Chapter 16

1310 Words
"Mommy! Lihatlah siapa yang aku ajak ke rumah." Amanda menyambut kedatangan Lucia yang terlihat begitu bersemangat. Callista melangkah di belakang Lucia pun membuat Amanda menjadi suka melihatnya. "Halo, Callista." "Halo, Nyonya." Amanda kemudian tersenyum manis menatap Lucia. Dirinya lantas menatap Callista. "Lucia bilang kau akan memasak untuknya. Mommy juga ingin mencoba masakan buatanmu." Lucia menjadi merasa sedikit canggung. Akan tetapi ia sangat suka dengan rasa kekeluargaan yang timbul kali ini. Rasanya sungguh begitu menenangkan. "Ayo, kita ke dapur." Lucia pun menggandeng tangan Callista dan mengajaknya melangkah ke dapur. Ia sangat bersemangat karena dirinya dan sang ibu telah merancang rencana yang sangat baik hari ini. Jadi Lucia dan Amanda terlihat begitu sumringah karena mereka telah merencanakan sesuatu. "Anggap saja rumah sendiri, Callista."  Amanda mengatakannya dengan penuh ketulusan.  Rasanya begitu membahagiakan melihat target calon menantunya itu nyaman disini. Apalagi kedekatannya dengan Lucia berjalan mulus. Ia harus berterima kasih kepada Dave yang sangat pintar memilihkan calon menantu. "Iya anggap saja rumah sendiri ya. Santailah," timpal Lucia. ----------- "Ya, Mom?" Lucas terdiam mendengar apa yang ibunya ucapkan melalui telepon. Dirinya pun mengendurkan dasi dan kemudian menghela napas atas apa yang diucapkan oleh ibunya. "Kapan?" tanyanya. Lucas lantas memasukkan satu tangannya ke saku celana, sementara itu tangan satunya memegang ponsel di telinga. "Baik, Mom. Aku akan usahakan tepat waktu." Lucas memejamkan matanya sejenak kemudian memijat kening. "Baik, Mom." "See you, Mom. I love you.." Sambungan telepon berakhir. Lucas lantas kembali menghela napasnya. Ia sudah menduga ini akan terjadi. Setiap ada perempuan yang secara tiba-tiba muncul, maka ibunya pasti berniat untuk menjodohkan. Akan tetapi biasanya ibunya akan secara terang-terangan memperkenalkan perempuan. Atau secara terang-terangan mengajak perempuan pilihannya ke hadapan Lucas. Akan tetapi kali ini ibunya tidak ada menyinggung mengenai perjodohan. Meski demikian, kecurigaan Lucas terasa semakin nyata karena Lucia juga turun tangan. Dave juga benar-benar aneh jadi Lucas sangat yakin ada sesuatu yang terjadi disini dan ia tidak mengetahuinya. Bila sampai Dave dan Lucia juga turut bertindak aneh, maka Lucas yakin kali ini akan menjadi perjodohan yang serius. Lucas kemudian kembali menatap ponselnya. Seraya membaca pesan yang masuk dari Ben. "Callista Aurora," gumam Lucas menyebutkan nama lengkap gadis itu. Nama yang cantik secantik wajahnya. Gadis itu memang cantik, sangat cantik bahkan. Lucas tentu tidak dapat menampikkan fakta bahwa Callista memang menarik. Hanya saja, bukan ketertarikan sejenis cinta yang Lucas rasakan. Hanya sebatas ketertarikan fisik saja. Lagi pula masih ada banyak gadis lainnya yang juga memiliki paras cantik. Lucas kemudian menelpon Dave. Tidak perlu waktu lama hingga lelaki itu mengangkat telepon. "Halo, Dave." Lucas terdiam sejenak. "Sampai kapan kau akan berpura-pura menjadikan Callista pelayanmu untuk mengawasinya?" tanya Lucas. Pertanyaan yang cukup panjang namun itu tidak termasuk panjang bila Lucas bertanya kepada Dave. Mengingat Dave adalah salah satu orang yang seolah mendapat anugrah karena ia bisa mendengar Lucas yang bicara panjang. "Kau dimana?" tanya Lucas. "Aku kesana," ucapnya tegas. Detik kemudian Lucas sedikit menyesali keputusannya. Ia perlu bicara panjang dengan Dave namun ibunya telah meminta agar ia pulang cepat. Bahkan sebelum matahari terbenam. Alasan yang menurut Lucas bukanlah hal yang penting. Ibunya meminta ia pulang cepat karena ada Callista di rumahnya. Itu benar-benar bukan sebuah kondisi dimana Lucas harus pulang cepat. Akan tetapi karena ibunya yang meminta, Lucas akan menuruti itu. Lagi pula selama ini ibunya tidak pernah meminta ia pulang cepat. Jadi tidak mungkin Lucas menolak permintaan ibunya meskipun alasan dari permintaan itu adalah hal yang sangat tidak Lucas sukai. Berhubung ia harus pulang cepat, maka dirinya harus bicara cepat dan sebentar dengan Dave. ---------- Callista tidak tahu bahwa selain ibu Lucia, kakak gadis itu juga akan datang untuk mencicipi masakannya. Padahal awalnya hanya Lucia yang menginginkannya dan bagi Callista itu adalah hal yang biasa saja dalam pertemanan. Akan tetapi karena ibunya ingin turut serta, Callista pun memilih setuju untuk memasak di rumah gadis itu. Lalu apa sekarang, Lucas datang dari kantor dan bergabung di meja makan. Kenyataan itu membuat Callista merasa lemas karena saking bahagia dan cemas. Ia bahagia karena Lucas akan menikmati makannya. Akan tetapi di sisi lain, ia khawatir rasa masakannya tidak disukai Lucas. Belum lagi lelaki itu hanya diam saja sejak datang. Seolah benar-benar membenci situasi ini. Ya, lelaki itu seolah menunjukkan bahwa dirinya kesal dengan Callista. "Bukankah ini sangat lezat?" tanya Lucia. Ia memang bertanya kepada semua orang, namun dirinya kemudian menoleh Lucas yang diam saja sejak tadi. Amanda pun ikut menimpali karena penasaran dengan reaksi sang putra. "Bagaimana, Lucas? Apakah enak?" tanya Amanda. Lucas menoleh kepada ibunya kemudian menganggukkan kepala. Lelaki itu tengah mengunyah ketika ibunya bertanya sehingga ia tidak bersuara untuk menjawab. Anggukkan kepala Lucas itu memang biasa saja. Akan tetapi pengaruhnya terasa sampai menyentuh hati terdalam Callista. Callista pun tidak dapat menahan senyumannya. Meski tanpa kata, setidaknya Callista tahu bahwa lelaki itu menikmati masakan buatannya dengan baik. "Callista memang pintar memasak. Mommy langsung jatuh cinta dengan masakan ini ketika baru mencicipinya," ujar Amanda bermaksud memuji Callista secara terang-terangan di hadapan Lucas. Ia ingin Lucas mulai merasakan bahwa Callista dapat dipertimbangkan untuk menjadi istrinya. Begitu selesai mengunyah, Lucas pun mulai berbicara. "Benar, Mom. Dia cocok untuk menjadi pelayan baru di rumah ini," ujar Lucas kemudian menatap mata Callista. Callista merasa sangat terkejut dengan ucapan Lucas itu. Hatinya terasa tertusuk. Padahal baru saja tadi dirinya merasa senang karena Lucas secara tidak langsung mengatakan masakan buatannya enak. Akan tetapi sekarang lelaki itu justru bersikap sangat menyebalkan. Ucapan Lucas itu membuat suasana meja makan menjad hening dan canggung. Amanda dan Lucia pun menjadi saling pandang. Sementara itu Lucas menatap Callista dengan pandangan penuh mencemooh. Callista terdiam dan memilih mempertahankan adu pandangnya dengan Lucas. Lelaki itu sepertinya memang paling pantas untuk diam saja. Ketika ia bicara, ucapannya benar-benar terasa menusuk. Callista sangat sadar bahwa dirinya adalah seorang pelayan saat ini. Bahkan ia pelayan dari rekan terdekat Lucas. Jadi ia tidak seharusnya besar kepala dengan berada disini dan makan satu meja bersama keluarga Dixie yang terhormat itu. Lucia menatap kakaknya dengan pandangan tajam. Berhubung ia duduk di sebelah Lucas, Lucia pun langsung menendang kaki lelaki itu karena kesal. "Kau ini kalau bercanda memang suka kelewat batas, Lucas!" Callista kemudian tersenyum. "Sayangnya Dave pasti tidak akan mengizinkanku untuk menjadi pelayan di rumah ini, Lucas." Lucas pun menyeringai. Demi Tuhan rasanya Callista tidak dapat menahan diri, Ini pertama kalinya ia melihat Lucas menunjukkan ekspresi yang lain. Selama ini lelaki itu hanya memasang ekspresi datar dan tatapan tajam. Melihat Lucas menyeringai untuk pertama kalinya membuat Callista jadi penasaran akan seperti apa bila lelaki itu tersenyum manis kepadanya. Tersenyum manis dan memberikan tatapan penuh cinta. "Hmm.. Lucas, Mommy ingin meminta tolong agar kau mengantar Callista pulang. Dia sudah menemani Lucia seharian ini dan memasak yang enak untuk keluarga kita." Callista sangat senang dengan permintaan ibu Lucas itu. Hanya saja ia tidak ingin terlihat begitu murah  di hadapan Lucas. Meski dalam hatinya ia menjerit agar Lucas mengantar pulang, namun bukankah ia harus tetap terlihat elegan dengan berpura-pura menolaknya. "Tidak apa-apa, Nyonya. Saya bisa pulang dengan mengendarai taksi." "Supir akan mengantar," ujar Lucas. Lelaki itu terlihat sangat kentara malas mengantar Callista. "Lucas.." Amanda menatap putranya itu dengan serius. Lucas pun terdiam dan lantas menghela napas. "Baik, Mom. Aku akan mandi sebentar." Lelaki itu memang langsung duduk di kursi meja makan karena ketika ia datang bersamaan dengan Callista yang menghidangkan masakannya. Lalu jadilah mereka makan malam bersama. Bahkan ini terlalu cepat untuk makan malam karena mereka makan disaat matahari baru saja tenggelam. Lucas lantas menatap Callista. "Tunggulah," ujarnya. Lelaki itu memang benar-benar bisa membuat perasaan Callista begitu cepat berubah dalam hitungan waktu. Tadi ia membuat Callista senang karena mengatakan masakannya enak meski hanya melalui anggukan kepala. Lalu membuat hati Callista terasa terhunus pedang karena ucapannya yang begitu menyakitkan. Lantas membuat Callista tertantang untuk menolak diantar lelaki itu. Sekarang, satu kata yang lelaki itu ucapkan membuat Callista merasa seolah dirinya adalah pasangan lelaki itu. Bukankah terdengar begitu manis Lucas memintanya untuk menunggu hingga lelaki itu selesai mandi baru setelah itu mereka pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD