16|| DI TUBUH INI ADA DARAH DADDY

1363 Words
Profesor Ari memeriksa data kesehatan Sky yang mereka dapatkan dari rumah sakit tempat anak itu dirawat sebelumnya. “Leukemia stadium satu, dan … disini dinyatakan pasien sebelumnya sudah menjalani tiga kali kemoterapi.” Profesor meletakkan berkas yang baru saja ia baca.  “Dan hasil pemeriksaan kita tadi, anak ini berada di tahap remisi.”lanjut Profesor Ari membacakan hasil kontrol Sky lewat monitor laptopnya.  “Remisi? Maksudnya apa, Prof?” Tanya Rigel mengeryit bingung. Jantungnya melopat-lompat di dadanya. Seolah ingin berpindah tempat. “Remisi itu istilah medis yang disematkan pada pasien cancer.” Profesor Ari menimpali ucapan Rigel.  “Artinya tubuh pasien tidak mengandung sel cancer lagi,” jelasnya. “Itu artinya putra saya sudah sembuh?” tanya Rigel, menatap dokter dengan tatapan serius.  “Sebenarnya dalam dunia medis penyakit cancer tidak dapat dinyatakan sembuh. Istilah yang digunakan adalah Remisi. Jadi pada masa remisi ini, pasien harus tetap kontrol secara teratur. Istirahat teratur dan mengkonsumsi makanan sehat. Terutama sayur dan buah untuk menetralkan racun dalam tubuh,” ujar profesor Ari, menjelaskan kondisi Sky pada Rigel.  Rigel bernafas lega, mengangguk paham dengan penjelasan profesor. “Dan selain itu …,” kata profesor Ari, menciptakan kerutan tebal di kening Rigel. Jantungnya kembali berdebar kuat. “Iya,?” “Usahakan pasien tetap dalam keadaan bahagia, dalam artian pasien tidak boleh stres fisik dan psikis. Supaya pengobatan lanjutan dapat diterima baik oleh tubuhnya. Anda pernah mendengar istilah, Bahagia adalah kunci kesehatan? Nah, terapkan itu pada putra anda.” lanjut Profesor Ari. “Putra anda masih sangat muda, mungkin dia akan lebih hebat dari anda nantinya. Jadi bantu anak anda untuk membunuh utuh penyakitnya.” saran Profesor Ari.  Rigel mangut-mangut. “Jadi putra saya tidak perlu menginap Profesor?” tanya Rigel memastikan.  “Tidak perlu, pengobatan sebelumnya berjalan sangat baik. Aku yakin itu karena dukungan keluarga. Untuk kontrol selanjutnya, akan saya jadwalkan. Nanti perawat saya akan menyampaikannya, ya?” “Baik profesor, kalau begitu saya izin keluar.”   “Silahkan.”  Rigel beranjak dari duduknya, lalu membawa langkahnya keluar ruangan profesor. Di depan pintu, dua anak buahnya sudah menunggu. “minta sopir stand by di depan.” perintahnya seraya melangkah lebar.  “Baik, tuan.” Salah satu anak buahnya menutup pintu ruangan profesor sementara yang satu mengikuti Rigel dari belakang sembari menghubungi sang sopir untuk melakukan perintah sang tuan.  Rigel masuk ke ruangan Sky, disana ada Aro. Duduk menemani anak kecil yang sedang meringkuk di bangsal membelakangi Aro.  “Bagaimana hasilnya?” tanya Aro, berdiri dari duduknya.  “Dia belum bicara dari tadi?”  “Menangis, iya.”  Rigel berdecak mendaratkan tubuhnya di sofa.  “Tidak perlu menginap, cukup kontrol teratur dan menjaga pola kesehatannya. Aku akan membawanya pulang.” kata Rigel, ia mengeluarkan ponsel dari saku jas yang ia pakai. “Tinggallah untuk mengambil obat dan jadwal kontrol selanjutnya.” katanya pada Aro.  “Oke,”  Rigel mencari nomor dalam layar ponselnya kemudian menghubunginya. “halo,” sapanya setelah panggilan itu tersambung. “Tolong siapkan kamar, tipe deluxe room. Satu jam saya tiba disana.” perintahnya dari telepon genggamnya.  “Kau menginap di hotel?” tanya Aro dengan tatapan bingung setelah Rigel mengakhiri panggilannya. “Saat ini apartemenku tidak nyaman.” “Kau bersembunyi dari Shoera?” Seringai di bibir pria itu terbit. "Untuk apa aku bersembunyi darinya." ucapnya. "Aku menghindari Elsa dan Kalani Dua wanita itu membuatku pusing."ucapnya malas. Aro mengulum senyum melihat raut kesal Rigel. "Lalu bagaimana dengan Sky? Kau tidak berencana mengenalkannya dengan neneknya?" tanya Aro. "Tentu saja, aku akan mengenalkan putraku setelah berhasil memenangkannya dari wanita itu." Aro terkekeh, "Sebaiknya lupakan dendammu. Dia melahirkan darah dagingmu tanpa kau di sisinya."ujarnya. "Jangan berpihak padanya." "Pikirkan bagaimana ia menjalani ini semua. Dinegara ini hamil tanpa adanya ikatan pernikahan itu sebuah aib." "Dia yang membuat dirinya rendah Aro! Bukan aku. Aku berusah memperjuangkannya. Dan dia lebih memilih pergi dengan uang ibuku. Jika dia dipermalukan karena hamil di luar nikah itu salahnya sendiri."Rigel menggeramkan ucapannya dari tempat duduknya. "Terserah kamu saja. Sebagai teman aku berusaha memberi saran supaya kelak kau tidak menyesali keputusan yang kau ambil."ujar Aro . Rigel menyugar rambutnya kebelakang. Menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Menoleh pada Sky di bangsal. “Bangunkan dia,”ucap. “Dia putramu.” Aro menolak, mengambil jas yang menyampir di sandaran bangku bekas tempat duduknya. “kau harus mulai mendekatinya.” tambahnya, berjalan menuju pintu.  “Aro,” “Kalau tidak sanggup, panggil ibunya, tuan Seema.” ucap Aro, kemudian meninggalkan Rigel menatapnya kesal.  “Solusi macam apa itu? Aku tidak akan mengizinkan wanita itu menyentuh putraku.” ucapnya, menggertakkan gigi. Ia berdecak, melihat ke arah bed.  Rigel melangkah mendekati bangsal, menarik tempat duduk lalu mendaratkan tubuhnya pada benda itu. Ia mengamati wajah Sky. Wajah tegang dan pucat pasih. Bulu mata anak itu ketekuk dalam. Rigel menyadari kalau bocah itu tidak sedang tidur.  “Sky?” panggilnya. Anak itu mengabaikannya. “bangunlah, kita pulang.” ucapnya dengan nada perintah yang terdengar dingin. Tidak ada respon dari Sky.  “Sepertinya kau betah tinggal di rumah sakit, bagaimana kalau kita menginap disini?Jarum suntik dan menelan obat pasti sangat menyenangkan.” ucap Rigel mencoba menakut-nakuti. Sayangnya itu tidak berhasil. Sky tetap dalam keras kepalanya. Bergeming.  Rigel tersenyum kiri, dia tahu cara membuat lelaki kecil ini patuh. Ibunya. “Jangan membuatku marah, Sky. Kau ingin mendengar Ibumu menangis?” tanya Rigel, sengaja mengancam.  Rupanya Sky terpengaruh ancaman Rigel, perlahan anak kecil itu membuka matanya, tatapan matanya langsung ke bola mata Rigel. Sky menatap tajam Daddy nya.  “Bangunlah, jangan menatapku seperti itu,” ujar Rigel. “Kita pulang.” imbuhnya. Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan sinis putranya.  “Apa kau sungguh-sungguh Daddy ku?” tanya Sky.  “Kau meragukannya?” Bukannya menjawab, Rigel justru balik bertanya.  “Kenapa  aku harus percaya bahwa kau Daddy ku?” Rigel terdiam sebentar, memikirkan sesuatu lalu ia beranjak dari duduknya. “bangunlah, Daddy akan tunjukkan bukti bahwa kau benar-benar putraku.” ujar Rigel, ia berpindah duduk ke tepian bangsal.  “Aku tidak tertarik dengan bukti yang kau punya.” Sky menolak bangun.  “Bagaimana cara Mamimu membesarkanmu? Kau sangat pembangkang.” Rigel membantu Sky duduk, sedikit memaksa. “Mami bilang, aku anak baik.”  “Kalau begitu tunjukkan, bahwa kau benar-benar anak baik.” “Aku akan menunjukkan sikap baikku kepada orang yang mencintai Mami. Seperti Papi Elang.”  Rigel tertegun mendengar perkataan putranya. “Dia benar-benar Papimu?” tanya Rigel setelah terdiam sejenak.  “Iya.  Papi Elang orang baik bukan sepertimu. Baru bertemu pertama saja sudah membuat ibuku menangis.” Ketus Sky memalingkan wajahnya kesal.  Rigel menggigit bibir melihat tingkah marah putranya,”Lalu kenapa kau menolaknya?Kau bilang dia bukan Papimu.”  “Aku tidak mengatakan itu.” sanggah Sky.  “Daddy mendengar jelas, kau meneriaki pria itu. Atau kau memang anak durhaka menolak Papimu?” tuduh Rigel. Sky mendelik. “aku berteriak karena dia meninggalkan kami!” teriaknya kesal.  Rigel menahan senyum, ia berhasil membuat anak kecil itu mengakui kemarahannya pada Elang.  “Artinya dia bukan orang baik. Papi macam apa yang tega meninggalkan keluarganya?” Rigel memancing kemarahan Sky.  Sky mengerucutkan bibirnya, masih melipat lengan di depan dadanya. Kemudian menyipitkan mata melihat Rigel,”kau bilang punya bukti kalau aku ini putramu, mana buktinya? Atau kau sengaja berbohong?” selidik Sky sekaligus menuduh pria dewasa itu berbohong.  “Untuk apa aku berbohong. Jadi kau ingin sekali melihat buktinya?”  “Umm,” lirih anak itu nyaris tak terdengar.  “Baiklah,” Rigel mengetuk aplikasi kamera pada layar ponselnya kemudian mendekati Sky. “Lihat kamera.” ucapnya. Dengan impulsif Sky melihat kamera ponsel kemudian Rigel mengambil gambar mereka berdua.    “Coba lihat ini, kau dan aku bagai pinang dibelah dua. Kita sangatlah mirip. Ini salah satu bukti yang bisa kau cerna secara logika. Kalau bukti akuratnya, di tubuh ini ada darah Daddy mengalir.” ujar Rigel menunjuk d**a putranya.  Sky mengernyit bingung. “bagaimana bisa darahmu ada di tubuhku? Kita kan baru bertemu?” tanya Sky dengan raut polos. Kemaran anak itu mulai memudar. Rigel menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia juga tidak paham bagaimana cara menjelaskan masalah ini pada putranya.. “Aaa, begini saja. Kita pulang dulu, Daddy akan menjelaskannya nanti di rumah,” ujar Rigel. Ia membantu Sky turun dari bangsal. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD