12|| HASIL TES DNA

1536 Words
Shoera membeku dalam pelukan hangat Elang. Mereka terdiam cukup lama sampai Elang menarik tubuhnya kembali normal. "Kenapa tidak mengangkat panggilanku, Sho?" tanya Elang menatap lekat Shoera yang masih terdiam dalam keadaan bingung. "I-itu …, a-aaku." Shoera gugup. "Ah… tidak masalah yang penting kita sudah bertemu." ujar Elang menarik tangan Shoera keluar meninggalkan tempat itu dan sialnya Shoera patuh. "Elang." Shoera menghentakkan tangannya hingga genggaman Elang terlepas. Shoera berdecak malas "Kau ini sedang apa?"tanya Shoera, menatap Elang mengernyit bingung. "Aku minta waktumu selama dua jam dari bosmu. Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu itu dengan makan siang." ujar Elang, tatapannya seperti memelas. Shoera menarik nafas dalam-dalam. "Sorry Lang, aku tidak bisa." Tolak Shoera, ia merasa tidak nyaman dengan sikap Elang. "Shoera," Elang meraih tangan wanita itu, "Sebentar saja." pintanya penuh harap. Elang menghela nafas panjang. Melihat mata mengiba Elang membuatnya tidak tega."Lain kali jangan lakukan ini. Aku tidak enak sama pekerja yang lain."ucap Shoera, membuka pintu mobil kemudian masuk. Elang tersenyum kecil menutup pintu mobil setelah Shoera duduk nyaman kemudian ia melangkah panjang menuju sisi kemudi. "Apa kabar putraku , Sho?" tanya Elang, ia menghidupkan mesin mobil. “Masih sakit," balas Shoera. "Kapan kontrol?" "Dua hari lagi." "Aku temenin ya?" tanya Elang seraya mengemudikan mobilnya keluar dari area laundry. "Tidak perlu, Lang." tolaknya, menatap lurus jalanan macet. "Kau masih belum cerita tentang pertemuan kita?" "Sky tidak tertarik." Elang menoleh sebentar ke arahnya, sebelum fokus kembali ke depan menyetir. Mendengar tanggapan Sky mengenai dirinya dadanya berdenyut perih. Seperti ditusuk belati tak kasat mata, dan rasa sakitnya menjalar keseluruh jasmaninya. "Oh iya Sho, mengenai pekerjaan yang aku tawarkan, kau tidak berniat melamar disana? Aku pikir pekerjaan itu lebih ringan untukmu daripada bekerja di Laundry." ujar Elang. "Terima kasih Elang, nanti aku pikirkan jika tertarik." "Baiklah, lebih cepat lebih baik, Shoera. Mereka membutuhkan staff accounting." ujar Elang. Elang meminta secara pribadi pada pemilik perusahaan supaya menerima lamaran Shoera jika wanita ini mengirim lamaran pekerjaan kesana. "Umm." Shoera melirih. Mobil yang mereka kendarai memasuki area restoran. Valet parkir menyambut dengan hangat. Elang membukakan pintu mobil untuk Shoera, kemudian menutupnya kembali setelah Shoera keluar. Shoera tertegun ketika Elang berani menggandeng tangannya masuk ke dalam restoran. Ia mengikuti langkah Elang menuju meja makan lalu duduk di kursi yang ditarik Elang untuknya. "Terima kasih," lirih Shoera. Elang mengambil posisi duduk di hadapan Shoera."Mau makan apa, Sho?"tanya Elang seraya membuka menu. "Terserah kamu saja," Shoera membawa pandangannya berkeliling ruangan restoran. Pengunjung cukup ramai, sebagian besar pekerja kantoran, tampak dari penampilan mereka. Sementara dirinya mengenakan kemeja lengan pendek bertuliskan nama Laundry mereka. Kemeja yang ia kenakan terlalu mencolok, sama seperti seragam yang dikenakan cleaning service tempatnya dulu bekerja sebagai dokter. Ia merasa malu, membawa kepalanya menunduk dan sibuk memilin-milin jemarinya dibawah meja. "Udang bakar madu satu porsi dan cumi saus padang satu porsi. Sayurnya capcay dan untuk minum, saya pesan dua orange jus." Pelayan menulis pesanan mereka. "Oke, saya ulang ya pa. Udang bakar madu, cumi saus padang, dan Capcay. Semua masing- masing satu porsi. Dan dua orange jus. Masih ada lagi?" tanya pelayan setelah mengulang membacakan pesanan Elang. "Itu saja," "Baik, segera diantar ya pak." Pelayan meninggalkan mereka. "Sho, a...bagaimana kalau aku menemui Sky secara langsung?" tanya Elang menarik perhatian Shoera dari diamnya. Wanita itu mengangkat kepala yang tertunduk dalam. Ia menatap Elang sembari memikirkan permintaan pria itu. “Baiklah,” ucapnya setuju. Shoera berpikir tidak perlu menghalangi Elang untuk bertemu dengan Sky. Biarkan saja waktu berjalan. Putranya yang memutuskan menerima Elang dan memaafkannya atau tetap membenci. “Terima kasih, Sho. Kapan aku bisa bertemu dengannya?” tanya Elang. Ia bahagia mengantongi izin Shoera untuk menemui Sky. “Saat aku membawa Sky kontrol. Kau boleh menemuinya di rumah sakit.” “Baiklah. Aku akan datang tepat waktu. Katakan jam berapa?” “Sepuluh pagi.” “Oke,” Elang mencatat dalam pikirannya agar ia tidak lupa dan kehilangan kesempatan bertemu Sky. Ia harus berhasil meluluhkan hati putranya untuk menarik perhatian Shoera. Pelayan membawakan pesanan mereka, menyajikan diatas meja. Semua makanan tampak menggugah selera. “Semua pesanannya sudah ada ya pak? Terima kasih dan selamat menikmati.” “Terima kasih,” balas Elang. sebelum pelayan meninggalkan meja mereka. “Apa cumi balado masih lauk favorit kamu? Dulu kita sering beli satu porsi dan bagi dua untuk menghemat biaya makan.” ujar Elang menempatkan cumi sambal balado di hadapan Shoera. Shoera mengangguk, ia tidak melupakan hal itu. Tapi, siapa sangka jika biaya kehidupan Elang di kota juga atas bantuan Vivian. “Belum ada yang berubah dariku Elang. Semua masih sama kecuali hati,” ujar Shoera, mendengar itu wajah Elang berubah pias. Ia mengangguk kecil dan mulai menikmati makanannya dalam keadaan hening dan tenang. *** Rigel tertegun selama beberapa saat di tempat duduknya. Pikirannya seolah berhenti bekerja setelah dokter di hadapannya membacakan hasil tes Dna. Jantungnya berdebar tidak teratur, mencoba mengingat-ingat wajah Sky dalam pertemuan pertama mereka. "Tidak mungkin." Gumamnya, Dna Sky dinyatakan sama dengan Dna miliknya. “Pak, Rigel,” Entah sudah berapa kali dokter menyadarkan dari kebisuannya. Hingga dokter memberanikan diri menyentuh tangan Rigel dan mengguncangnya. Rigel tersentak dan terlihat kebingungan. “Anda tidak apa-apa?” tanya dokter, memastikan Rigel dalam keadaan baik-baik saja. “Ah, iya. Aku baik-baik saja.” gumamnya terbata--bata. Seketika wajahnya berubah menjadi sangat bodoh. Rigel berusaha sadar dari kebingungannya. “j-j-adi ini sudah 100% benar?” tanya Rigel memastikan. “Hasil Lab yang berbicara pak Rigel. Jika anda merasa ragu dengan hasil lab kami, saya sarankan untuk melakukan tes ulang di rumah sakit yang berbeda. Namun, kami yakin dengan hasil lab rumah sakit kami.” ujar dokter meyakinkan Rigel. “Tidak perlu, saya percaya dengan hasilnya." “Kalau begitu ini hasilnya, pak.” Dokter menyerahkan hasil lab yang baru saja ia bacakan. Rigel menerimanya dan membaca ulang dalam hatinya. Shoera, kau melahirkan putraku? Sungguh? *** Rigel menghubungi Aro seraya mengemudikan mobilnya, lelaki disana mengangkatnya. “Halo,” “Bagaimana?” tanya Rigel. Ia meminta Aro memeriksa keadaan Sky di rumah sakit tempat anak lelaki itu di rawat. “Sky sudah pulang dari rumah sakit.” kata Aro, ia keluar dari lift dan tidak sengaja menyenggol Azura yang hendak masuk lift. “Sorry,” ujar Aro meminta maaf, menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Halo, Aro…” “Tidak apa-apa,” Azura berdecak saat pintu lift tertutup dan meninggalkannya. “Anda tidak apa-apa?” tanya Azura ketika mendapati Aro terpaku melihatnya. “Aah, iya, aku tidak apa-apa.” Aro terbata-bata. “Halo, halo Aro.” Rigel kesal. Azura menunggu lift terbuka sembari memainkan ponselnya. “Wanita ini." gumam Aro dalam hati mengagumi penampilan Azura yang tampak berbeda dari pertemuan pertama mereka. Ia masih berdiri di samping Azura menatap wanita itu diam-diam, membawa ingatannya saat Aro membawa Azura ke hotel dalam keadaan mabuk. Aro menggendong Azura masuk kedalam kamar hotel dan membaringkannya pelan. Ketika Aro hendak beranjak dari sana, Azura menahan tangan pria itu dan menyentaknya hingga nyaris terjatuh menimpa Azura beruntung ia sigap mendaratkan tangan di sisi tubuh Azura untuk menahan berat badannya, namun posisi wajah mereka sangat dekat. Aro bahkan merasakan hangat dan bau minuman alkohol dari nafas Azura. Aro mengamati wajah Azura yang dalam keadaan setengah sadar. Aro meneguk salivanya ketika hembusan nafas Azura membelai wajahnya. Dan bibir merah muda gadis itu terbuka kecil, menggoda untuk disentuh. Aro semakin menghilangkan jarak di antara wajah mereka dan bibirnya hampir menyentuh bibir Azura, Namun, sialnya bagi Aro wanita itu mendorong wajah Aro menjauh dari wajahnya. Aro terkesiap ketika ponselnya berdering dari Rigel. Ia segera mengangkatnya lalu membawa langkahnya menjauh dari Azura yang kini telah masuk ke dalam lift. “Kau membuang waktuku Aro!” teriak Rigel dari ujung telepon. Aro menjauhkan ponselnya sebentar dari telinga. Teriakan Rigel berhasil menghantam kedalaman telinganya. “Saya berhasil mengantongi jadwal kontrol Sky.” ujar Aro kemudian. Ia menahan diri untuk tidak membalas menggertak Rigel. Walau mereka berteman baik. Aro mengerti posisinya sebagai asisten pria angkuh itu. “Katakan!” “Besok kontrol pertama mereka. Jam sepuluh pagi.” Rigel memutus panggilan telepon, kemudian menginjak pedal gas mobilnya penuh untuk menambah kecepatan menuju Apartemennya. Setibanya di apartemen, ia terkejut melihat Elsa menyambutnya di depan pintu. “Rigel kau sudah pulang?” Elsa memeluk Rigel lalu bergelayut manja. “sudah satu jam menunggumu disini.” ucapnya dengan binar bahagia. “Kau mengetahui sandi pintu ini?” tanya Rigel dengan raut muram. Saat ini suasana hatinya sangat buruk dan tempat yang selama ini menjadi tempat ternyaman baginya kini didatangi bebas oleh Elsa. “Tante Kalani memberikannya.” Elsa melipat lengan di depan dadanya, “ aku sangat cemburu saat mengetahui nomor sandinya.” Elsa mengerucutkan bibirnya. Sandi apartemen Rigel tanggal lahir Shoera. Dulu Rigel menyewa apartemen di dekat kampusnya. Ia menggunakan tanggal lahir Shoera pada pintu pintar supaya wanita itu bebas keluar masuk apartemennya. Hingga ia terbiasa menggunakan angka kelahiran Shoera menjadi angka favorit sekalipun wanita itu telah menghilang dari hidupnya. “Tapi tenang, aku sudah menggantinya dengan tanggal lahir aku. 030395.” lanjutnya mengulas senyum di wajahnya. “Keluar!” usir Rigel menunjukkan aura gelapnya. “Rigel, aku kemari untuk mendekatkan diri sebagai calon istrimu, sebentar lagi kita akan menikah tapi, kita sama sekali tidak saling mengenal.” “Kau tidak perlu mengenalku untuk menjadi istriku. Cukup menjadi menantu untuk Kalani. Sebelum aku menyeretmu dari sini. Keluar!” ucap Rigel tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD