi lagi-lagi bahasa tubuhnya mengatakan hal lain. Kepalanya mengangguk pasrah saat mendengar kalimat bisikan dari lelaki yang kini mengungkungnya. Dia pasrah dengan apapun yang akan Hyunjin lakukan. Bagaimana dengan Aera? Lira sungguh tidak peduli. Dia sudah kehilangan kewarasan. Dia ingin mewujudkan keinginannya, melakukan hubungan dengan lelaki itu tanpa pengaruh alkohol. Hyunjin sudah menjadi yang pertama, lantas buat apa dia menolak, dan jual mahal? Toh, sekarang mereka mau sama mau. Keduanya sama-sama sadar. Seakan keduanya tidak peduli dengan apa yang akan terjadi kedepannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD