TERJEBAK SITUASI

1689 Words
Lira tidak sadar, ketika pikirannya tenggelam dalam angan, tentang Hyunjin yang tidak menginginkan bayi tumbuh di rahimnya, lelaki itu justru tengah memperhatikannya diam-diam. "Sudahlah, Lira. Kamu tidak perlu berpura-pura," ucap Hyunjin yang langsung membuat Lira menoleh padanya. "Maksud kamu? Berpura-pura bagaimana?" Lira bertanya. Dia cukup bingung dengan maksud dari kalimat yang lelaki itu ucapkan. "Aku tahu, kamu hanya sedang berpura-pura tenang. Padahal kamu juga takut kalau sampai ada janin yang tumbuh di rahim kamu. Iya, kan? Akui saja. Karena semua itu normal, Lira." Hyunjin berucap tenang. Seakan tidak ada sedikitpun emosi dalam ucapannya. Lelaki itu begitu santai menguntai kalimat panjangnya. Lira tersenyum kecut mendengar kalimat yang baru saja Hyunjin ucapkan. Ya, lelaki itu benar. Dia hanya sedang berpura-pura tenang untuk menutupi kecemasan yang sebenarnya tengah mendera hatinya. Lalu Lira harus apa selain tenang? Dia tidak mungkin memaksa aktor itu untuk menikahinya sekarang. Lira cukup tahu diri. Walau mereka sama-sama salah, tetap dia yang memulai semuanya. Dia yang teridentifikasi menginginkan apa yang terjadi di antara mereka. Datang ke kamar Hyunjin, dan memaksa lelaki itu untuk melakukan hubungan badan. "Apa yang kamu harapkan selain aku bersikap tenang? Haruskah aku menangis tersedu-sedu, dan memohon untuk kamu nikahi? Atau aku meraung-raung kesetanan dan memaksamu menikahiku detik ini juga? Aku tidak mungkin melakukan itu, Hyunjin. Aku sadar diri, aku ini siapa. Sekarang aku hanya sedang berusaha untuk mengikuti apa katamu. Jangan memikirkan hal yang belum terjadi." Lira memaksakan diri untuk tersenyum. Walaupun dia sedang tidak ingin melakukan itu. Hatinya sesak, entah karena apa. Mungkin karena apa yang dikatakannya sedikit bertolak belakang. Lira butuh pertanggungjawaban dari lelaki yang berada di sisinya itu. Hanya saja dia merasa tidak tahu diri untuk meminta. Hyunjin tertawa hampa. Dia juga tidak tahu harus apa. Situasi yang terjadi sekarang begitu rumit. Lelaki bermarga Kim itu sangat sadar, kalau dia juga tidak bisa menjanjikan apapun untuk Lira. Dirinya terlalu mencintai Aera. Terlebih, dia memiliki alasan kuat untuk mempertahankan hubungannya dengan gadis itu. Menjanjikan kebersamaan dengan Lira hanya akan saling menyakiti. Aera datang ke dalam hidup Hyunjin saat pertama kali lelaki itu mendapatkan penghargaan atas drama pertamanya yang sukses menyita perhatian dari pemirsa. Kala itu, Aera yang merupakan anak dari produser film yang tengah dia bintangi memberikan ucapan selamat secara pribadi. Seiring waktu, hubungan mereka kian dekat, dan berakhir dengan menjadi sepasang kekasih. Perjalanan mereka sampai di titik itu cukup panjang. Aera dengan baik hati mengenalkan Hyunjin pada beberapa produser lain, hingga dia bisa seterkenal sekarang. Hal itu merupakan alasan besar Hyunjin tidak mampu berpaling dari Aera. Wanita itu sangat berjasa dalam perjalanan karirnya. "Kamu lucu sekali. Aku menghargai usahamu untuk tetap tenang. Maaf, Lira ... aku tidak bisa menjanjikan apapun. Katakanlah aku memang lelaki berengsek. Seharusnya malam itu aku tidak melayani keinginanmu. Mencari cara untuk membuat kamu lepas dari pengaruh minuman, dan menyadarkan kamu kalau aku bukan kekasihmu. Tapi aku dengan tidak tahu diri justru memanfaatkan kamu untuk melepaskan hasratku yang tak tertahan. Maafkan aku, Lira." Hanya kata maaf yang bisa Hyunjin ucapkan, dan itu tidak bisa mengubah apapun. Mereka sudah terjebak dalam hubungan terlarang, hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. "Semua sudah terjadi, Hyunjin. Kita sama-sama salah. Aku yang datang menggodamu, dan memaksa kamu melakukan apa yang tidak seharusnya kita lakukan malam itu. Aku yang seharusnya minta maaf." Lira beranggapan kalau berdamai dengan keadaan akan menyelesaikan semuanya. Dia hanya perlu menyelesaikan misi, lalu pulang ke Indonesia dengan tenang. Anggap saja malam itu dia tengah bersenang-senang. Jadi dia tidak perlu menuntut Hyunjin untuk bertanggungjawab. Setidaknya dia beruntung, teman tidurnya merupakan aktor idolanya. Bukan lelaki berandalan yang mungkin bisa saja membahayakan hidupnya. "Jujur saja, aku merasa beruntung yang naik ke atas ranjangku malam itu kamu. Seandainya itu orang lain, mungkin hari ini berita tentangku sudah berderet memenuhi timeline. Semua media akan sibuk meliput berita skandalku. Juga ... mungkin saja karirku berada di ambang kehancuran." Lelaki itu terdengar serius. Memang benar. Kalau Hyunjin tidur dengan wanita lain, dia tidak bisa menjamin kalau kehidupannya akan tetap normal seperti sekarang. Dia bisa saja berada dalam kesusahan karena menghadapi banyaknya tuntutan dari orang-orang serakah. Lira menatap Hyunjin sesaat, setelahnya dia kembali melayangkan pandangannya ke arah sekitar. Apa yang Hyunjin rasakan, dia juga merasakannya. Dia merasa beruntung salah masuk ke kamar laki-laki itu. "Aku juga merasakan hal yang sama, Hyunjin. Tidak tahu bagaimana jadinya kalau malam itu aku tidur dengan laki-laki hidung belang. Mungkin kondisiku tidak akan sebaik sekarang. Sebagai salah satu penggemarmu, aku merasa sangat beruntung. Mereka yang lain di luar sana sangat ingin bertemu denganmu, tetapi aku justru bisa lebih dari sekedar bertemu. Kita bahkan tinggal satu atap sekarang. Soal privasi, kamu boleh memeriksa ponselku. Aku tidak pernah sekalipun berniat untuk mengumbar kebersamaan kita. Aku sangat paham, bagaimana kejamnya dunia selebriti di Korea Selatan," ungkap Lira serius. Hyunjin tersenyum. Ini merupakan kisah pertemuannya dengan fans yang sangat tak terduga. Alih-alih bertemu dalam situasi yang menyenangkan, mereka justru terjebak dalam situasi yang campur-aduk. Diam-diam Hyunjin merasa nyaman berada di sisi Lira. Gadis itu memiliki kepribadian yang cukup menyenangkan. Berbeda dengan Aera yang manja, Lira lebih bisa membuat perjalanan menyenangkan. Keduanya memiliki sisi yang Hyunjin sukai. Mungkin karena status keduanya juga berbeda. Lira sebagai partner, sementara Aera merupakan pasangannya. "Tidak perlu. Aku percaya kamu bukan tipe orang yang seperti itu. Lalu ... kamu, dan kekasihmu itu bagaimana? Apa kalian sudah berkomunikasi lagi? Kamu boleh tidak menjawab kalau merasa tidak nyaman. Sungguh, aku tidak memaksa." Mengingat malam itu, hati Lira terasa nyeri. Dia belum lupa bagaimana Edo menggagahi wanita lain di hari ulang tahunnya. Dia juga belum lupa bagaimana lelaki itu tampak sangat menikmati kebersamaannya dengan wanita itu. Lira tidak menyangka Edo bisa setega itu terhadap dirinya. "Kami sekarang putus komunikasi. Aku belum menghubunginya, dan dia tidak bisa menghubungiku. Pak Lee sudah mengganti SIM card yang aku gunakan dengan SIM card yang bisa digunakan di sini. Dan kurasa, aku tidak akan pernah menghubunginya lagi. Lebih baik kami seperti ini." Lira menjelaskan. Tidak ada gunanya dia menghubungi Edo. Semua yang dilihatnya malam itu terlalu menyakitkan. "Kalau kamu menghubunginya, setidaknya kamu bisa mendengarkan penjelasannya tentang malam itu, Lira. Mungkin hubungan kalian bisa diperbaiki?" "Tidak perlu, Hyunjin. Hubungan kami aku anggap sudah selesai malam itu. Mungkin posisinya kami sama sekarang. Dia tidur dengan wanita lain, aku juga tidur dengan laki-laki lain. Hanya saja dia yang mengawali semuanya. Kalau dia tidak berselingkuh, semuanya tidak akan sekacau sekarang. Ada baiknya aku membuka lembaran baru. Mungkin di sini aku bisa menemukan kebahagiaan. Siapa yang akan tahu?" Lira mencoba untuk tertawa, dan tawa itu terdengar sedikit terpaksa di telinga Hyunjin. Lelaki itu sadar, ada yang disembunyikan oleh gadis itu. Mungkin tentang ketakutan Lira kalau dirinya benar-benar mengandung, atau dia sebenarnya sekarang tengah terluka parah karena lelaki itu. Entahlah, Hyunjin bukan cenayang yang bisa menebak isi hati seseorang. Tiba-tiba saja hujan turun dengan lebat. Hyunjin refleks menarik tangan Lira, dan membawa gadis itu lari ke arah emperan depan toko yang kosong. Walaupun langkah yang dia ambil tidak bisa menyelamatkan mereka dari sapaan air hujan. Lira mengibaskan rambut, dan pakaiannya yang basah. Suasana menjadi hening setelahnya. Baik Hyunjin maupun Lira, keduanya hanya memandangi hujan yang membasahi bumi Itaewon. Suhu udara di sana yang lebih rendah dari Indonesia membuat Lira sedikit kedinginan meski sudah mengenakan pakaian hangat. Gadis itu melipat kedua tangannya untuk menghangatkan diri. Hyunjin peka dengan itu. Dia tahu kalau Lira tengah kedinginan sekarang. Lelaki itu kemudian melepas coat yang dia kenakan, dan menyelimuti tubuh bagian belakang Lira dengan itu. Hyunjin sendiri tentu sudah terbiasa dengan suhu Korea yang memang tidak sehangat Indonesia. "Pakai saja. Aku tahu kamu belum terbiasa dengan suhu udara di Korea. Nanti mintalah manager Lee untuk membuatkan Yulmu-cha untukmu. Minuman itu bagus untuk menghangatkan tubuhmu di cuaca dingin seperti sekarang ini. Aku tidak mau kamu sampai masuk angin. Karena jadwalku besok cukup padat," ucap Hyunjin yang berdiri tidak jauh dari Lira dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Bukan karena dingin, dia hanya ingin saja. "Terima kasih," sahut Lira pelan. Dia menerima kebaikan dari Hyunjin. Tubuhnya sudah lebih hangat sekarang. Setelah mengenal lelaki itu sedikit lebih lama, dia tahu kalau Hyunjin tidak terlalu menyebalkan. Dia memiliki kepribadian yang lembut, dan penuh perhatian. Dia juga sosok lelaki yang sopan. Walau karirnya sudah berada di atas awan, Hyunjin tidak pernah memandang rendah staf yang membantunya. Hal itu Lira ketahui dari beberapa kali dia melihat Hyunjin berbincang, dan berinteraksi dengan beberapa staf. Dia terlihat sangat menjaga etika. Duarr! Sebuah suara guntur yang menggelar mengagetkan semua orang. Lira berteriak dan menutup telinga karena ketakutan. Dia takut dengan suara guntur. Tidak hanya sampai di sana, gadis itu juga berbalik dan bersembunyi di dalam dekapan Hyunjin. Sesaat setelah sadar dengan posisi mereka, Lira segera membuat jarak. Dia merasa bersalah karena sudah melakukan itu. "Ma-maaf, Hyunjin. Aku benar-benar takut guntur. Aku tadi tidak sengaja." Gadis itu membungkuk beberapa kali sebelum berbalik ke posisinya semula. Sebagai tanda dia mengakui salah atas apa yang baru saja dia lakukan. "Tidak masalah, itu hal wajar. Aera juga takut sekali dengan guntur. Dia bahkan bisa sampai menangis kalau mendengar guntur, apalagi posisi kami sedang di luar ruangan seperti sekarang." Hyunjin tersenyum saat menceritakan tingkah Aera. Terlihat jelas bagaimana dia memuja kekasihnya itu. Lira hanya tersenyum canggung. Dia semakin sadar kalau dirinya tidak boleh berharap apapun dari Hyunjin. Lelaki itu tidak akan memandang dia lebih, karena dunianya hanya soal Aera. Entah mengapa d**a gadis itu terasa sedikit sesak. Apa dia sedang cemburu sekarang? Tanyanya pada diri sendiri. Refleks, gadis itu menggeleng kuat. Dia tidak boleh merasakan perasaan bodoh itu. Lira harus menyadarkan dirinya kalau dia, dan Hyunjin tidak akan bisa bersama. "Lira, kamu kenapa? Masih ada efek takutnya? Kamu boleh memelukku lagi kalau masih takut. Anggap saja aku ini temanmu. Jangan sungkan." Hyunjin berusaha menempatkan diri di mana seharusnya. Dia tidak ingin Lira merasa tidak nyaman. "Ahaha, sudah tidak, Hyunjin. Tenang saja, aku sudah tidak takut lagi." Lira lantas menunjukkan ekspresi ceria. Lebih tepatnya dia berusaha untuk terlihat seceria mungkin. Dia tidak ingin Hyunjin berpikir tentang yang tidak-tidak tentangnya. Di sisi lain, Lira berusaha untuk tahu diri, tetapi di sisi lainnya, Lira tidak bisa menampik pesona Hyunjin. Dia begitu mengagumi kepekaan yang dimiliki oleh lelaki itu. Kalau terus begini, bagaimana dia bisa bertahan untuk tidak jatuh cinta pada sosok Hyunjin? Entahlah. Lira tidak tahu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD