09|| MEMISAHKAN MEREKA

2161 Words
“Kau yakin akan melakukan ini?” tanya Aro memberikan kotak kecil persegi empat pada Sky. “Untuk memastikan saja.” Rigel membuka kotak, melihat isinya. Akar rambut dan dua potongan kuku yang berhasil Aro dapatkan dari perawat rumah sakit tempat Sky dirawat. “Tante Kalani sudah merencanakan pernikahanmu dengan Elsa. Andai kecurigaanmu ini terbukti apa yang akan kau lakukan?” “Tentu saja memisahkan mereka." Rigel menutup kotak kemudian beranjak dari duduknya. “Bukankah itu terlalu kejam?” “Dia juga bersikap kejam padaku Aro.” Balas Rigel menimpali. Ia melepas dasi yang bertengger di lehernya dan menjatuhkannya begitu saja di lantai. “Kau sudah periksa istri pria itu?” tanya Rigel. “Tidak ada yang aneh dengannya. Dia putri pemilik perkebunan teh di bandung. Datang ke kota ini dan membangun bisnis. Mereka menikah karena perjodohan.” ujar Aro menyampaikan apa yang ia selidiki tentang istri Elang. Rigel tersenyum mengejek. “Shoera dan pria itu pasangan yang cocok. Sama-sama gila harta.” tukas Rigel, ia mengambil kotak dari meja. “kau tetaplah di sini, aku akan menyelesaikan masalah ini.” ujar Rigel membawa kotak itu melangkah menuju pintu keluar, ia teringat sesuatu dan kemudian berhenti dan berbalik. “Uang yang diambil Shoera dari ibuku. Kau sudah pastikan tidak jatuh ke tangan pria itu?” tanya Rigel memastikan rasa kecurigaannya. “Kita sudah memeriksa lima bank di kota ini. Shoera hanya menyimpan sejumlah uang di bank BCA dan tidak pernah ada pencairan dana ke rekening manapun selain penarikan atm dengan nominal kecil.”ujar Aro dari tempat duduknya. Atas perintah Rigel, Aro menyogok pihak bank untuk mendapatkan informasi keuangan Shoera. "Disaat Seema berada di ujung kehancuran? Kau yakin Ibumu memberikan cek sebesar itu untuk mengusirnya" tanya Aro penasaran. Rigel terdiam. "Menurutmu ibuku berbohong?" "Aku tidak berani menuduh," “Dan aku percaya Ibuku. Cctv cafe tempat mereka bertemu menunjukkan jelas ibuku menyerahkan cek dan wanita itu sumringah menerimanya." ucap Rigel, kemudian keluar ruangan itu berjalan menuju lift yang akan membawanya ke lantai bawah. Di sana sang sopir sudah bersiap menunggu. Begitu melihat sang tuan menghampiri, ia membuka pintu penumpang. “Berikan kuncinya, aku pergi sendiri.” katanya. “Baiklah, tuan.” Sopir menutup kembali pintu lalu menyerahkan kunci mobil. Rigel mengemudikan mobilnya keluar dari area gedung Seema tepat saat Kalani tiba di gedung itu. Kalani menurunkan jendela mobil. “Rigel mau kemana?” tanya Kalani sebelum sopir Rigel meninggalkan tempat itu. “Entahlah nyonya, tuan tidak memberitahukannya.” “Kejar dan ikuti dia.” perintah Kalani pada sopirnya. “Baik Nyonya.” Kalani mencoba menghubungi Rigel tetapi, seperti biasa putranya lebih suka membuatnya jengkel. Menolak panggilannya. *** "Sky," Shoera mendekati putranya, duduk di sisi anak kecil itu. Menatap wajah putranya dengan binar bahagia. "Mami ada kejutan untukmu." ucapnya. "Kejutan?" tanya Sky, menyoroti wajah ibunya dengan tatapan serius. Shoera mengangguk antusias. "Kejutan apa, Mi?" Bocah kecil itu tidak sabar untuk mengetahui kejutan yang akan diberikan Shoera untuknya. "Mmm, dokter memberimu izin pulang." "Sungguh?" Tanya Sky antusias. Shoera kembali menganggukkan kepalanya. "Nanti sore." ucapnya melengkapi kejutan itu. "Asik …." Sorak Sky kegirangan seraya bertepuk tangan, apa yang di dambakannya kini terwujud. Pulang ke rumah tempat ternyaman baginya. Kebahagian Sky menulari Shoera, benar-benar tidak menyangka meninggalkan rumah sakit sesuatu yang paling diidamkan putranya. "Kau senang?" "Tentu saja." Seharusnya Shoera tidak perlu bertanya. "Dengan begitu aku terbebas dari jarum suntik mengerikan ini. Benarkan Mami?" tanya Sky lagi. "Shoera mengangguk, senyum terbit dari bibirnya. Sejujurnya ia ingin meluruskan bahwa putranya tidak seutuhnya lepas dari yang namanya obat. Namun, ia tidak tega menyurutkan senyum putranya yang mengembang seperti kelopak mawar di pagi hari. "Tapi, Sky kali ini kita tidak pulang ke rumah," ujar Shoera. Sky mengerutkan kening, "lalu kita pulang kemana?" tanya Sky bingung. "Tante Azura meminta kita tinggal bersamanya. Sky mau kan?" "Tentu saja, bukankah lebih tenang? Disana seperti tinggal di hotel." Sky terkekeh, ia dan Shoera sering bertandang kesana dan putranya menyukai kost an Azura yang terletak di lantai tiga. "Wah, Mami pikir kau tidak akan setuju ternyata kau sangat bahagia ya?" Shoera menggelitik perut Sky membuat anaknya itu terkikik. "Cukup, Mi. Geli." Sky tergelak.-gelak. Shoera berhenti menggelitik, ia menunggu putranya berhenti tertawa. Sky tampak lelah dan terengah-engah. Rasa sakit menjalar di tubuh Shoera melihat tubuh putranya masih lemah. "Sembari menunggu dokter datang, Mami siapkan keperluan kita pulang dan kamu silahkan istirahat sebentar." ujar Shoera mengusap kepala Sky. "Baiklah," Patuh Sky segera berbaring dan mendapatkan hadiah kecup di keningnya. Shoera kemudian beranjak keluar kamar, duduk pada salah satu bangku depan ruangan itu. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana. Mencari nomor Azura untuk ia mengirim pesan. [Zura, masih tugas?] ia menekan tanda send. Sesudah itu ponselnya berdering, panggilan dari Elang. Shoera menutup kelopak mata dengan nafas tertahan menimbang apa yang harus ia lakukan. Menolak atau menjawab panggilan itu. "Halo," Ia memutuskan mengangkat panggilan itu. "Sho, aku sedang berada di kantin rumah sakit. Tolong kemari aku tunggu." ujar Elang dari ujung telepon berhasil menciptakan kerutan di kening wanita itu. Shoera berdecak, setelah panggilan itu terputus. Pesan dari Azura ternyata sudah masuk. [Masih. Satu jam lagi aku kesana.] [Baiklah dokter.]Balas Shoera, wanita itu kemudian berjalan menemui Elang mantan suaminya. Elang melambaikan tangan ke arah Shoera di depan pintu kantin. Ia tersenyum beranjak dari duduknya. Menarik tempat duduk untuk Shoera. Mendapat perlakuan semacam itu membuat Shoera tidak nyaman. Sebab mereka hanya orang asing yang sudah memiliki kehidupan sendiri-sendiri. "Terima kasih, Elang." Ucapnya menghargai dan ia duduk. "Latte kan?" tanya Elang memastikan. Latte kopi kesukaan Shoera, ia sering memesan minuman itu sewaktu dulu mereka masih bersama. "Tidak perlu, El. Kita bicarakan apa maksud kedatanganmu kemari " kata Shoera. "Aku sengaja memesannya untukmu, aku ingat kalau kamu menyukainya." Elang mendorong segelas latte kedepan Shoera. Shoera tersenyum tipis. "terima kasih." gumamnya. "Ada hal penting yang ingin kau sampaikan?" tanyanya. Elang mengulum bibir tampak memikirkan sesuatu."Bagaimana keadaan Sky?" tanya Elang. "Alhamdulillah hari ini dokter mengizinkannya pulang." ujar Shoera. "Syukurlah. Senang mendengarnya."Elang tersenyum bahagia. "Sho, aku benar-benar ingin terlibat membesarkan Sky."lanjutnya lirih menatap lekat wanita di hadapannya. Shoera meniup nafas pelan, melarikan tatapannya dari pandangan Elang yang penuh harap. "Aku tidak bisa menerima niat baikmu Elang." Shoera menolak niat baik Elang. Dia tidak ingin terlibat lagi dengan pria ini. "Karena apa? Aku ingin membantumu membesarkan Sky. Tolong berikan aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita." ujar Elang sedikit mendesak. "Hubungan kita?" Shoera menghela nafas lelah. "Hubungan kita sudah kandas dan tidak ada yang perlu diperbaiki Elang." ujar Shoera, "tolong janga_" "Demi Sky." Elang menyela. Shoera menggigit bibir menatap lamat-lamat wajah Elang sembari memikirkan apa yang harus ia katakan supaya Elang berhenti peduli padanya. "Kau yakin ini demi Sky?" tanya Shoera penuh selidik. Elang tampak berpikir, "aku masih mencintaimu Shoera. Tidak ada yang berubah selama kita berpisah. Kau tetap masih berada disini." kata Elang menunjuk dadanya, letak hati kecilnya berada. Shoera menatap lurus mata pria itu untuk mencari kebenaran dari ucapan Elang. 'Bagaimana jika aku menerimanya, setidaknya untuk Sky. Mungkin Elang bisa membantu biaya pengobatan Sky . Lagipula sepertinya Elang tulus.' "Elang apa kau yakin dengan ucapa__" Ponsel Elang berdering di atas meja menjadikan Shoera berhenti bicara. Vivian menelponnya. Ia sempat melirik nama itu pada layar ponsel Elang. "Kau tidak mengangkatnya?" tanya Shoera ketika Elang memilih memutus panggilan itu. "Ah bukan sesuatu yang penting. Tadi, bilang apa?" Ponselnya kembali berdering. Rona wajah pria itu berubah pias. "Angkat saja dulu." ujar Shoera. “Baiklah, aku angkat sebentar.” ucapnya kemudian. Seringai mengejek terbit di bibir Shoera melihat Elang menjauh darinya untuk menjawab panggilan Vivian. Vivian. Mengingat nama itu, Shoera membawa ingatannya pada pertemuannya dengan istri Elang. “Shoera kan?” tanya wanita bertubuh mungil ketika Shoera meletakkan segelas cappucino dan sepotong cake untuk pelanggannya itu. Shoera terdiam sebentar mencoba mengingat wajah yang menyebut namanya. Sungguh, ia tidak mengenal wanita itu. “Maaf apa kita sebelumnya saling kenal?” tanya Shoera sopan. wanita itu tersenyum manis. “duduklah, mari kita kenalan.” katanya kemudian. “Maaf Nyonya, aku sedang bekerja.” “Aku akan bertanggung jawab dengan jam kerjamu yang kusita. Duduklah.” katanya menatap Shoera yang berdiri mendekap nampan di dadanya. Shoera duduk di hadapan wanita itu. “Namaku Vivian. istri Elang, kau pasti sangat mengenalnya bukan?” katanya mengenalkan diri. Shoera terkejut, ia menelan ludah yang terasa pahit seperti empedu. Wajah putihnya berubah pucat seolah berhenti dialiri darah. “Kau terkejut?” tanya wanita itu. Sangat tenang menatap Shoera yang pucat pasi. “Tentu saja,” Shoera mengakui bahwa dia sangat terkejut pun Vivian pasti dapat menilai andai dia menyangkal. Wajah nya benar-benar tegang. “ada perlu apa menemuiku?” tanya Shoera kemudian. Vivian menipiskan bibir, “aku sangat penasaran wanita seperti apa yang membuat suamiku bersikap dingin padaku.” kata Vivian, ia mengamati wajah Shoera, menilai dan membandingkan dengan dirinya sendiri. “ternyata wanita pengganggu itu sangatlah cantik,” katanya dengan sikap tenang. Sudut bibir Shoera tertarik miring, terganggu dengan ucapan Vivian. “wanita itu istrinya bukan seorang pengganggu.” ralatnya. “Tapi andalah yang masuk dan mengganggu hubungan kami.” tukas Shoera. Senyum Vivian mengembang. “Kau yakin aku yang mengganggu?” tanyanya. “Apa perlu dijelaskan?” “Sepertinya kau salah paham dalam hubungan kami. Ibu mertuaku sudah lebih dulu mengenalkan aku pada Elang dan memilihku menjadi menantunya sebelum Elang berkenalan denganmu.” “Ibunya yang memilihmu bukan dia.” “Bagi Elang pilihan ibunya yang terbaik itu sebabnya kami menikah.” “Dan aku tegaskan aku masih istrinya. Tinggal mengesahkan secara hukum.” “Mantan.” “Kami belum bercerai,” “Kau butuh ketuk palu untuk memperjelas perceraian kalian? Kau hanya butuh talak dan itu sudah kau dapatkan darinya.” ucap Vivian dengan jelas, mengingatkan Shoera. Ketika itu Shoera masih berharap hubungan dengan Elang bisa diperbaiki. Tidak masalah jika pada akhirnya dia menjadi orang kedua dalam hubungan pernikahannya. Yang terpenting Elang mencintainya dan mencintai Sky. Pun Sky butuh sosok ayah dalam hidupnya. Kemudian ia menarik ucapannya yang ingin bercerai. Walau sangat sakit Shoera menerima Elang tidak lagi pulang ke rumah di malam hari. Namun, Elang kembali mengecewakannya, menghancurkan hatinya tepat di ulang tahun Sky. Dia datang bukan untuk merayakan ulang tahun putranya melainkan memberi talak untuk Shoera tanpa alasan yang pasti. “Lalu untuk apa kau datang kemari?” Shoera menatapnya tajam. “Cafe ini milikku. Aku membeli dari pemiliknya tapi, kau tenang saja. Aku akan bersikap profesional mempekerjakanmu disini. Pun aku tidak ingin melanggar perjanjian yang telah kami sepakati dengan Elang.”jelasnya. Shoera tercengang, sebelumnya ia memang mendengar bahwa cafe ini telah berpindah tangan pada pemilik barunya. Namun pemilik cafe yang baru belum pernah terlihat atau datang memperkenalkan dirinya secara formal pada pekerjanya. “Perjanjian apa?” tanya Shoera, bingung. Vivian tersenyum manis. “aku tidak boleh mengganggumu.” katanya “suamiku tidak ingin kau kehilangan pekerjaan. Tempat ini satu-satunya ladangmu bukan? Kau juga mahasiswa kedokteran. Asuransi ibumu sudah tidak sanggup menolong kehidupanmu lagi.” ujar Vivian lagi. Shoera terdiam. “Elang menikah denganmu karena cinta. Tapi Elang menikah denganku supaya kehidupannya berubah membaik. Ibunya sakit dan akulah yang bertanggung jawab untuk biaya pengobatannya. Dia tidak akan pernah bisa lari dariku Shoera. Hidupnya terikat padaku.” ujar Vivian menjelaskan. “Kau mengikatnya dengan kekuasaan mu?”tanya Shoera. “Percayalah jika kau di posisiku. Kau akan melakukan hal yang sama untuk mempertahankan milikmu.” tegas Vivian. Shoera sadar dia tidak memiliki apapun selain cintanya. Dan itu tidak cukup. Mungkin karena itulah Elang memilih pergi. Setelah mengetahui ia bekerja untuk Vivian, Shoera memilih keluar dari cafe dan pindah tempat tinggal untuk menghindari Elang, kali-kali pria itu datang menemuinya kesana. " Shoera," Elang menyentuh tangan Shoera yang sedang melamun. "Eh?" Refleks Shoera menarik tangannya, ia tidak menyadari kalau Elang sudah kembali duduk. “Kau melamun?” tanya Elang. Shoera menggelengkan kepala. “Shoera, bagaimana?” “Apanya?” "Mengenai permintaanku tadi?" Shoera meragu untuk menyampiakn isi hatinya. Ia takut jika Vivian melakukan sesuatu yang akan merugikannya kelak. Pun hatinya tidak dapat ia pastikan masih ada atau tidak untuk Elang. “Aah … itu. Elang, jangan memaksakan dirimu untuk masuk kembali dalam kehidupan kami. Aku tahu kehidupanmu dikuasai istrimu, pun Sky sudah terbiasa tanpamu. Akan terasa asing jika kau hadir lagi.” kata Shoera menolak. “Shoera …” Elang memelas. "kau menolakku karena Vivian?"tanya Elang. "Tentu saja." "Kami tidak pernah memiliki rasa cinta Shoera. Rumah tangga yang aku bangun hambar. Kau tidak tahu seberapa menderitanya aku bertahan tanpa cinta untuknya." ujar Elang, ia menyugar kasar rambutnya kebelakang. "aku berencana menyudahi pernihakanku. Itu sebabnya aku berani memintamu kembali. Alasan untuk bersamanya sudah tiada." sambung Elang. "Maksudmu?" "Yah, ibuku sudah meninggal." Shoera tertawa kecewa. "Kau sangat egois Elang. Ibumu akan kecewa melihatmu begini." "Shoera, sebelum Ibu meninggal dia menyadari kalau putranya tidak pernah bahagia. Ibu berpesan supaya aku mencari kebahagiaanku dan itu kamu dan Sky." ucap Elang menyakinkan Shoera. "Tapi aku tidak bisa bahagia Elang diatas penderitaan orang lain." "Bisakah kau menutup mata demi kebahagiaanmu? Atau lakukan ini demi Sky." Desak Elang. Shoera terdiam sejenak. "K-kapan rencananya kalian berpisah?" tanya Shoera meragu. "Jika kau bersedia menerimaku kembali. Aku akan mengajukan gugatan cerai untuk Vivian."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD