Sebuah mobil sedan keluaran terbaru berwarna merah berhenti di halaman sebuah rumah. Seorang gadis cantik, berambut hitam lurus keluar dari sana. Di telinganya ada satu earphone yang terpasang. Gadis itu sibuk mengeluarkan sebuah kue dari dalam mobilnya, dan meletakkannya di atas kap mobil.
"Makasih ya, Ge. Lu udah bantu gue nyari kue buat Edo. Gue yakin dia seneng banget dapet kejutan dari gue." ucap Lira sambil menghidupkan beberapa lilin yang dia tancapkan di atas kue ulang tahun yang dibawanya tadi.
"Maaf ya, gue cuma bisa bantu pilih lewat video call tadi. Soalnya hari ini kerjaan gue numpuk. Pak Roni bisa ngamuk kalo gue bolos hari ini." Gege membalas dari ujung sana.
"Nggak masalah. Gue juga ngerti kesibukan elo, Ge. Sekarang udah siap, nih. Gue mau masuk dulu ke rumah Edo, ya. Bye."
Lira melepas earphone yang tadi terselip di telinganya, dan memasukkan ke dalam saku kemejanya. Gadis itu lalu mengangkat kue ulang tahun berhiaskan coklat yang dia siapkan dengan sangat hati-hati. Dengan senyum mengembang, Lira melangkah ke arah pintu masuk rumah Edo.
Gadis itu memang sudah biasa ke rumah Edo, bahkan dia punya kunci cadangan pintu rumah lelaki itu. Kali ini, perhatian Lira tertuju pada sebuah sepatu hak tinggi yang berada tepat di atas keset. Pasalnya, gadis itu belum pernah melihat sepatu seperti itu sebelumnya.
"Punya siapa? Kak Dela mungkin. Tumben dia ke sini nggak ngabarin aku. Biasanya dia selalu bilang kalo ke sini ngajak makan bareng," gumam gadis itu sambil menarik handle pintu.
Saat masuk ke dalam, dia tidak menemukan siapapun. Selain sebuah tas wanita berwarna hijau toska, dan blazer dengan warna senada.
Tadi Edo sempat mengeluh sakit, maka dengan segera Lira naik ke lantai atas, menuju ke kamar Edo. Awalnya tidak ada yang mencurigakan, tetapi kemudian Lira menemukan kemeja hitam Edo tergeletak di lantai. Juga sebuah baju wanita tidak jauh dari sana.
Samar-samar, Lira mendengar suara rintihan dari seorang wanita. Dia juga mendengar deritan ranjang dari dalam kamar Edo. Perasaan gadis itu menjadi campur aduk. Dia mulai berpikiran negatif. Dengan tangan yang bergetar, Lira mengumpulkan kekuatan untuk membuka perlahan pintu kamar kekasihnya itu.
Air mata Lira langsung berjatuhan saat dia menemukan kekasihnya tengah berada di atas tubuh seorang gadis. Kedua manusia itu tanpa busana. Hanya ada selimut yang menutupi bagian bawah tubuh mereka. Edo terlihat tengah bergerak cepat mengejar puncaknya, sementara si wanita terus merintih keenakan di bawahnya. Pemandangan yang sangat menjijikkan bagi Lira.
"Selamat ulang tahun, Edo." Lira berucap pelan dengan air mata bercucuran. Dia meniup lilin yang tadi dinyalakannya sampai padam. Setelah itu, Lira meletakkan kue ulang tahun itu di atas lemari kecil yang terletak di samping pintu kamar Edo.
Lira keluar dari dalam sana. Meninggalkan dua insan yang tengah hanyut dalam kegilaan mereka. Gadis itu menuruni tangga dengan cepat. Dia bertekad, ini terakhir kalinya dirinya menginjakkan kaki di rumah Edo.
Hati Lira hancur malam itu. Bukan dia yang berhasil memberikan kejutan pada ulang tahun Edo, tetapi justru kekasihnya itu yang sukses membuatnya terkejut. Dia tidak menyangka kalau Edo akan bermain gila dengan wanita lain. Seakan hubungan mereka yang sudah hampir lima tahun itu tidak berarti apa-apa.
Mobil Lira kini memasuki area hotel milik keluarganya. Dia yang memarkirkan kendaraannya asal langsung menyerahkan kunci mobilnya kepada tukang parkir yang tentu saja sudah sangat dia kenal. Tujuan Lira adalah bar. Dia ingin melampiaskan rasa kecewanya dengan minum beberapa gelas minuman di sana.
"Lea, beri saya minuman seperti biasa, dua botol." Lira menyampaikan keinginannya pada bartender yang tentunya juga sudah mengenal Lira dengan baik.
"Tapi nyonya sudah berpesan kalau Nona Lira tidak boleh minum terlalu banyak. Saya takut ..."
"Malam ini saya tidak butuh omelan siapapun. Beri saya dua botol, atau saya akan memesan di bar lain?" gertak Lira dengan ekspresi wajah yang sangat serius.
"Ba-baik, Nona."
Lea tidak berani membantah. Dia kemudian menyerahkan dua botol minuman ke Lira. Gadis itu lantas membawa dua botol minuman, dan gelas kecil yang diberikan padanya ke meja paling pojok.
Gelas demi gelas dia teguk isinya hingga tandas. Gadis itu tidak peduli ketika rasa pening mulai menyapanya. Dia bahkan terus meminum minumannya ketika kesadarannya mulai goyah.
"Laki-laki berengsek! Aku benci kamu, Edo!"
Lira bangun dari duduknya. Dengan langkah sedikit terhuyung, dia pergi ke arah kamar hotel. Sebagai anak dari pemilik hotel, Lira punya kamar khusus di sana. Dia sengaja meminta satu kamar itu untuk ditempatinya sewaktu-waktu. Orang tuanya yang begitu memanjakan Lira tidak masalah dengan itu. Mereka bahkan memberikan beberapa fasilitas khusus untuk kamar anak mereka.
Sementara itu, di sebuah kamar yang bersebelahan dengan kamar Lira terdengar suara gemericik air. Tampaknya penghuni kamar tersebut sedang membersihkan diri. Sekedar informasi, hotel milik keluarga Lira merupakan salah satu hotel berbintang di Jakarta. Pengunjungnya pun berasal dari berbagai kalangan. Khusus untuk area kamar yang berada di satu deretan dengan kamar Lira, itu hanya dihuni oleh tamu VVIP.
Selang beberapa menit kemudian, seorang laki-laki berwajah oriental keluar dari dalam kamar mandi tersebut dengan memakai jubah mandi berwarna hitam. Wajah tampan, kulit putih, dan matanya yang sipit membuat setiap orang bisa memastikan kalau dia bukan warga negara Indonesia.
Namanya Kim Hyunjin. Lelaki yang berprofesi sebagai aktor itu berasal dari Korea Selatan. Dia berada di Jakarta untuk menghadiri undangan dari salah satu stasiun televisi swasta, terkait drama terbarunya yang berjudul "Sweet Love" sangat digemari di Indonesia. Indonesia salah satu dari lima negara yang didatangi langsung oleh Kim Hyunjin.
Lelaki itu berjalan ke arah meja rias. Dia mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambutnya yang masih setengah basah. Nada pesan mengalihkan perhatian lelaki itu. Senyumnya mengembang saat menemukan nama Aera di layar ponselnya. Gadis itu merupakan kekasihnya.
"Ayo kita lakukan malam ini, Chagia. Malam ini, tubuhku sepenuhnya milikmu. Sebentar lagi aku akan datang ke kamarmu. Saranghae."
Kalimat yang dikirimkan oleh Aera membuat darah Kim Hyunjin berdesir. Dia sudah lama menantikan saat itu, dan kesabarannya berbuah manis. Aera yang kebetulan seorang model, dan memiliki kontrak dengan brand kecantikan di Indonesia sama-sama berada di Indonesia. Mereka hanya berbeda keberangkatan beberapa hari.
"Malam ini akan menjadi malam yang terindah untukku, dan Aera. Akan aku buat dia mendesah tak berdaya di bawah tubuhku," gumam Hyunjin yang tengah merebahkan dirinya perlahan ke atas ranjang.
Hyunjin dengan sengaja membiarkan pintu kamarnya sedikit terbuka. Dia ingin memberikan akses pada Aera untuk masuk tanpa dia harus repot-repot membukakannya. Lelaki itu sudah tidak sabar untuk melewati malam panas mereka. Bahkan perlahan inti tubuhnya menegang. Isi otaknya yang terlalu liar membuat tubuhnya memanas dengan sendirinya.
Lelaki bertubuh lumayan kekar itu menolehkan pandangannya ke arah pintu saat seseorang mendorongnya dari luar. Hyunjin mengubah posisinya yang semula tiduran menjadi duduk. Sayang sekali, yang dia temukan bukanlah Aera, melainkan gadis yang tidak dikenalnya sama sekali.
Wanita itu mengenakan dress merah pendek. Roknya di atas lutut, jalannya pun sempoyongan. Dialah Lira. Gadis itu salah masuk kamar. Seharusnya dia masuk ke kamar tepat di sebelah kamar Hyunjin, tetapi efek mabuk membuatnya tidak menyadari itu.
"Maaf Nona, sepertinya Anda salah kamar. Silakan keluar!" usir Hyunjin yang sibuk membenarkan jubah mandinya yang sedikit tersingkap. Apalagi wanita itu menatapnya dengan tatapan lapar.
"Selamat ulang tahun, Edo. Mari kita rayakan hari ulang tahunmu ini dengan bersenang-senang. Aku akan memberikan tubuhku seperti yang kamu inginkan selama ini." Lira tertawa lirih. Wanita itu melepaskan sepatunya dengan susah payah. Tatapannya masih tertuju pada Hyunjin yang balas menatapnya dengan was-was.
"Sadarlah, Nona. Aku bukan Edo kekasihmu itu. Silakan kamu keluar dari kamarku, atau aku akan mengusirmu dengan kasar," ucap Hyunjin mengancam.
Sebenarnya lelaki itu takut Aera akan tiba-tiba datang, dan memergoki mereka berdua hingga menimbulkan salah paham. Padahal dia benar-benar tidak mengenal wanita yang sekarang berada di hadapannya itu.
Lira seakan tuli. Wanita itu justru duduk di pangkuan Hyunjin. Meraba wajah lelaki itu seenaknya, bahkan dia membelai jakun Hyunjin dengan gerakan sensual. Satu tangan Lira menarik resliting dress yang dikenakannya hingga ujung. Membuat tubuhnya terekspos, dengan balutan dalaman berwarna peach senada yang membuat lelaki mana pun yang melihatnya terpesona.
Tubuh Lira begitu menggoda. Porsinya begitu pas. Tidak terlalu ramping, tidak juga gemuk. Hanya saja, ukuran dadanya begitu menggiurkan. Hyunjin pun mengakui, kalau milik Lira begitu menarik. Ingin rasanya dia menjamah bagian itu.
"Apa tubuhku tidak menarik, Edo? Apa dia lebih seksi di matamu? Coba perhatikan tubuhku sekali lagi, Sayang. Aku menjaganya selama ini hanya untukmu." Lira berucap demikian sambil membuka dress-nya. Membiarkan kain itu teronggok di lantai begitu saja. Hyunjin tidak mampu berkata-kata. Tatapan matanya justru terpaku ke tubuh wanita asing itu.
Beberapa saat kemudian, Hyunjin tersadar. Dia tidak boleh tergoda pada wanita yang bertingkah manis di pangkuannya itu. Malam ini akan dia habiskan bersama Aera. Dia tidak boleh mengkhianati kekasihnya itu. Setidaknya Hyunjin berusaha melawan hasratnya yang dia akui telah terbakar sepenuhnya.
"Jangan gila, Nona. Sadarlah, kumohon. Aku bukan kekasihmu. Aku orang lain. Kita bahkan tidak saling mengenal." Hyunjin menggoyangkan tubuh Lira. Dia berharap wanita itu akan menyadari kalau dirinya bukanlah lelaki yang dia maksud.
"Aku tidak gila, Edo. Aku serius menginginkan kamu. Jangan pura-pura tidak mengenaliku. Ayolah, kita nikmati malam ini, Sayang. Aku akan memuaskanmu. Aku mengabulkan permintaanmu, Baby."
Tanpa aba-aba, Lira membubuhkan ciumannya ke bibir Hyunjin. Lelaki itu terkejut setengah mati. Dia mematung dalam beberapa saat. Lira tidak peduli dengan reaksi Hyunjin yang kaku. Dia terus saja menstimulasi bibir lelaki itu dengan bersemangat. Perlahan tindakan Lira mengikis pertahanan Hyunjin. Dia juga lelaki normal. Apa yang Lira lakukan itu membuat gairahnya memuncak.
Perlahan Hyunjin terpengaruh. Dia melupakan janjinya dengan Aera. Lelaki itu membalas ciuman Lira, bahkan mengimbangi temponya. Keduanya sibuk menikmati bilah bibir masing-masing. Bertukar saliva, hingga tanpa sadar mendesah pelan.
"Kau datang sendiri ke kamarku, Nona. Maka jangan salahkan diriku kalau aku memanfaatkan kedatanganmu," bisik Hyunjin dengan napas yang memburu. Dia benar-benar sudah tidak sanggup mengendalikan hasratnya.
Lelaki itu menghempaskan tubuh Lira ke atas ranjang, dan menindihnya dengan tidak sabar. Menjamah bibir wanita itu rakus, bahkan tidak peduli jika tindakannya membuat bibir Lira membengkak. Puas bermain dengan itu, Hyunjin mulai menjelajahi leher jenjang nan wangi milik wanita yang pasrah dibawahnya tersebut. Dia meninggalkan banyak jejak di sana.
Satu tangan Hyunjin berjuang melepaskan kaitan bra milik Lira, setelah berhasil, dia juga melepaskan kain penutup mahkota wanita itu. Matanya kian menggelap kala melihat tubuh polos Lira. Begitu indah, bahkan sangat indah.
"Mari kita melakukan penyatuan, Nona. Aku sudah tidak tahan lagi," ucap Hyunjin dengan suara bergetar. Dia menarik lepas tali kimononya, dan melepaskan kain itu. Membuangnya entah kemana.
Hyunjin seakan tidak peduli lagi dengan akibat dari perbuatannya. Dia melupakan segalanya. Fokusnya hanya ingin segera melampiaskan hasratnya yang sudah tidak terbendung lagi.
Penyatuan mereka pun terjadi, dan di saat itu, Hyunjin menyadari satu hal, dia yang pertama untuk Lira. Sebuah hal yang sangat membuatnya terkejut. Dari tingkah wanita itu, Hyunjin tidak menyangka kalau sebenarnya Lira belum pernah tersentuh oleh seseorang.
"D-dia masih pe-rawan?" tanyanya dalam hati.
Sungguh, Kim Hyunjin tidak mengira wanita seagresif Lira ternyata masih suci. Dia sempat mengira kalau wanita di bawah kungkungannya itu sudah terbiasa melakukan hubungan badan dengan siapapun. Tapi ternyata dugaannya salah.
Sekali lagi, Hyunjin menyingkirkan apapun yang menggangu pikirannya. Dia fokus menjamah tubuh wanita itu. Keduanya begitu menikmati apa yang mereka lakukan. Hingga tanpa sadar, Kim Hyunjin mengulang perbuatannya beberapa kali. Dia bahkan tidak menyadari kalau Aera tidak pernah datang ke kamarnya.
Saat terbangun, Lira merasa tubuhnya begitu remuk. Seakan semalam dia baru saja dipukuli oleh beberapa orang sekaligus. Semula dia masih bereaksi biasa saja, sebelum dia menyadari kalau dirinya tidak sendirian di atas ranjang. Dia dipeluk oleh seseorang. Dengan hati-hati, Lira melihat tangan dari seseorang yang memeluknya. Dari warna kulit, dan kukunya, dia bisa memastikan kalau itu bukan tangan Edo.
Lira lalu memberanikan diri untuk menggeser tubuhnya perlahan. Dia menghadap ke arah lelaki itu sambil memejamkan mata. Saat pelan-pelan dia membuka kedua netranya, Lira menemukan wajah yang dia kenal. Bukan di dunia nyata, tetapi di layar ponselnya. Dia salah satu penggemar drama "Sweet Love" yang dimainkan oleh Hyunjin.
"Hyunjin? Dia benar-benar Hyunjin? Kim Hyunjin idolaku? Ini gila! Aku sudah gila! Bagaimana aku bisa tidur satu ranjang dengannya? Seseorang, tolong kuburkan aku sekarang!" umpat Lira dalam hati.
Sebagai salah satu fans Hyunjin, dia tahu lelaki itu memang sedang memiliki jadwal di Indonesia. Hanya saja, Lira tidak mengira kalau aktor idolanya itu akan menginap di hotel milik keluarganya. Dan lebih parahnya lagi, dia sekarang tengah berada dalam satu ranjang dengan lelaki itu tanpa busana. Catat! Tanpa busana.