PART. 8

1075 Words
"Very, ehmmm apa ya dari dia yang akan membuat Paman Soleh tidak jadi pergi?" Cantika mengetuk-ngetukan ujung polpen di tangannya ke dagu. "Hehmm sepertinya tidak ada deh, ooh ... kata Amma pilih yang aku merasa nyaman dan aman saat bersamanya, Very? Coret deh, Bayu?" Satu persatu dari 17 calon yang ia coret. "Hmmm mungkin calon yang dari Jakarta, nanti dilihat dulu deh, kalau nggak ketemu juga, aku mau tanya langsung saja sama Paman Soleh. Calon mana yang saat jadi suamiku, tidak akan membuat Paman Soleh meninggalkan aku" gumamnya, saat sudah merasa lelah memikirkan tentang pria mana yang akan dipilihnya. "Hmmm kangen Paman Soleh, telpon tidak ya, telpon tidak, telpon tidak ...." Cantika membuat garis-garis seperti angka 1 di atas kertas bukunya. "Tapi akukan lagi marah sama Paman Soleh, masa telpon sih, tapi kangen ... uuuhhh Paman Soleh cepat pulang dong!!" Cantika terus menggumam sendirian. Sebentar-sebentar dilirik ponselnya. Tiba-tiba ada pesan masuk, bukan dari Soleh. Tapi dari Arka, adiknya yang tinggal bersama Omanya di Jakarta. Arka mengirim foto Soleh dengan seorang perempuan. Oma dan Opa ketemu Paman Soleh, terus di ajak ke rumah. Tahu tidak, saudaranya Uncle Guntur langsung pede kate sama Paman Soleh, wuiihh ... bakal ada yang nikah lagi nih, kakak bisa tuh kalau mau jadi dayang di nikahannya Paman Soleh hahahaha Itu pesan yang ditulis Arka menyertai kiriman fotonya. Spontan Cantika melemparkan ponselnya begitu saja ke atas lantai. Untung lantai beralas karpet tebal, jadi ponselnya tidak hancur. "Iiih ... Arka bikin sebel! Aku sudah besar, sudah mau nikah, masa masih disuruh jadi dayang, huuuh menyebalkan!" Cantika memukuli gulingnya dengan bertubi-tubi, untuk meluapkan rasa kesalnya pada Arka. "Uuuh sekarang aku sudah mau jadi pengantinnya, bukan mau jadi dayangnya" gumamnya dengan rasa kesal di dalam hatinya pada Arka. Dilemparkannya bantal ke arah ponselnya. -- Teman Raffa yang datang bersama putranya sudah pulang. "Bagaimana A?" Tanya Tari. "Bagaimana apanya?" Raka balik bertanya. "Yang melamar Cantika, bagaimana? Apa Aa punya bayangan, siapa yang menurut Aa akan dipilih Cantika?" "Mana aku tahu Tari, Cantika belum memutuskan, tapi aku akan memberinya waktu dua minggu untuk memikirkannya. Aku rasa cukup sudah lamaran yang kita terima, sudah saatnya Cantika memutuskan siapa yang akan dipilihnya" "Kalau pilihannya bukan salah satu dari yang melamar bagaimana?" "Haah, kok bisa?" "Ya bisalah Aa, mungkin dia menyukai seseorang yang lain" "Seseorang yang lain, apa dia bilang begitu Tari?" "Tidak Aa, dia tidak mengatakan apapun. Tapi bagaimana kalau begitu?" "Siapapun yang dipilihnya, terdaftar atau tidak sebagai peramal ... eeh pelamar, aku setuju saja, asal sesuai dengan krireteria" "Kriteria Aa" "Ya itu" "Hhhh ... jadi boleh kalau Cantika memilih yang bukan pelamar?" "Tentu saja boleh, asal memenuhi rasyat ... eeh syarat" "Syukurlah kalau begitu" "Memangnya kenapa, kok kamu bertanya hal ini?" "Ya siapa tahu saja Cantika punya seseorang yang dia sembunyikan di dalam hatinya Aa" Kening Raka berkerut dalam. "Bagaimana caranya bisa menyembunyikan seseorang dalam hati" Raka meraba dadanya sendiri. "Ya ampuuun, kumat deeh lemotnya!" "Kamukan tahu, aku belum mimi cucu hari ini" "Iiih ... makin tua makin meskut deeh!" "Tidak apa meskut, asal meskutnya sama yang halal, ke kamar yuuk" "Ini masih sore Aa" "Aku juga tahu masih sore Tari, tuh di luar masih terang" "Terus ngapain ngajakin ke kamar?" "Mimi cucu enak sepertinya sore begini, apa lagi di tambah makan bibir plus syuting goyang tornado" "Iiih ... dasar meskut, ayolah! Eeh sebentar, aku ke atas lihat Cantika sebentar ya, Aa duluan aja ke kamar" "Hhh ... iya" Tari menaiki anak tangga menuju kamar Cantika. Saat ia masuk, Cantika tertidur dengan posisi tengkurap di atas ranjang. Tari mengambil kertas yang ada di dekat Cantika. Ia tersenyum saat melihat deretan nama yang di tulis Cantika. 'Dia benar-benar memikirkan ucapanku sepertinya, ya Allah buka hati Cantika, agar bisa melihat pria mana yang paling ia inginkan untuk menjadi teman hidupnya, aamiin' Tari memutari ranjang, untuk mengambil bantal yang terjatuh. Di bawah bantal ternyata ada ponsel Cantika. Diambil dan dibukanya. Terlihat gambar Soleh bersama Niken saudara sepupu Guntur. Tari juga membaca apa yang ditulis Arka. 'Owww ... ada yang terbakar api cemburu, tapi belum menyadari sepertinya. Hhhh Cantikaku memang 100% Abbanya' Tari meletakan ponsel di atas meja, dan bantal di atas ranjang. Dikecupnya kepala Cantika, sebelum ia beranjak pergi untuk memenuhi permintaan syuting dari Raka. -- Waktu isya sudah lewat. "Cantika!" Panggil Tari diambang pintu kamar Cantika. "Ya Amma" "Turun yuk" "Males Amma, Cantika ingin di kamar saja" "Benar tidak ingin turun, dibawah ada oleh-oleh untukmu dari Oma dan Nenek di Jakarta" "Oleh-oleh, siapa yang bawa?" "Hmmm ... Amma pikir sih, sepertinya yang bawa oleh-oleh lebih menarik untuk di lihat dari oleh-olehnya" "Iih Amma, siapa sih yang bawa" "Kalau mau tahu, ayo turun! Amma turun duluan ya" Tari berbalik lalu pergi. 'Siapa sih yang bawa oleh-olehnya?' Karena penasaran, akhirnya Cantika turun juga ke lantai bawah. Ia tertegun sejenak saat melihat Soleh tengah berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nah itu Cantika, sini sayang! Paman Solehmu sudah pulang" Raka menggapaikan tangannya pada Cantika. Mata Cantika menatap Soleh, begitupun dengan mata Soleh. Tatapan yang sarat akan kerinduan, namun hanya sesaat saja tatapan itu bertemu, Soleh cepat menundukan kepalanya. "Aa" "Apa?" "Temani aku ke dapur yuk" pinta Tari. "Mau apa ke dapur" "Aku ingin masak nasi goreng" "Nasi goreng? Bukannya kita sudah makan malam ya Yank?" "Iya, tapi aku ingin makan nasi goreng buatan Abba" "Aduuh, jangan-jangan Ammamu ngidam Cantika" "Iih Aa, ayo dong Aa!" Tari menarik paksa lengan Raka, agar Raka menemaninya ke dapur. "Ya ... ya, Cantika duduk dong sayang, masa mau ngobrol berdiri" ujar Raka. Cantika duduk dengan wajah menunduk. "Soleh ngobrol sama Cantika dulu ya, Kami mau bikin nasi goreng dulu" pamit Tari. "Iya kak" jawab Soleh seraya menganggukan kepalanya. "Ayo Aa" Tari menarik lengan Raka menuju dapur. Raka hanya mengikuti saja, ia tidak memahami apa yang tengah berputar di pikiran istrinya. "Masih marah?" Tanya Soleh dengan suaranya yang lembut. Cantika tidak menjawab, ia sibuk menjalin jemari yang ada di atas pangkuannya. Matanya tertuju pada jemari-jemarinya. "Apa ada yang berubah dari jarimu kalau dipandangi terus Cantika cantik" ujar Soleh, berusaha mencairkan rasa marah di dalam hati Cantika. "Masih marah ya, tidak mau bicara sama Paman Soleh lagi ya, hhhhh ... kalau begitu Paman pulang saja" Soleh berdiri dari duduknya. Cantika masih diam saja. 'Hmmm kemarahannya tidak bisa cair dengan ancaman sepertinya, terus aku harus bagaimana' Soleh menggaruk kepalanya. Ditatapnya Cantika yang masih menundukan kepala. "Paman pulang ya, Paman mau ke dapur, pamit sama Abba dan Amma dulu ya" Soleh ingin melangkah ke dapur. "Paman Soleh tega hiks ... Paman Soleh tidak sayang Cantika lagi hikss" Soleh menghentikan langkahnya. 'Kamu tidak tahu betapa besar rasa sayangku Cantika. Aku menyayangimu, mencintaimu, lebih dari yang kamu tahu' ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD